Tampilkan postingan dengan label Bersajak Ria. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bersajak Ria. Tampilkan semua postingan

Selasa, 13 Agustus 2024

Jakarta

Untuk segala sihir penjuru kota.

Salam untuk terik yang menyinari cerahnya pagi,

Untuk debu yang terbatuk dari mesin motor,

Untuk sirine dan klakson yang mengalun bermelodi.

Untuk bangunan menjulang yang tidak peduli bersih atau kotor.


Di jalannya, kebencian dan cinta terasa tak terdefinisi.

Lampu yang berkilauan dari jembatan penyebrangan,

Dengan pasangan yang bergandeng tangan di sudut taman.

Tentang anak-anak kecil berlarian diujung maghrib,

Disambut teriakan ancaman dari preman-preman diminta tertib.


Jakarta,

Antara hujat dan puji, dia tetap berlayar.

Antara hilang dan simpan, dia tetap berjalan.

Antara suka dan sedih, dia tetap melayan.


Inginnya ke pantai, tapi Ancol malah dijadikan sekadar air garam.

Inginnya ke kebun binatang, tapi ke Ragunan katanya tak juga memuaskan.

Inginnya ke taman luas, tapi terlalu pemalas.

Akhirnya ke pusat swalayan, lalu berkoar Jakarta tak ada taman hiburan.


Haah, Jakarta.

Rasa-rasanya di tengah sedu sedan, kamu yang selalu mendengarkan.

Bahkan perihal lupa dan ditinggalkan, agaknya kamu paling paham.

Walau akhirnya tetap saja, kamu adalah tapi saat banyaknya kelebihan yang diutarakan.

Continue reading Jakarta

Sabtu, 10 Agustus 2024

Kontras

Aku yang perasa, bertemu kamu yang tidak peka.
Menjalaninya bersamamu jadi terasa hampa. Seperti tenggelam dan tidak ada yang mendengar saat kuminta pertolongan.

Aku yang terencana, bertemu kamu yang spontan.
Hari-hari bersamamu terasa menakutkan. Rasanya seperti berlayar tanpa tau arah, dan aku tidak tau cara membaca cuaca.

Aku yang penyendiri, bertemu kamu pencinta keriuhan.
Tanganku gemetar di keramaian, sedang tanganmu melambai ke atas mengikuti lantunan irama saat aku membutuhkan genggam.

Aku si pencinta buku, bertemu kamu penikmat film.
Tulisan dari buku yang kubaca tidak lebih seru dari film perang favoritmu, katamu. Adegan film favoritmu tidak semenegangkan bab 3 bukuku, ujarku.

Apakah bisa yang saling bertolak belakang mencoba untuk menyatu?
Apakah bisa kita saling bersama?

Katamu, aku harus makan tiga kali sehari agar seperti orang normal.
Kataku, kamu harus mandi dua kali sehari agar normal.

Katamu, aku harus keluar rumah seperti sewajarnya manusia.
Kataku, kamu harus berdiam di rumah seperti sewajarnya manusia.

Kontras yang terlalu menyakiti hati, apakah bisa dilalui?

Continue reading Kontras

Sabtu, 29 Juni 2024

Jika Suatu Nanti

Jika suatu nanti, saat kita sudah tidak saling bercerita tentang lelahnya hari yang kita lalui. Saat bahagiamu bukan lagi ditujukan karenaku. Saat rindu kita tak lagi bisa berbalaskan temu.

Mungkin yang bisa diingat hanya marahku, tidak peduliku, dan diamku. Mungkin kamu akan mengingatku sebagai perempuan pemarah yang tidak mau berbagi keluh kesah. Sebagai dia yang banyak ngambeknya namun selalu berucap "tidak apa-apa."

Jika suatu nanti, saat kita sudah tidak bertegur sapa bahkan untuk melambai saja. Waktu di mana mengirim pesan hanya di hari raya.

Mungkin yang akan kamu ingat hanya tangis dan bertengkarnya kita. Apa-apa yang kita tidak sepakat. Segala kata hanya amarah saja.

Dan jika suatu nanti itu tiba, aku tidak akan menahan asa. Tidak akan ada ingin untuk berjumpa. Tidak akan menyesal akhirnya.

Jika suatu nanti itu tiba, semoga kamu selalu bahagia dan menjadi dewasa.

Continue reading Jika Suatu Nanti

Minggu, 16 Mei 2021

Untuk Seseorang Istimewa di Hari Istimewa

Terima kasih masih merayakan Idulfitri bersamaku. Walau pun doamu belum sempat terwujudkan di tahun kedua ini, semoga ia tetap mengisi aamiin-mu di setiap sujud.

Aku yang pada dasarnya penakut dan bertopeng ini akhirnya luluh saat dihadapkan pada uluran tanganmu. Yang meyakinkan kalau semua akan baik-baik saja, yang meyakinkan bahwa genggam itu tak akan dilepaskan.

Saat akhirnya kutanggalkan topeng yang sekian lama kukenakan, ditatap dengan tajam. Aku yang ketakutan, buru-buru memasangnya kembali. Namun tanganmu menahan dan menyembunyikan topeng itu di sakumu. Aku yang kebingungan malah menangis, untuk pertama kalinya di hadapan orang lain.

Terima kasih untuk tetap menggenggam, bahkan saat jalan yang dilalui licin dan tak seimbang.

Si yang tidak pernah terbiasa menerima kebaikan orang lain itu akhirnya mulai terbuka. Bercerita sepanjang jalan, mengeluhkan apa yang dikesahkan, membincangkan perasaan. Ya, dia itu adalah aku.

Terima kasih sudah mau menuruti keinginan jalan-jalan, menemani saat dimintai bantuan, ditenangkan saat butuh sebuah pelukan.

Selalu menanyakan keinginan lalu mengusahakan adalah bentuk tak kasat mata dari rasa sayang.

Terima kasih telah menjalani sejauh ini. Semoga di depan sana, kita masih memiliki kendaraan dan jalan yang sama untuk dilalui, tanpa berhenti.
Continue reading Untuk Seseorang Istimewa di Hari Istimewa

Kamis, 11 Juni 2020

Aku Harus Apa?

Aku mencari-cari kebohongan melalui matamu,
tapi yang kulihat hanya ketulusan yang menatapku lembut.
Aku harus apa?

Aku memancingmu dalam marahmu,
tapi yang kutemukan hanya helaan nafas panjang,
dan senyuman hangatmu.
Aku harus apa?

Aku menyembunyikan diri di antara air matamu,
tapi kamu selalu berhasil menemukanku,
bersama ketakutan yang kau tinggalkan di tembok tertinggi hatimu.
Aku harus apa?

Lalu aku bertanya,
Aku harus apa?

Aku yang terseret terlalu jauh atau kamu adalah arus itu?
Aku yang jatuh terlalu dalam atau kamu sang samudera itu?
Aku yang terbuai lembutnya angin atau kamulah rasa nyaman itu?

Aku tidak tahu harus seperti apa. Tolong bantu aku menemukan penjelasan.
Continue reading Aku Harus Apa?

Sabtu, 25 April 2020

,

Aku Mau

Aku mau jadi peluruh luka-lukamu. Merawatnya agar bisa kembali utuh. Lalu akan kujadikan diriku penawar rasa, agar tidak lagi kamu merasa sakit seperti dulu kala.

Aku mau jadi bagian dari tatapmu. Melihat dari cara pandangmu, melebur bersama mimpimu. Mendampingi rencana-rencana yang kau kejar di masa depan.

Aku mau jadi telinga keduamu. Mendengarkan cerita yang kau ulang karena lupa. Tak akan kujadikan diriku hakim atas sebuah perkara, agar tak terbebani hatimu saat melepaskannya.

Aku mau jadi satu-satunya yang mengisi dadamu. Memenuhinya dengan degup cinta dan cemburu. Mengisi kosong yang kau cari-cari, agar tak lagi punyai alasan bersedih.

Aku mau jadi salah satu alasan senyummu saat membaca. Yang mengirimkanmu kalimat semanis glukosa. Akan kuramu ia sedemikian rupa, sebuah mantra supaya kamu selalu melewati hari dengan istimewa.

Aku mau jadi orang yang tak putus mendoakanmu. Berbincang dengan Yang Maha Mendengarkan sepanjang malam. Merayu-Nya agar kau selalu bisa menemukan alasan bahagia, sekecewa apapun kau pada suatu masa.


Aku mau kamu.
Continue reading Aku Mau

Selasa, 25 Februari 2020

Wahai Tuan

Wahai tuan,
Jika lelah, kamu bisa pakai pundakku sebentar untuk bersandar, mungkin tidak terlalu nyaman tapi bisa untukmu beristirahat sebentar. 

Pikiranmu yang terlalu penuh itu juga bisa kamu bagi kepadaku. Telingaku selalu bersedia untuk mendengarkan ceritamu tentang hari ini.

Wahai tuan,
Pundakmu tidak perlu selalu berdiri tegak. Bersantailah. Mari bersandar di sofa ruangan favoritmu sambil minum secangkit cokelat hangat.

Wajahmu tak harus selalu seceria itu. Luapkan saja. Setelah harimu yang panjang, kamu tidak perlu selalu terlihat baik-baik saja untuk bertemu denganku.

Wahai tuan,
Jangan dulu menyerah. Jangan dulu patah.

Mereka hanya tidak tau langkahmu, mereka tidak mendengar ceritamu.

Wahai tuan,
Sebentar lagi. Kuatlah.
Continue reading Wahai Tuan

Jumat, 20 Desember 2019

Untuk Tuan Cahaya

aku melihatmu, di simpang jalan yang akan aku tuju
dikelilingi cahaya
menyilaukan mata

menyapa rasanya tidak selalu bisa aku lakukan,
seingin apapun aku melirihkan panggilan

kamu serupa,
keinginan yang orang-orang dambakan
mimpi yang orang-orang percaya

keberadaanmu penuh sorak sorai
perayaan kehadiran

aku yang memijak tanah bisa apa?
melangkah saja dipandu sisa terangmu
dibiasi penuh oleh ketakutan

berlindung di antara terangnya cahayamu
agar aku tak selalu beradu pandang

karena setiap kau mengulurkan tangan dan memandang,
tanganku masih saja gemetar ketakutan
Continue reading Untuk Tuan Cahaya

Rabu, 20 November 2019

Euforia Langit

Jadi akhir-akhir ini, aku merasa langitku dominan cerah. Sesekali memang ada mendung dan hujan mampir, tapi dia cuma berkunjung sebentar. Lalu ijin pergi, tapi membuat langitku lebih bersih. Aneh rasanya.

Setelah langitku selalu melewati hari penuh gumpalan awan abu-abu, beberapa petir yang mengagetkan, dan butiran air langit yang jatuh. Aku baru tau kalau dia bisa berwana merah muda waktu kutengokkan kepala. Cerah dan cantik. Menyenangkan juga menatap langit yang ternyata begitu mengagumkan di atas sana.

Sementara langitku yang dulu selalu hujan, aku terus saja menatap tanah tanpa berani menengok ke atas. Memperhatikan dia yang mungkin selalu berusaha memberi tau, tapi malah aku hindari. Karena perasaan dingin yang hujan kirimkan itu, aku ketakutan untuk mendongakkan kepala. Apalagi petir yang tiba-tiba, rasanya ingin bersembunyi.

Coba lihat sekarang, langitku biru cerah. Seperti warna kesukaanku. Awannya menggumpal putih bersih, kadang aku bisa menemukan kelinci di antara mereka. Tidak terik tapi tidak juga mendung, rasanya sejuk untuk sekadar berjalan-jalan.

Bahkan aku bisa melihat perubahan warnanya saat sang cahaya tenggelam. Biru, ungu, merah muda, jingga. Banyak sekali warna transisinya, aku baru tau. Ke mana saja selama ini aku memandang ya? Terlalu banyak menunduk dan melihat tanah yang kupijak, mungkin? Sampai lupa apa yang langitku ingin sampaikan di atas sana.

Baiklah, aku akan mulai untuk lebih memandang langit. Menengok tanah pun masih harus terus dilakukan. Juga melihat lurus pepohonan.

Ada lebih dari puluhan yang bisa dicari cerahnya. Ya?
:)


Continue reading Euforia Langit

Kamis, 24 Oktober 2019

(p)ikat


Kepada seseorang yang datang dan melebur dalam keseharian
Yang malamnya adalah kekhawatiran
serta subuhnya penuh dengan harapan
Semoga tetap tegak, di mana pun kaki itu memijak

Kepada seseorang yang telah menjadi hal yang ingin ditemui
Berangkatnya adalah senyum-senyum penuh doa
dan kembalinya selalu menjadi kegiatan yang dirindui
Semoga tetap tangguh, selelah apapun mengeluh

Terakhir,

Kepada seseorang yang akhirnya memenuhi pikiran
Yang telah menjadi pertanyaan butuh jawaban
serupa liburan yang diinginkan
Semoga bahagia selalu, dan jangan pernah ragu
Continue reading (p)ikat

Kamis, 10 Oktober 2019

Validasi Rasa

Untuk apa masih bertanya, jika apa yang kulakukan sudah bisa kau rasakan sendiri?
Untuk apa masih ragu, bukankah sudah terlalu jauh untuk mencari jalan kembali?

Apa yang ingin kamu dengar adalah apa yang aku lakukan.
Apa yang kamu ragukan adalah apa yang telah aku yakinkan selama ini.

Tatapku belum cukup untuk membuatmu berhenti mencari jawaban?
Pundakku belum cukup untuk membuatmu merasa nyaman?
Pelukku belum cukup untuk membuat hatimu merasa aman?

Tak ada kata yang bisa menggambarkannya. Apa aku harus membuat kata baru untuk meyakinkanmu?


Continue reading Validasi Rasa

Rabu, 18 September 2019

Kenapa yang Menimbulkan Kenapa

Takut, takut dan takut. Selalu kata itu yang kamu ulangi.
Nggak bisa, aku nggak tau gimana caranya.
Sambungmu lagi.

Kenapa semua hal baru harus kamu takuti?
Bagaimana caramu tau jika kamu nggak belajar?
Padahal aku ada di depan, berteriak paling kencang memberi dukungan.

Katamu kamu tidak suka sesuatu di luar kendalimu.
Tapi kamu berkata, suka sekali belajar.
Apa yang mau kamu pelajari, jika semua sesuai kendalimu?

Kenapa terlalu takut? Kenapa tidak berani melangkah?
Kenapa membohongi diri? Kenapa menutup diri?
Kenapa semua harus sesuai kendalimu?

Untuk sekali ini, cobalah.
Continue reading Kenapa yang Menimbulkan Kenapa

Selasa, 27 Agustus 2019

Bersangkal

Kenapa menetap saat sadar frekuensi yang kita bawa berbeda?
Memaksa bercerita dan bertanya-tanya.
Sebenarnya apa yang sedang kita saling pertahankan?
Kamu dengan rasa mengalahmu pada cerita-ceritaku, dan aku dengan rasa ingin tauku pada apa yang ingin kau ceritakan.

Kita tau bahwa jalan kita bersebrangan.
Tapi tak juga menyurutkan untuk melepaskan genggaman.
Sebenarnya apa yang sedang kita pertahankan?
Ego yang menahan atau tak ingin menyudahi duluan?

Kau dan aku tau.
Sebenarnya apa yang sedang kita pertahankan?
Jika orang-orang bisa bertahan dengan perbedaan, mengapa tidak dengan kita?
Jika orang-orang rela luka-luka, apa bisa kita saling mereda?
Katamu saat ditanya.

Sampai kapan bertahan dan menyangkal?
Sampai kapan kita rela saling menyesuaikan?


Continue reading Bersangkal

Jumat, 10 Mei 2019

Halo, Aku Ingin Mengeluh Sebentar

Bukannya berlebihan, aku hanya lelah dan ingin didengarkan.
Butuh istirahat, ingin mengeluh setelah hari-hari melelahkan.
Tidak butuh nasehat, untuk sekejap saja, tolong dengarkan.
Izinkan kepala yang penuh pikiran negatif ini keluar perlahan.

Mungkin kamu tidak mengerti obrolan itu, tapi tolong dengarkan.
Sebentar saja boleh, ya? Sampai rasa lelah itu berkurang.
Rasanya akalku sudah tumbang benar.
Aku butuh kamu untuk bersandar.

Entah sejak kapan dan bagaimana mulainya, aku percaya padamu.
Bercerita sambil duduk di sampingmu.

Ngomong-ngomong, kamu tau tidak?
Sepertinya kamu memiliki kekuatan tersembunyi.
Tanganmu sepertinya memiliki magis yang membuat orang merasa aman.
Senyummu sepertinya bisa meramalkan semuanya akan baik saja.
Apa kamu itu rumahku?
Berada di sekitarmu membuatku merasa nyaman.

Continue reading Halo, Aku Ingin Mengeluh Sebentar

Minggu, 14 April 2019

Tuan di Mimpi

Tuan, kau pasti tidak tau bahwa semalam mampir di mimpiku, kan?
Mau mendengarku bercerita?

Tuan yang hadir dalam mimpi, boleh kujelaskan?
Parfumnya terasa menenangkan,
Pakaiannya bisa kupegang,
Bahunya terasa nyaman untuk bersandar.

Kenapa Tuan terasa begitu familiar?

Memang secara ingatan, aku tidak akan pernah bisa melupakan.
Ratusan hari tanpa pertemuan,
Puluhan hari tanpa kabar.
Memori itu terasa masih sangat segar.

Tuan yang hadir dalam mimpi,
Bolehkah saat bertemu kau kuajak terbang ke kenyataan?

Agar aku bisa belajar bertatap mata dengan benar,
Mengunci senyuman yang kau berikan.
Tanpa perlu takut terbangun
dan menyadari semua hanya kebetulan.



Continue reading Tuan di Mimpi

Rabu, 06 Maret 2019

Ruang Bercerita

Sini, mendekatlah. Ceritakan apa yang membuatmu lelah hari ini. Ku biarkan kamu menceritakan, dan ku akan mendengarkan.

Duduklah di sampingku. Kamu boleh membuka topengmu. Sedihmu, keluhmu, marahmu, dan bahagiamu perlu dibagi. Biarkan aku menjadi salah satu dari orang itu.

Aku tau kamu lelah, jadi berkunjunglah.
Aku tau kamu sepi, jadi, sini berbagi.

Tak perlu selalu tersenyum pada dunia. Tak juga harus menatap sinis padanya. Dunia hanya berputar sesuai takdirnya, dan kau juga harus kuat berjalan di atasnya.

Jika ingin menangis silakan saja. Air matamu sama berharganya dengan tawamu. Bahkan kecewa pun dibolehkan, hidup tak selalu tentang bahagia, kan?

Aku tau kamu lelah, jadi berkunjunglah.
Aku tau kamu sepi, jadi, sini berbagi.

Seperti kalimat di dalam buku, aku akan mendengarmu.
Karena ku tau; beberapa cerita haru tidak butuh kalimat sendu, beberapa keluh kesah tidak butuh pembangkit putus asa.


Continue reading Ruang Bercerita

Senin, 11 Februari 2019

Hujan di awal Desember

Suatu hari di musim panas, kamu mendatangkan hujan untukku. Mengguyur kegersangan perasaan yang kala itu dilingkari prasangka buruk. Terkurung tanpa tau cara mengeluarkan diri.

Ibarat hujan pertama di awal Desember. Datangmu selalu ditunggu semua orang. Yang membuatku tanpa sadar menjadi bagian dari mereka yang menunggu. Mengharapkan dirimu kembali.

Saat asap kebencian memenuhi saluran pernapasanku. Harummu serasa oksigen menyegarkan. Aku yang saat itu sesak akhirnya bisa menghela napas panjang.

Tapi berkali-kali diselamatkan membuatku jadi serakah. Dan aku benci pemikiran itu;
Bisakah aku menjadi salah satu orang yang penting untukmu?
Continue reading Hujan di awal Desember

Senin, 04 Februari 2019

Pernyataan

Terima kasih untuk menemani di saat-saat terberat
Senyum darimu adalah penyemangat yang ingin selalu kuingat.
Bahkan selalu bersedia untuk meminjamkan bahu
Mendengar suaramu saja sudah membuatku merasa lebih baik, kau tau?

Terima kasih untuk tak pernah mengeluh jenuh
Sugesti baik darimu selalu jadi penuntunku
Sepucuk kalimat pendek darimu cukup membuat hariku terasa menyenangkan
Pernyataan bahwa kau bangga padaku rasanya membayar semua kekesalan

Terima kasih untuk tak pernah lelah menggenggam
Rangkulan darimu selalu membawa bahagia yang dalam
Dengan adamu di sekitar, cemasku luruh begitu saja
Gemetar yang dulu memelukku akhirnya pergi dengan sengaja

Terima kasih untuk selalu ada.
Continue reading Pernyataan

Kamis, 24 Januari 2019

Masa yang Tak Bisa Dilepas

Ada kalanya ingin berhenti lalu mengeluh;
Aku lelah, bisakah cukup sampai di sini saja?

Juga di mana langitku dipenuhi awan abu-abu dan suara menggelegar;
Tapi hujan tak juga turun, udara tak juga dingin.

Hari-hari saat tubuhku demam tinggi dan menggigil ketakutan;
Otakku terus berteriak tetap bertahan, sedangkan hatiku enggan untuk melepas.

Aku tuli.
Telingaku hampa dari suara-suara penyemangat.

Aku buta.
Mataku silau ditutupi kemunafikan.

Aku lemah.
Tanpa tenaga. Tanpa harapan.

Satu-satunya yang keluar dari mulutku hanya dengungan. Tapi diacuhkan.
Padahal saat itu, aku sedang memohon.

Mengemis pertolongan.
Continue reading Masa yang Tak Bisa Dilepas

Kamis, 10 Januari 2019

Pada Awalnya

Pada awalnya,
kita adalah manusia yang terlahir dari seorang wanita.
Yang dengan rasa cinta, rela mempertaruhkan nyawa

Pada awalnya,
semua adalah manusia yang diliputi ketidaktahuan.
Lalu diberkahi pikiran, dan juga rasa sayang

Pada awalnya,
manusia saling membutuhkan.
Meminta bantuan, atau pun yang mengulurkan tangan

Pada awalnya,
semua orang memiliki masa kebodohan.
Setidaknya sekali, pasti pernah menyesal

Pada awalnya,
semuanya sama.

Memiliki ketakutan akan masa depan.
Juga,

Keinginan bertahan.

Pada awalnya,
semua diajarkan kasih sayang.

Pemahaman setelah berjalanlah
yang membuat berbeda melakukan.



***
Continue reading Pada Awalnya