Jumat, 29 Juni 2018

S(he)'s BR(ok)EN

She's a girl with a shadow.
Her laugh is her tears,
Her smile is her broken heart.

She's said that "I'm okay!"
But the man doesn't hear 'was' word that she said before okay.

Встроенное

She's said that "I miss you!"
But the man doesn't understand that she wants to meet him,
Not to hear his voice.

She's a girl with the wall in her heart.
She's said that she loved him,
But she's afraid to give it.

She's a girl with her problem.
The man is okay and feels fine.

But she's broken.
Because the man is beside her,
But his heart is far from the girl.

Because the man's eye is looked at her,
But don't stare at her.
Continue reading S(he)'s BR(ok)EN

Kamis, 21 Juni 2018

Masih Percayakah Aku Saat itu?

Masih percayakah aku,
Ketika hidup di masa Muhammad muda berkata diangkat menjadi Nabi oleh Tuhannya?
Akankah aku ingkar padanya layaknya kaum Quraisy?
Semoga aku bukan termasuk bagiannya.

Masih percayakah aku,
Saat mendengar kabar bahwa Muhammad mendapat wahyu dan menggigil dalam balutan selimut karenanya?
Akankah aku ikut mengolok dan menganggap gila?
Semoga aku tidak.

Continue reading Masih Percayakah Aku Saat itu?

Deduksi Berlalu


Mungkin sikapmu adalah jawaban atas doa-doaku.
Mungkin raguku padamu juga merupakan tanda semesta untukku.

Padahal aku yang tunduk tangis berdoa,
Tapi aku juga yang tak membaca suratan-Nya.

Setelah selama ini kamu memecah belah perasaanku,
Mengaduk-aduk emosiku,
Menaik-turunkan harapanku.
Aku masih tak paham jawabannya.

Pikiranku tentang dirimu selalu hal yang baik-baik.
Tak sedikitpun curiga terlintas.
Karena emang seperti itulah dirimu yang kulihat.

Entah kamu yang terlalu rapi mengemas semuanya,
atau
Aku yang bodoh belum bisa membaca takdir-Nya.

Terima kasih.
Setidaknya setelah semua ini aku paham,
Tuhanku tidak akan membiarkanku berlarut dalam ketidaktahuan.

Continue reading Deduksi Berlalu

Rabu, 23 Mei 2018

Satu Arah

Sebenarnya, apa hanya aku yang menunggu?
Menatap layar ponsel lama-lama,
Membuka profilmu di media sosial.

Apa hanya aku yang berharap?
Setelah mengobrol berjam-jam,
Sambil bertukar senyum tentang masa depan.

Apa hanya aku yang mendoakan?
Menyebut namamu dalam untaian-untaian panjang,
Berbincang lirih dengan Tuhan-ku tentangmu,
Yang semoga baik-baik saja di sana.

Entahlah,

Aku terlalu lelah mengejarmu.
Kamu terlalu tinggi untuk digapai,
Terlalu fana untuk direalisasikan.

Padahal mataku hanya menatapmu,
Tapi kau mengalihkan matamu untuk memandangku.


Sepertinya aku hanya terlalu percaya diri,
setelah tau beberapa cerita yang tak kuketahui.
Begitulah,
Tapi kau tetap terlalu indah untuk dilewatkan dari pandanganku.
Mungkin aku memang telah membangun terlalu banyak harapan tentangmu.
.
Continue reading Satu Arah

Sabtu, 07 April 2018

,

Menghitung Hari

"Menghitung hari detik demi detik, menunggu itu kan menjemukan. 

Tapi ku sabar menanti jawabmu, jawab cintamu.


Jakarta, 17 Juni 2018.

Halo, apa kabar? Maafkan aku yang baru sekarang berani menulis surat untukmu. Dua tahun ini aku benar-benar sibuk! (dan menyibukkan diri :p) Aku tidak mau bercerita melalui surat ini, aku akan bercerita saat kau pulang saja. Ah iya, dan kau masih berhutang jawaban padaku!  Dan sekarang, kurasa inilah waktu yang tepat untuk menjawabnya.
Jangan kau beri harapan padaku, seperti ingin tapi tak ingin. 
Yang aku minta tulus hatimu, bukan pura pura.
Jangan menolak untuk menjawabnya! Kau telah menghilang dua tahun sejak aku menyatakan perasaanku. Aku bukan orang yang baik hati untuk menunggu lagi.  Walaupun aku agak terlambat menyadarinya, tapi setidaknya aku menyatakannya. Tidak sepertimu yang ambigu! Selalu disisiku, tapi ternyata lelah menungguku.

Jangan pergi dari cintaku, biar saja tetap denganku. 
Biar semua tahu adanya, dirimu memang punyaku.

Bisakah kau kembali dan menemuiku langsung untuk menjawabnya? Dan jangan pergi lagi. Di sini saja, tetap denganku. Ayo pergi ke cafe favoritmu dulu! Kita manggung lagi di sana, aku bernyanyi dan kau yang mengiringiku ya!

Maafkan aku selama ini tidak berani memandang dan menggandengmu di keramaian. Bukannya malu memilikimu, aku malu pada diriku sendiri. Bagaimana mungkin kau dan seluruh sifatmu cocok denganku yang serba kurang ini?

Setelah satu tahun pergimu, aku baru sadar betapa bodohnya ketakutanku selama ini. Ternyata jarak memang menciptakan ruangnya sendiri untukku menyadari. Terima kasih telah berani untuk tetap bertahan tanpa kejelasan.
Belum pernah aku jatuh cinta, sekeras ini seperti ini seperti padamu. 
Jangan sebut aku wanita, bila tak bisa dapatkan engkau."
Ah ya.. Ini pertama kalinya aku menyukai laki-laki begitu lama. Mungkin jika kau ingat, inilah rekor terlamaku menyukai dan tetap bertahan menghadapi laki-laki. Kamu pakai pelet ya biar aku tetap menunggumumu? :)

Jika kau bertanya, kenapa aku mengirim surat ke rumah orang tuamu. Jawabannya karena aku tidak diberi nomor handphonemu sama sekali oleh mereka. Bahkan sampai aku menangis di depan rumahmu hingga aku malu sendiri mengingatnya sekarang. Aku salut, mereka benar-benar menepati janji padamu. Tapi untungnya, ibumu memberitahuku kalau minggu ini kau akan kembali. Aku tidak sabar untuk mendengar ceritamu kali ini.

Kalau nanti kau sudah selesai membaca suratku, temui aku segera ya! Kau tahu pasti aku ada di mana.


Dariku,

Wanita bodohmu.


***



(Terinspirasi dari cover Fourtwnty - Menghitung Hari 2)
Continue reading Menghitung Hari

Rabu, 28 Maret 2018

InsyaaAllah ya!

Assalamu'alaikum!

Sudah ada janji hari ini? Atau sedang buat janji? Siapa yang kalau diajak pergi jawabannya "InsyaaAllah"?  InsyaaAllah yang maksudnya menolak dengan halus. Mau tolak langsung tapi gak enak, akhirnya jawab InsyaaAllah yang maksudnya nggak mau ikut.

InsyaaAllah, kalau gak mager ya.
Entah kenapa dan siapa yang memulai, jawaban InsyaaAllah adalah jawaban penolakan secara halus. Saat kita diajak pergi ke tempat yang malas kita datangi, atau malas bertemu dengan orang lain. Secara nggak langsung, InsyaaAlah merupakan jawaban diplomatis untuk menolak suatu ajakan.

Contoh InsyaaAllah yang malas-malasan
ini chatku dengan teman dekeeet banget
Misalnya saat kita diajak reuni sekolah. Ada mantan yang nyebelin banget datang juga, dan buat kita malas ketemu dia! Jawaban yang kita berikan biasanya "InsyaaAllah ya, kalau bisa." Dalam arti sebenarnya adalah "Nggak dulu deh, malas banget gue datangnya!" Tapi gak enak banget kan kalau menolak dengan alasan begitu.  Biasanya teman-teman muslim kasih jawaban diplomatis yang nggak jelas pastinya begini nih artinya (aku termasuk juga yang suka jawab InsyaaAllah tapi nggak datang :'D).

Padahal, arti dari InsyaaAllah di sini 99% pasti datang, dengan kemungkinan nggak jadi ikut 1% di luar kuasa kita. Contohnya, tiba-tiba sakit atau dapat kabar duka mendadak. Bukannya janji datang tapi malah gak ada kabar setelahnya. Seenggaknya kabarin gitu mau ikut atau nggak, biar nggak ada yang menunggu gitu.

Eh, tapi sekarang nggak hanya muslim saja yang jawab begini kok, banyak teman-temanku yang non-muslim juga mengucapkan kayak itu. Aku sendiri belum tahu alasan mereka bilang begitu, tapi kok ikut senang aja gitu. InsyaaAllah nggak cuma diucapkan buat sesama aja, tapi kayak sudah semacam bahasa Indonesia biasa gitu.

Jadi siapa yang masih bilang InsyaaAllah tapi nggak janji ikut?
Continue reading InsyaaAllah ya!

Senin, 26 Maret 2018

Transjakarta's Funny Experinces (Part 2)

Assalamu'alaikum, kawan!

Thread kali ini terinspirasi dari kejadian beberapa waktu lalu yang aku alami bersama mas-mas yang dimarahi oleh segerombolan Emak-emak :') Bagi yang belum baca part 1 nya, sila dibaca dahulu :)

Melanjutkan thread part 1 kemarin, kali ini ceritanya seputar serba salahnya jadi laki-laki di transportasi umum aja. Laki-laki tuh emang serba sala
h banget kalau di transportasi umum kayak transjakarta ya. Kena omelan terus rasanya.

Pernah beberapa kali, dalam kondisi bus penuh-penuhnya ada seorang bapak-bapak yang sudah lumayan tua masuk. Dan kebetulan beliau berdiri di samping aku. Sebagai makhluk sosial yang sadar (baca: enggak tidur) aku menawarkan kursiku untuk beliau. Tapi beliau menolak. Agak maksa aku tawarin lagi, tapi beliau tetap menolak. Yasudah, aku pikir mungkin beliau emang nggak mau duduk atau pemberhentiannya sebentar lagi.

Tapi ternyata setelah aku sampai halte tujuan dan otomatis meninggalkan (kesannya sedih banget xD) kursi yang aku duduki, beliau menggantikan aku duduk. Di situ aku merasa tertolak, tadi aku tawarin kok nggak mau pak? Huhu. Akhirnya aku berpikir positif, mungkin beliau nggak enak sama aku. Dan berpikir kalau laki-laki kan lebih kuat dari wanita. Selama masih kuat berdiri, jangan ambil kursi orang lain.

Berpikir positif tuh dibutuhin banget buat situasi tertolak kayak gitu. Biar nggak sebel-sebel banget, atau sedih-sedih banget. Padahal kalau aku pikir, kesetaraan gender kan lagi gencar banget diumumkan. Selama beliau lebih tua daripada kita, lebih baik kita yang berdiri. Itu yang ada dipikiran aku. Tapi ya sudahlah, setiap orang punya batasannya sendiri.

Ada lagi ceritanya, kalau ini waktu aku pulang kantor. Kejadiannya waktu bus emang lumayan sepi sih, masih ada beberapa kursi yang kosong. Aku duduk di kursi paling depan, bangku favorit. Waktu berhenti di salah satu halte, ada segerombol ibu-ibu yang masuk ke bus, mungkin sekitar 5 orang kalau nggak salah ingat. Mereka masuk dan duduk di tempat yang masih kosong. Dan emang letaknya berjejer, pas banget buat ngobrol. Busnya berasa disewa ibu-ibu itu, ramai banget soalnya, haha.

Dua halte dilewati dengan suara percakapan ibu-ibu ini. Lucu sih, aku aja yang dengar sampai cekikikan sendiri. Bukan nguping loh ya, suara obrolan ibu-ibu ini emang lumayan kencang. Di halte selanjutnya, masuklah dua orang ibu-ibu. Sambil toleh kiri-kanan, beliau berdua cari tempat kosong tapi nggak ada. Yaudah, beliau berdua berdiri di sisi pintu sebelah kiri sambil ngobrol.

Tiba-tiba, ibu yang bergerombol tadi ngomong gini, "Bu, sini aja duduk! Masih ada tempat. Ini yang laki-laki berdiri aja! Kasih yang perempuan buat duduk!" kenceng banget, aku sampai kaget, haha. Soalnya waktu itu aku lagi bengong sambil lihat jendela ala-ala video klip Peterpan.

Cuma ilustrasi aja kok xD
Otomatis, mas-mas yang lagi duduk di kursi bangun semua. Menyilahkan dua orang ibu yang berdiri untuk duduk. Setelah beliau duduk, si ibu yang ngomong tadi melanjutkan ucapannya. "Nah gitu, Makasih, mas. Yang cowok kan masih pada kuat, berdiri aja. Yang cewek kan kasihan." lalu beliau tertawa.

Aku yang duduk di belakang cuma bisa tertawa waktu melihat mas-mas yang sedang duduk langsung berdiri saat mendengar ucapan ibu itu. Kok bisa barengan begitu gerakannya, haha. Agak kasihan juga sih. Soalnya dalam kondisi pulang kerja, capek, eh malah diomelin ibu-ibu buat kasih duduk ke perempuan dengan alasan laki-laki lebih kuat dari wanita.

Gak apa sih sebenarnya. Tapi katanya wanita minta hak-hak yang dengan laki-laki, tapi kok masih pakai alasan 'wanita lebih lemah dari laki-laki' untuk pembenaran? Bukan, ini bukan masalah emang ibu-ibu itu prioritas atau gimana. Aku tahu kok dua orang ibu itu sudah biasa naik transjakarta, makanya mereka santai-santai aja pas nggak kebagian bangku kosong. Kita sebagai wanita juga harus sedikit lebih paham aja, apalagi sama-sama cari nafkah. Kalau dikasih duduk sama yang laki-laki ya bersyukur banget, tapi kalau emang nggak ada kursi ya paham sama paham aja. Semua yang di transjakarta juga capek kok. Jangan bikin mas-mas yang lagi capek merasa nggak enak karena kita minta kursinya secara paksa yaa :)

Kalian pernah gak sih ngalamin kejadian lucu di transjakarta? Aku juga mau dengar dong :D

Cheers!
Continue reading Transjakarta's Funny Experinces (Part 2)