Tampilkan postingan dengan label Parafrase. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Parafrase. Tampilkan semua postingan

Senin, 13 Mei 2024

Part of Loving Is Letting Go


"I like your eyes you looked away
when you pretended to care.
I like the dimples on the corners
of the smile that you wear.
you wore them more with her.
I knew and I was scared."

 

"Kenapa?" tanyanya tersenyum sambil mengusap kepalaku.

Aku menggeleng pelan menatap senyumnya. Senyum yang  dulu selalu mengembangkan dadaku. Tapi kini terasa menyesakkan. "Kita udahin semuanya sekarang ya."

Tangannya yang mengusap kepalaku seketika membeku. Dia bergerak dan duduk di sebelahku, "maaf," ucapnya. "kamu udah tau?"

Mataku menemukan guratan penyesalan saat memandangku. Aku menganggukkan kepala, "it's okay. Sejak awal aku udah tau, tapi denial. Aku pikir, seiring berjalannya waktu, kamu juga akan jatuh cinta."
I let myself fall deeper
but I was prepared.

Flashback on

Dia adalah rekan kerjaku. Salah satu dari sekian laki-laki yang akhirnya berhasil menarik perhatianku. Berkacamata, rambut lebat yang rapi, dengan sepasang lesung di pipinya. Manis dan pintar adalah impresi pertamaku saat melihatnya. Sejak melihatnya aku tau, dia adalah tipeku.

Hampir setiap hari kami bertemu dan mengobrol di kantor, yah, karena dia adalah manager baru di divisi pemasaran. Sejak pertama kali bertemu hingga hari ini pun aku tidak bisa menyembunyikan perasaanku padanya.

Mungkin karena terlalu terbaca, dia akhirnya menerima perasaanku dan kami memulai hubungan sejak April tahun lalu. Kalian bisa membayangkan perasaanku saat itu? Cintaku tidak bertepuk sebelah tangan!

Jika tidak ada meeting, kami akan pulang dan berangkat bersama. Yang aku baru tahu, dia adalah orang yang ceroboh. Dia bisa membawakanku payung, namun dalam sekejap merusaknya. Hingga akhirnya kami harus menghabiskan malam menunggu hujan di kafe kantor. Aku sih merasa tidak masalah, selama aku bisa menghabiskan waktu dengannya.

I liked your shirt, the one I gave you
can't forget how you smell
but now on different shoulders hang
the jacket I used to wear.

Pernah di bulan lahirnya, aku memberikannya sweater bertuliskan kampus impiannya, karena dia sering merasa kedinginan. Dia memberikanku jaketnya yang kebesaran sebagai balasan. Dia tertawa saat aku bilang jaketnya bau, karena dia tau, aku suka menenggelamkan wajah di pelukannya.

I loved you for so long,
sometimes it's hard to bear.
but after all this time,
I wish you well from here.

Aku menyukainya, bukan, aku jatuh cinta. Sejatuh-jatuhnya. Kadang bahkan terasa seperti mimpi jika aku bisa menjadi bagian dari hari-harinya. Bergandengan tangan, mendengarkan musik, memasak (walau pun ia lebih banyak menghancurkan dapurku), dan menghabiskan waktu berdua. Semua momen itu terekam jelas dalam otakku.

I loved you every minute, every second.
I loved you every where and any moment.
always and forever was just
for a moment cause
I was not the one
I don't know how.

Aku mencintainya dalam setiap tarikan nafas yang aku syukuri. Mungkin memang terdengar menyeramkan, tapi itulah rasa syukurku.

Sampai aku tidak sengaja mendengar obrolan dengan mama saat berkunjung ke rumahnya. Priaku menangis dan berkata " Tidak ada yang bisa menggantikan Rinda Seragie" kepada ibunya dan berbicara betapa aku mengingatkannya pada wanita tersebut. Rasanya kakiku lemas, hampir saja aku menimbulkan keributan. Namun akhirnyanaku memaksakan diri untuk bergerak, dan pergi dari percakapan itu.

Aku kembali ke rumah dengan wajah acak-acakan karena air mata. Membuka laptop dan bergerak seperti intel. Mencari tau nama tersebut di seluruh sosmednya. Menemukan satu foto seorang wanita cantik yang dia pos di akun sosial media salah satu teman lamanya.

Mereka tersenyum berdua di foto tersebut. Aku melihat sorot matanya yang bersinar dengan dada menahan sesak. Kututup laptop, lalu menaruhnya di sisi tempat tidur. Tiba-tiba mataku basah. Sebelum menutup seluruh tubuhku dengan selimut, kunyalakan musik keras-keras agar tidak ada yang mendengarku menangis.

Selama ini aku hanyalah bayang-bayang seseorang yang dia panggil Rinda, kekasih pertamanya yang meninggal 3 tahun lalu. Tangisku kembali pecah. Hatiku sesak. Kenapa harus aku?

I loved you til the last of snow disappeared.
missed you on the rainy days of the year.
never knew of pain like this
but i've got to know
thought I loved you so,
why did you go?

Pantas saja ada saat-saat tertentu tatapannya penuh kerinduan dengan sendu yang tersembunyi. Aku yang terlalu percaya diri mengira itu adalah tatapan kerinduannya padaku. Ternyata tatapan kerinduan kosong pada seseorang yang telah mati.

Apa yang membuatku mirip dengan wanita itu?

Hari-hari setelahnya, kulalui dengan membohongi perasaanku sendiri. Aku yakin, pada akhirnya dia akan mencintaiku. Namun yang kutemukan hanyalah rasa sakit atas perlakuan baiknya.

Rasanya sia-sia. Semua yang aku lakukan, pasti membuatnya terbayang dengan masa lalu. Jangan-jangan, cafe favoritnya adalah tempat di mana mereka sering menghabiskan waktu? Atau sepasang pakaian couple darinya di ulang tahunku adalah milik pasangannya dulu? Lalu apa panggilan sayang kami adalah panggilan sayang mereka dahulu?

Memikirkan kemungkinan terburuknya saja membuatku ingin menangis dan pergi dari hadapannya. Rasa sesak ini berubah menjadi amarah dan kecewa.

Harusnya aku segera mengakhiri semuanya sebelum terlalu dalam.

I hate the way you let us go,
like it was all just nothing.
I hate the way you hit the notes,
but not the words i'm saying.
I hate the little things
like when i'm unaware.
I still remember how
we broke so perfectly.

Aku merasa semakin gila karena selalu mencari alasan untuk bertengkar sepanjang waktu, di saat ia sangat sabar menghadapiku. Semuanya aku lakukan agar dia meyakinkanku bahwa dia benar mencintaiku.

Aku benci melihatnya bisa melakukannya dengan mudah, mendapatkan hatiku, menerima semua cinta dan kasih sayangku. Aku benci melihat pajangan yang kusukai di rumahnya, ternyata hadiah terakhir dari wanita. itu. Aku benci tatapan kerinduan di matanya. Aku benci mengingat betapa aku mengingatkan dia pada masa lalunya. Aku benci kepura-puraan ini.

though sometimes when
life brings me down,
time can heal my heart.
through the bad rainy days,
I know that I will be okay.

Aku mulai kehabisan stok kepalsuan. Setiap malam, mataku tidak bisa terpejam, jadi kugunakan waktu tersebut untuk kembali mencari info dari sosial teman-teman lamanya. Kini aku tau, pantas saja dia tidak bisa lupa. Mereka adalah pasangan sempurna. Keluarga mereka saling mengenal, teman-teman mendukung hubungan mereka, bahkan mereka memiliki bisnis bersama. Ya, memang itu salahku. Tapi inilah cara agar aku bisa yakin untuk melepasnya.

 
I loved you every minute, every second.
loved you even if it was for a moment.
always and forever can wait
for the time because
you were not the one
I know that now.

 Flashback off

Dia menggelengkan kepalanya, "maaf, aku sempat terjebak dalam masa lalu." lalu menggenggam tanganku "tapi aku sadar bahwa aku mulai membuka diriku sejak bertemu denganmu. Banyak hal yang mulai berani kulakukan, dan itu hanya denganmu." ujarnya.

"Kau tau, mungkin sebaiknya kita selesai sampai di sini." balasku. Dia menatapku dengan terkejut.

"Nggak bisa! Ayo kita tetap bersama, buat aku semakin jatuh cinta kepadamu, seperti biasanya. Ayo kita hidup sampai tua."

Aku tersenyum getir, "Sayangnya semuanya sudah terlambat. Mungkin aku bisa membuatmu jatuh cinta, tapi perlahan cintaku semakin terkikis. Aku tidak berhenti memikirkan bahwa semua ketulusanku sia-sia."

"Tidak ada yang sia-sia!" Ujarnya marah. "Aku menghargai ketulusanmu. Buktinya sekarang aku jatuh cinta padamu."

"Cukup. Kamu tau? Jika kamu belum selesai dengan masa lalumu dan dirimu sendiri, jangan ajak orang lain untuk sembuh. Karena itu menyakiti perasaan orang lain." balasku. "Terima kasih, aku selalu menyayangimu." aku tersenyum, lalu mengelus kepalanya dengan penuh rasa sayang. 

In a world still full of life, I see color.
In a bit of time cause we deserve better
always and forever when the right one comes
because part of loving you is letting go
part of loving you was letting go

Aku berjalan dengan cepat menuju jalan raya dan segera menyetop taksi. Tangisku pecah sebelum supir taksi sempat bertanya tujuanku. Dengan sungkan, supir taksi melajukan mobilnya lurus. Mungkin membiarkanku memutari kota sampai tangisku reda.

Ya, aku memang merelakannya. Aku sudah meyakini diriku sendiri selama 1 bulan. Maksudku, aku sudah denial 1 bulan ini hingga lelah sendiri. Ada perasaan lega yang tidak dapat dijelaskan walau rasanya sangat menyedihkan.

Orang-orang memang akan datang lalu pergi. Tapi rasanya kali ini sungguh menyakitkan. Menjadi bayang-bayang, rasanya apa yang aku lakukan tidak akan pernah cukup. Semua ketulusan tidak akan pernah setara. 

Inikah rasanya jatuh karena cinta?

Continue reading Part of Loving Is Letting Go

Selasa, 09 Juni 2020

Kisah Wanita Berdress Kuning

Aku pernah mendengar cerita tentang seorang wanita yang hidup dengan senyum dan menyukai dress berwarna kuning. Setiap hari ia bertemu dengan orang dan menyapa keadaan mereka, lalu duduk sebentar untuk mendengarkan keluhan satu orang atau menumpahkan cerita. Sepertinya dia wanita yang dicintai semua orang.
Source

Setiap pertemuan dengannya adalah senyuman dan canda. Dia wanita yang dapat menghibur dengan jokesnya, memberi bantuan, atau mendengarkan tanpa menghakimi. Memandangnya yang serupa matahari, menyinari orang-orang dengan cahaya dan semangatnya, sepertinya dia adalah wanita terbahagia. Tanpa amarah atau pun kesedihan, tidak ada emosi selain bahagia dan semangat. Bersamanya, suasana selalu terasa berwarna kuning dan hangat. Menyenangkan.

Lalu di satu hari yang cerah, orang-orang tidak menemukannya. Malam datang, tapi ia tidak. Orang-orang kebingungan mencarinya. Dia tidak ditemukan di manapun, hingga mereka memutuskan untuk menunggu. Hari itu rasanya matahari lebih terik, dan malam terasa cukup kejam dengan dinginnya. 

Esoknya, matahari belum menyapa, tapi wanita itu sudah berkeliling desa. Lagi-lagi dengan senyum manis dan dress kuningnya. Semua orang bertanya ke mana dia pergi kemarin? Dia hanya tersenyum lalu satu per satu orang sibuk bercerita dan berkeluh kesah. Tatapannya fokus, sesekali ia mengelus tangan atau punggung orang-orang, memberi semangat. Pamitnya selalu meninggalkan perasaan tenang. Hari itu panasnya matahari tak lagi terasa menusuk kepala, sejuknya angin mengalahkan semua keluh yang telah ditumpahkan. Semua orang merasa lega. Entah atas kembalinya si wanita, atau bisa kembali bercerita. Setidaknya hari itu, mereka merasa pundak mereka lebih tegak untuk berdiri.

Hari terus berlalu dan wanita itu kembali menghilang. Kali ini lebih lama, satu minggu. Semua orang gempar mencari dan saling bertanya. Namun nihil, seperti informasi yang mereka ketahui tentang wanita itu, Naima. Tidak ada seorang pun yang tau alamat, bahkan dari mana asal wanita itu. Yang mereka ingat, wanita itu bermata hitam dan sendu, dengan senyum serupa angin sore yang menenangkan serta rambut hitam pekat sebahu. Ah, dan dia suka memakai dress berwarna kuning.

Satu minggu berubah menjadi bulan, lalu berganti tahun. Keberadaan wanita itu masih menjadi misteri. Hingga kini, semua orang masih mencarinya. Bahkan beberapa ada yang berharap bisa bertemu hanya untuk memeluknya dan bertanya kabar. Mereka rindu didengarkan dan bercerita tanpa dihakimi. Mereka rindu dikuatkan dan membagi setengah beban.

Jangan tanya aku. Aku pun tidak tau keberadaan wanita itu di mana, tapi aku penasaran dan ingin bertanya padanya,

"Bagaimana harimu? Apa boleh jika aku memintamu menggunakan dress berwarna biru seperti langit atau putih seperti kapas?"
Continue reading Kisah Wanita Berdress Kuning