Tampilkan postingan dengan label Cerita-cerita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerita-cerita. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 17 Agustus 2024

Satu Dekade Setelah Berteman di Sekolah

Hai!

Katanya 10 tahun pertemanan adalah istimewa, apalagi pertemanan masa sekolah. Gak semua orang bisa akur dan langgeng berteman dengan teman sekolah. Karena kita sedang berkembang dari fase remaja ke dewasa.

Namun syukurnya, kami bisa melewati check point itu. Tahun ini tepat satu dekade kami berteman. Congratulation, guys!

Anyway, kami berteman di tahun kedua sekolah menengah atas. Nggak ingat momen tepatnya, yang aku ingat tiba-tiba kami punya grup whatsapp dengan nama persatuan. Awalnya cuma satu kelompok tugas, lalu sering bergerombol saat istirahat, sampai di tahap berusaha bertemu setelah lulus.

Us on 2016

Oh, yang membuat kami mirip mungkin adalah kami suka buku dan seni, terutama novel, buku puisi, musik, dan film. Entah memang dari awal atau tertarik karena ada teman. Haha

Kami pernah ikut seleksi lomba film bersama, tapi sayangnya... gak lolos karena kami nggak cukup persiapan. hahaha.

Cuma anggota genk biasa yang menjalani kehidupan di kantin-musala-perpus aja. Bukan genk labrak-melabrak, hahaha [gak perlu dijelasin mungkin semua orang sudah tau]
 

10th Anniversary Cake (we said)

Us on 2024

Anyway, jangan bilang kami lancar-lancar aja di 10 tahun pertemanan ini. Nggak.

Ada konflik yang kalo diingat sekarang, rasanya kok sepele banget ya. Padahal saat itu sampe bikin grup whatsapp kami dibubarkan. :(

Proses mendewasa itu nggak selalu menyenangkan. Ego selalu maju paling depan. Akal sehat dipakai belakangan. Haaah.

Sudahlah. Namanya juga anak muda. Biar masalah itu menjadi tertawaan kami aja saat bertemu.

Semoga di 10 tahun ke depan, membaca tulisan ini aku bisa mengingat kembali alasan kenapa kami bertengkar.
Continue reading Satu Dekade Setelah Berteman di Sekolah

Senin, 12 Agustus 2024

Ulang Tahun

Pernah nggak kamu kebingungan memberikan hadiah ulang tahun untuk seseorang yang penting bagimu? Aku pernah.

Ini kali pertamanya aku memiliki pacar, dan aku tidak tahu apa yang harus aku berikan kepada pasanganku. Semua teman sudah memberikan rekomendasi, semua video surprise pasangan telah aku tonton, semua daftar hadiah telah aku tulis. Tapi rasanya, semua terasa sangat basic dan kurang berarti.

Lalu temanku menyarankan, aku harus bertanya langsung daripada aku kebingungan. Jadi di sinilah aku, duduk berdua di toko kopi favorit kami dan berusaha mengorek informasi tanpa dia ketahui. Atau mungkin dia tahu...

***

"Kamu punya keinginan yang pengin diwujudin dalam waktu dekat nggak?" tanyaku suatu hari kepada seseorang.

"Ada, bikin kamu senyum bahagia tiap hari." jawabnya berbinar.

"Ih, bukan. maksudku keinginan buat diri kamu sendiri. bukan orang lain. yang bikin kamu seneng, kayak reward ke diri sendiri gitu." tanyaku lagi, lebih jelas.

"Ya.. itu. kebahagiaanmu adalah reward buat aku." ujarnya sambil tersenyum.

Aku memandangnya sebal, "ih, kayak suara buaya!" pungkasku.

"Loh, yaudah. aku jujur kok dibilang buaya." jawabnya sambil tertawa.

Aku memutar bola mata, "kalo keinginan jangka panjang deh. ada gak?"

Ia terdiam sejenak, berpikir. "Aku mau punya keluarga yang di dalamnya ada kamu dan anak-anak kita." ia menjawab sambil memandang mataku, tersenyum lembut.

Lagi-lagi jawaban menggelikan itu. aku menjulurkan lidahku dengan sebal. "keinginan buat diri kamu sendiri, tanpa aku!" aku menghela nafas, "coba deh bayangin, kalo aku nggak ada di hidup kamu saat ini, apa satu hal yang kamu ingin lakukan untuk diri kamu sendiri?"

Dia terdiam, lalu menundukkan kepalanya. "mungkin mati..." cicitnya.

Kami terdiam. Obrolan ini menjadi suram karena pertanyaanku. Hari itu, kami berpamitan  tanpa sepatah kata pun.

***

Hari ini hari minggu, tepat tiga hari setelah percakapan yang kami anggap tidak terjadi, itu aku diam-diam mencari tau sendiri jawabannya. Mengasah peka dan rasa. namun nihil, aku tidak bisa menemukan sesuatu pun keinginannya. Rasanya ada yang aneh, semua yang dia lihat dan ingin beli, alasannya karena aku menyukainya.

Beberapa kali kutemukan ia melihat etalase toko pastry, setelah kutanya jawabanya selalu sama "itu ada cake favoritmu, mau nggak?"

Di toko pakaian dan sepatu, dia menunjuk sebuah manekin dan berujar, "kayaknya baju ini cocok buat kamu deh."

Aku bahkan mencari makanan yang ia sukai. Namun setiap ke restoran, dia selalu memesan 2 menu favoritku dan kami akan berbagi makanan.

Ini membuatku jengkel. Mana ada manusia yang tidak memiliki keinginan sepertinya?
Kenapa dia selalu menerima tanpa meminta apa pun?
Kenapa selalu aku yang didahulukan?
Kenapa dia tidak punya keinginan untuk dirinya sendiri?

Sudah hampir 9 bulan kami bersama dan aku masih tidak tahu apa yang dia suka dan tidak sukai. Setiap kami bertemu, wajahnya selalu menunjukkan ekspresi lembut dan tersenyum. Mungkin baru kemarin aku melihatnya sesuram itu saat bersamanya. Dan jujur saja, itu membuatku takut.

"Aku bingung." keluhku saat kami kembali ke mobil.

"Apa yang membuat kamu bingung?" jawabnya sambil tersenyum sambil memasangkan sabuk pengamanku.

"Sebentar lagi kamu ulang tahun, tapi aku masih nggak tau kado yang tepat buat kamu."

Dia mengernyitkan dahi sejenak, "Iya kah? Aku sampai lupa." Lalu kembali tersenyum dan menjawab, "Dengan adanya kamu di hari ulang tahunku aja, aku sangat bersyukur."

Aku merinding.

"Aku serius. Kamu adalah kado terbaik sepanjang aku hidup. Jadi aku akan berusaha membuat kamu bahagia bersamaku, sebagai rasa syukur atas kado dari Tuhan." ujarnya.

Kali ini aku terdiam. Tidak mengelak atau pun mengejeknya. "aku tau kado apa yang tepat buat kamu." jawabku sumringah.

"Apa itu?"

"Lihat aja nanti, hehehe. Pulang yuk!" Aku terkekeh senang.


***

Hari yang aku tunggu akhirnya tiba. Aku tau dia akan datang jam 10 pagi nanti untuk menjemputku. Jadi aku sudah mempersiapkan semuanya sejak pagi buta. Mengundang kedua orang tua dan adik-adikku untuk datang dan turut merayakan ulang tahunnya.

Aku tersenyum sendiri, membayangkan akan sekaget dan semalu apa dia nanti saat bertemu keluargaku.

"Assalamu'alaikum." Si pemeran utama akhirnya muncul juga! Aku mengajak kedua orang tuaku dan adik-adikku untuk segera berada di posisinya masing-masing.

"Wa'alaikumussallam. Yuk, masuk." Ajakku.

Dia tersenyum dan memberikanku sebuket bunga. Aku sumringah melihat sebuket bunga lily dalam genggamannya. "Terima kasih!"

Aku menuntunnya menuju ruang tengah dan hendak meninggalkannya sebentar dengan alasan memanggil ayahku untuk berpamitan. Ia agak kikuk, lalu mengangguk. Aneh, tidak biasanya dia sekaget itu. Ah, mungkin dia belum sarapan, pikirku.

"Selamat ulang tahun kami ucapkan..." lantunan lagu yang aku dan keluargaku nyanyikan pecah. Ia menengok dan segera berdiri begitu mendengar suara orang tua dan adik-adiku ikut bernyanyi. Matanya berkaca.

"Selamat ulang tahun untukmu, sayang. Semoga kamu selalu diliputi bahagia dan orang-orang yang menyayangimu." ujarku sambil menodongkan sebuah kue ulang tahun.

Dia tersenyum lembut dengan mata berkaca. Menyalimi orang tuaku dan menyapa adik-adikku. Aku tidak tahu kalau mereka seakrab itu.

Aku memberikannya sepucuk surat dan sebuah kotak sebagai hadiahnya. "Buat kamu." ujarku.

"Terima kasih, kamu sudah mempersiapkan hal yang paling aku inginkan."

Aku tersenyum geli, lagi-lagi kalimat buaya itu.

"Aku juga punya kejutan untukmu." jawabnya. Ia mengeluarkan sesuatu dari kantongnya, lalu berlutut. "Maukah kamu menghabiskan hari-hari bersamaku seumur hidupmu?" ujarnya.

Sekarang rumah ini riuh suara adik-adikku yang berteriak kaget. Apalagi aku. Kenapa di hari bahagianya, ia juga memberikanku kejutan yang tidak kuduga. Mataku langsung tertuju ke orang tuaku, meminta jawaban. Mereka mengangguk.

"Aku mau.." ujarku pelan.

Dia tersenyum bahagia. Lalu memasukkan cincin ke jari manisku. Lalu menyalami orang tua kami dan memeluk ayah.

Aku memandangi punggungnya. Bahkan di situasi seperti ini pun, kamu tetap memberikanku spot agar bisa bersanding bersamamu dalam hujanan perhatian ini.
Continue reading Ulang Tahun

Kamis, 08 Agustus 2024

Perihal Gue, Saya, dan Aku

 Dilihat dari tulisan yang aku buat di blog ini, awal-awal buat aku selalu membahasan diri dengan "gue" sebagai panggilan atas diri sendiri. Lalu lambat laun, berubah menjadi "aku" yang sempat bertahan beberapa lama. Dan di beberapa postingan berubah lagi menjadi "saya". Dan sekarang kembali menyebut diri sendiri dengan kata aku. Kata-kata yang paling aman dan nyaman sih setelah mencoba berbagai kata sebutan diri.

Alasan aku ganti-ganti penyebutan diri ini salah satunya karena membaca tulisan blogger lain yang terlihat enak dibaca dengan gaya mereka. Tapi pada akhirnya kembali ke "aku" karena panggilan diri sehari-hari seperti itu.

Awal menggunakan kata "gue" itu adalah SMP. Waktu pertama kali buat blog ini. Dan emang sering menyebut diri sendiri dengan kata gue saat berbicara dengan teman-teman sebaya. Tapi entah kenapa, penulisan gue di tulisanku terkesan sok asik dan nggak cocok dibaca. Akhirnya diganti dengan pengucapan aku.

Lumayan nyaman dengan panggilan aku terhadap diri sendiri. Lalu setelah baca tulisan orang lain, kata saya terlihat lebih dewasa dan tegas. Hingga memicuku untul menulis dengan kata saya juga sebagai panggilan diri. Awalnya enak banget bikin tulisan dengan sudut pandang menggunakan kata saya. Tapi kok kesannya nggak ramah ya di aku? Terlalu superior saat dibaca.

Akhirnya kembali dengan penulisan orang pertama sebagai aku. Dan lebih nyaman. Walaupun jadi terkesan feminin dan ramah. Kadang kali, aku juga merasa tulisanku terkedan manja dan centil. Hahaha. Efek sebutan orang pertama dalam sebuah tulisan itu emang besar banget ya. Padahal aku baca tulisan temanku yang bahasanya pakaì Lo-Gue atau Saya-Kamu biasa aja. Tapi pas aku yang pakai kok nggak cocok sih. Hahaha.

Sekali lagi, emang sehari-hari memgenalkan diri dengan kata "aku-kamu" sih ya. Dan emang nggak bisa panggil orang yang baru dikenal dengan gue-lo. Entah kenapa lupa caranya. Apalagi ke org yang lebih tua, mereka gue-elo, sedangkan aku tetap membahasan diri dengan aku-kakak/abang. Hahahaha.


Kalau kalian, lebih suka panggil diri dengan kata aku, saya atau gue nih?

Continue reading Perihal Gue, Saya, dan Aku

Rabu, 07 Agustus 2024

Hewan Kok diajak Ngobrol!

"Ngapain sih hewan diajak ngomong? Emangnya dia bakal paham apa maksudmu?"

"Setiap ketemu hewan dipanggil terus, emang dia bakal datang apa?"

"Ada-ada aja, hewan kok disayang banget."

Itulah kata-kata yang sering aku dengar dari orang sekitar, terutama kalau aku lagi kasih makan kucing aku. Kalian pernah nggak sih dibilang begitu sama orang sekitar? Terutama kalian yang pelihara hewan di rumah. Kalau iya, mari berkumpul, satukan barisan. Aku juga termasuk golongan kalian!

Setiap jalan ke manapun, kalau ketemu kucing pasti aku otomatis panggil atau nyamperin buat sekadar elus-elus kepalanya aja. Sampai dipanggil pengasuh kucing saking seringnya nyamperin kucing dulu kalau di jalan. Aku sih santai-santai aja. Soalnya mereka pasti nggak paham rasanya waktu kita tegur kucing di jalan dan dia nyamperin, kan. It's priceless!

Mungkin bagi yang belum pernah memelihara binatang, nggak bakal mengerti rasanya ngomong sama hewan peliharaannya. Kalian gitu nggak sih? Suka cerita juga sama hewan di rumah kalau lagi sendirian sama mereka? Bahkan kadang aku juga nggak sadar kalau aku lagi ngajak ngobrol kucingku. Karena ya, mereka bukan sekadar "peliharaan" aja di mataku, tapi juga temanku (walaupun kerjaannya minta makan mulu tapi aku sayang). Entah kenapa, aku yakin kalau mereka mengerti apa yang kita rasakan.

This is nCim!

Menurutku, kucing adalah makhluk dengan perasaan halus. Walau kadang menyebalkan juga. Berbicara dengan kucing adalah suatu terapi menghilangkan rasa marah (kalau alasan marahnya bukan karena si kucing ya).

Katanya, kucing juga bisa menyerap energi negatif manusia. Itulah alasan mereka bisa tidur dalam waktu yang lama. Untuk melepaskan energi negatif yang telah mereka serap dari manusia.

Katanya juga, kucing bisa merasakan manusia dengan energi positif, lho. Makanya kalau kita sedang duduk di luar, kadang ada kucing yang ikut nimbrung. Selain minta makanan, bisa jadi artinya energi kamu dan si kucing cocok!

Siapa yang suka ajak ngomong kucing kayak aku?
Call her, Lily!

Continue reading Hewan Kok diajak Ngobrol!

Senin, 05 Agustus 2024

Hidup Setelah Menikah

 Halo!

Terhitung bulan ini, kira-kira hampir 2 tahun aku menjalani pernikahan. Cukup menarik, karena banyak hal baru yang aku rasakan, banyak emosi juga yang mulai terlihat.

Kata orang, satu tahun pernikahan itu penuh dengan drama. Karena bersatunya dua orang yang tidak saling mengenal dalam sebuah rumah. Mulai dari perbedaan cara tidur, mandi, makan, dan kegiatan sehari-hari lainnya. Tumbuh dari atap yang berbeda dan meniti di atap yang sama memang unik sih.

Contoh kecilnya, mematikan lampu saat tidur, urutan mandi, urutan mencuci piring, dan yang penting adalah kebiasaan berbenah.

Aku adalah si telat tidur dan telat bangun, sedangkan suamiku adalah si awal tidur dan awal bangun. Aku si mudah kedinginan, dan suamiku si mudah keringatan.

Hidup setelah menikah nggak menyeramkan, seperti kata orang-orang. Tahun pertama pernikahan itu adalah masa orientasi, jadi siap-siap sering bertengkar, katanya. Banyak kebiasaan yang baru muncul setelah hidup bersama, dan inilah alasan pertengkaran dimulai.

Pertengkaran memang ada sih, tapi nggak semenyeramkan itu juga kok. Semua bisa diselesaikan dan dikompromikan dengan baik, selama ada makanan setelahnya.

Pepatah yang bilang, semua masalah bisa diselesaikan kalau perut kenyang itu benar, lho.

Continue reading Hidup Setelah Menikah

Sabtu, 11 Februari 2023

,

Hi, I'm Finally Married!

 Halo!

aaaaaa, sudah ganti tahun, dan aku baru sempat tulis blog-ku lagi. Apa kabar teman-teman? Aku rindu kalian!

Aku mau mengabarkan kalau di bulan Desember lalu, aku menikah!

Kaget gak sih? Karena aku lebih kaget! Aku nggak pernah menyangka akan ada di posisi menjadi seorang istri dan tinggal berdua dengan suami. Rasanya kemarin aku masih galau di tulisanku, dan sekarang aku udah membangun rumah tangga bersamanya (aih, malu ngetiknya).

I'm serious, guys!

Jadi, aku menikah di bulan Desember di salah satu taman Jakarta, Taman Langsat! Senangnya dream wedding-ku diwujudkan oleh suamiku.


Menikah di taman Jakarta di bulan Desember sebenarnya seperti mengorbankan diri di kandang buaya, teman-teman. Karena di bulan itu, prakiraan cuaca selama seminggu sebelum hari H-ku hujan. Aku dan calon suami (waktu itu) hanya bisa pasrah dan berdoa. Orang tuaku menyarankan untuk shalat hajat h-7 hari sebelum acara, agar semuanya berjalan lancar.

Walau sempat mendung dan dikagetkan dengan suara petir, alhamdulillah pernikahanku berjalan lancar dan tidak hujan. Walau suasana agak dingin dan gelap.


My wedding dream!

Eh, iya, kalian tau gak sih kalau taman di Jakarta bisa dipakai menjadi lokasi pernikahan? Ini membantu banget buat aku-dan mungkin teman-teman lain- menekan budget pernikahan. Karena kita cukup bayar biaya retribusi aja.

Sebanding sih dengan proses mengurusnya yang agak sulit dan lama. Karena covid, kami harus mengurus ke satgas dan polsek untuk izin keramaian. Kedua hal itu selesai di h-1 acara. Makasih sekali buat suamiku yang h-1 masih urus sana-sini. huhu super lov.

Foto di jembatan taman, hihi

Tapi emang pernikahan kami terkesan rushing time sih. Karena semuanya baru disiapkan H-1 bulan sebelum menentukan tanggal. Hahaha. Ini semua gara-gara salah satu sahabat suamiku menikah di tanggal yang sama, kami harus memajukan tanggal, ke KUA dan buru-buru mengontak semua vendor untuk dealing.

Semua persiapan kami urus sendiri, termasuk dokumen pernikahan dan perizinan, tes food, desain dekorasi, souvenir, dan EO memakai teman dekatku. Super lov sama kalian pokoknya!

Here's the team!

Hehe, terakhir. Ternyata kegalauanku di blog ini terbayarkan. Seperti yang aku bilang di tulisanku pada tahun 2019, entah kenapa saat bertemu dengan dia, aku yakin kalau aku harus mendekatinya.

Anyways, selamat bulan Februari, teman-teman!

Continue reading Hi, I'm Finally Married!

Sabtu, 30 April 2022

Having Friend(s) is a Gift!

Assalamu'alaikum!

Gimana liburannya kemarin? Puas nggak jalan-jalannya? Sama siapa aja mainnya?

Kalau aku, selama liburan kemarin akhirnya bisa kumpul sama teman-teman masa kecil! Seneng! Karena walaupun rumah kami dekat, tapi kalau mau sesuaikan jadwal buat kumpul rasanya susah banget. Ada aja kegiatannya tiap hari dan jadi banyak nunda-nunda deh.

Punya teman itu merupakan salah satu kado terbaik ya. Ada yang mau paham dan mengerti, rela bantu, dengar cerita. Punya teman yang baik dan mau mengerti emang sebahagia dan sesenang itu.

Dulu kami pernah selama hampir lebih dari tiga bulan nggak kumpul. Aku pikir bakal canggung waktu ketemu, eh ternyata obrolan malah nggak berhenti-berhenti. Nggak kehabisan bahan cerita sama sekali. Apa aja dijadiin bahan cerita! Hahaha. Since that moment, i'm sure that we are having a close relationship!

Aku punya beberapa teman dekat. Tapi kali ini aku mau cerita tentang teman kecilku, sekitar rumah. Teman-teman di mana aku berkembang dan tumbuh. Dari mereka aku lebih banyak tau tentang nama jalan, orang-orang sekitar dan merayakan tahun baru untuk pertama kalinya. Iya, waktu kecil dulu aku merupakan orang yang nggak bisa bersosialisasi dan basa-basi. Hidupku lurus aja, berangkat sekolah > pulang > main/baca buku di rumah > tidur siang > mandi > nonton tv > tidur. Diulang setiap hari.


friends, teman, sahabat,
One of our pic

Sampai akhirnya aku mulai kenal satu persatu temanku. Nina, tetangga depan rumah dulu. Caca, sepupuku. Lalu dikenalkan dengan Fitri, teman sekelas Nina. Serta beberapa orang lain yang secara nggak langsung dikenalkan ke mereka juga. Awalnya kami bermain dan kumpul biasa aja. Tapi entah kenapa sejak bulan Ramadhan kami makin sering main bareng. Jalan-jalan habis Shubuh, shalat tarawih bareng, terus lanjut nongkrong di jalanan depan gang. Nggak terasa kebiasaan itu berlanjut sampai tiga tahun.

Masuk sekolah menegah atas, kami mulai jarang main. Selain banyaknya tugas sekolah, kami juga menemukan teman baru yang berbeda.Waktu itu kami belum kenal grup chat. Tapi setiap acara ulang tahun, kami berusaha untuk merayakannya bersama!

Kelulusan sekolah adalah momen di mana kami bisa bermain lagi. Akhirnya kumpul yang benar-benar kumpul! Obrolan waktu pertama kali bertemu rasanya nggak selesai-selesai. Apapun umpannya, pasti ada sambarannya.

Mulai bekerja, menghasilkan uang sendiri. Akhirnya kami bisa main bareng dan makan di KFC pakai uang sendiri. Kami bisa belanja pakaian bersama-sama. Kami bisa saling traktir di restoran yang waktu kami kecil hanya sekali dua kali dalam setahun.

Punya teman itu adalah anugerah, sebuah hadiah. Mereka mau mendengarkan ceritamu dan bersedia membantu. Mereka mau berbagi, memarahimu, membelamu. Padahal tak ada hubungan darah di antara kalian. Mereka peduli. Aku banyak belajar dari mereka, tentang berbagai hal. Dan mereka nggak segan untuk membantu. Kalau kalian melihat Manzila sekarang yang agak lebih baik, salah satunya karena peran mereka juga.

Jadi, terima kasih telah menjadi teman selama lebih dari sepuluh tahun! Semoga kita selalu bisa jadi teman yang saling mendukung dan menguatkan.
Continue reading Having Friend(s) is a Gift!

Kamis, 28 April 2022

Kepada Dia yang Perasa

Hai.

Lelah juga ya setelah sejauh ini melangkah. Kakiku kebas, kamu gimana?

Boleh kita istirahat dulu sebentar? Duduk santai memandang matahari terbenam di tepi jalan. Tak ada obrolan pun tak apa. Bahkan definisi nyamanku bersamamu adalah saat kita tanpa bicara namun tetap merasa terkoneksi.

Aku merasa sudah terlalu jauh melangkah, meninggalkan orang-orang di sekitarku, sedangkan kau masih bisa bersama mereka. Itu membuatku berpikir, seberapa banyak yang aku singkirkan?

Hal yang aku inginkan memang kudapatkan, tapi apa ini sebanding dengan momen yang aku tinggalkan di belakang? Aku hanya membawa logika dan egoku, sepasang kawan lama yang kembali dipertemukan. Mereka terlihat senang sekali mengaturku, menjadi yang paling semangat saat aku sedang kesulitan.

Pernah beberapa kali aku mengajak berhenti untuk sekadar memandangi langit malam yang menenangkan, namun kau selalu bilang malam terlalu menakutkan untukku. Atau meminta berhenti untuk sekadar duduk di trotoar sambil menghabiskan jajanan yang kita beli di sana.

Aku hanya perlu istirahat dari sibuknya hariku, aku hanya perlu memandang sekitar, aku hanya perlu waktu untuk tidak melakukan apa-apa bersamamu.

Ternyata jalan yang kita lalui sudah tidak lagi satu arah. Aku dengan kesibukanku akan pekerjaan dan percintaan, dan kau yang merasa dilupakan lalu pergi mencari kebahagiaan.

Hingga saat ini pertanyaanku masih sama. Namun tidak akan aku ucapkan lagi, karena pada dasarnya kita sudah berbeda, tak ada suatu benang yang bisa menjahit sisinya. Jadi, aku memilih untuk merelakannya. Mungkin kita akan lebih indah jika memiliki polanya sendiri.


Sampai jumpa di persimpangan jalan, tempat aku dan kamu bertemu saat saling rindu. :)

Continue reading Kepada Dia yang Perasa

Selasa, 26 April 2022

,

Tentang Merasa Cukup

Hai! Apa kabar!

Akhir-akhir aku ini sedang tidak merasa baik-baik saja. Padahal ini bulan kelahiranku, tapi rasanya seperti ada sesuatu yang kurang.

Ekspektasi untuk diberi ucapan oleh orang-orang terdekat malah membuatku murung. Aku kecewa saat dilupakan, karena menurutku hari ulang tahun adalah momen penting. Satu kali seumur hidup, hal yang harus disyukuri dan dirayakan.

Setelah dipikir-pikir, siapa yang seharusnya bersyukur? Bukankah harusnya aku sebagai orang yang dilahirkan, harus lebih banyak memuji penciptaku dan meminta maaf atas kealpaanku dalam beribadah kepadanya?

Aku banyak sadar saat melakukan kesalahan, dan kadang memaklumi hal itu atas dasar kesenangan diri dan merasa "Allah-ku mengerti kok". Sombong ya?

Hingga aku menemukan suatu lirik lagu yang terdengar sangat mewah. Sebuah lagu dari Tulus dengan judul "Diri". Pasti semua orang sudah pernah mendengarnya. Bait di lagu

"Suarakan, bilang padanya jangan paksakan apa pun. 
Suarakan, ingatkan aku makna cukup."

Rasanya semua emosiku hari itu reda karena sebuah lirik lagu. Ingatkan aku makna cukup. Satu kalimat yang meluluhkan api kemarahan atas tidak adanya ucapan ulang tahun dari beberapa orang terdekat. Padahal jika diingat kembali, ada lebih banyak orang yang mengingat dengan senang hati dan memberikan doa baik. Aku lupa pada mereka yang benar-benar peduli, saking fokusnya dengan orang yang bahkan sudah melepas jabatan tangan.

Yang aku sadari saat ini, perasaan cukup adalah sesuatu yang sangat mewah. Cukup atas nikmat, cukup atas kehadiran manusia, cukup atas rezeki, dan kecukupan lainnya.

Untuk itu, doa tahun ini adalah, "Menjadi bahagia, merasa cukup atas diri serta hal-hal di sekitar, dan dikelilingi orang baik yang mau menuntunku."


Selamat bulan kelahiranmu, diriku.

Continue reading Tentang Merasa Cukup

Jumat, 18 Desember 2020

Lonely

Have you ever Feels so lonely because you pushed away people you wanna talk to?

Feels like you can’t talk to other, can’t describe what you think, but you don’t want to leave alone. You just need them to stay with you and doing nothing. So you just laying on your bed and crying alone all over night.

Everybody love to be alone, but hating the lonely part.

Just wanna heard. With no solution, no judging view, no interrupted.


Ah, that’s me.


I hate that lonely part of alone.



Continue reading Lonely

Selasa, 23 Juni 2020

That Kind of Word, Terserah

*Perhatian, artikel ini penuh dengan opini pribadi. Kalau kamu berbeda pendapat, aku hargai, tapi nggak tertarik buat berdebat. Mohon maaf. Hahaha

Halo!

Ada satu kata yang aku benci banget pemakaiannya. Benci, bukan nggak suka lagi. Kata "Terserah". Entah diucapkan siapapun, aku nggak suka kalo dapat jawaban terserah. Karena aku butuh jawaban, butuh ide lain, bukan jawaban klise dan nggak jelas.

Jawaban terserah adalah jawaban yang paling nggak punya rasa kepedulian menurutku. Kalo aku tanya, "mau makan apa?" lalu jawabannya "terserah" selalu berhasil bikin aku kesel sendiri. Nggak membantu sama sekali, yang ada bikin tambah mikir "ini orang bakal suka nggak ya?" karena sebagai omnivora, makanan apa aja aku bisa makan yang penting halal dan nggak ekstrem.

Apalagi pas berdebat dan dijawab terserah. Benci banget. Kalo udah di-terserah-in gitu, ya beneran terserah aku. Suka-suka aku mau ngapain setelahnya, lha wong diminta begitu kok.

Nggak, jawaban terserah bukan berarti pasrah. Menurutku terserah itu jawaban paling gampang buat ngejelasin level capek dan udah nggak mau peduli lagi. Dibanding, "aku nggak ngerti lagi mau bales apa." jawaban terserah cenderung ke arah mau menyerah aja.

Kalo jawabanku udah muncul kata ini, artinya aku benar-benar menyerahkannya ke kamu dan aku nggak peduli lagi. Terserah apa pun yang mau kamu lakukan, kamu udah nggak masuk di daftar orang yang nggak bakal aku terserah-in.

Sejauh ini, aku jarang banget kasih jawaban terserah. Waktu bingung mau makan apa, aku bilang "Belum tau, coba kasih ide tapi aku lagi nggak pengin makan A." atau kalo ada di dua pilihan "Z bagus, tapi blablabla. Nah si X blablabla, tapi dia keren. Aku lebih suka Z sih." Selalu aku kasih jawaban, karena aku tau rusuhnya otak waktu lagi bimbang.

Eh, tapi jangan kira aku nggak pernah kebingungan ya. Sering kok. Kalo lagi bingung gitu, biasanya aku pikirin lagi selama 30 menit. Misalnya bingung juga, aku nggak pilih dua-duanya. Mendingan cari yang lain, karena kalo kamu pengin banget, kamu nggak bakal bingung atas pilihanmu.

Kenapa tulisanku terasa ofensif banget ya? Hahaha. Gapapa, sesekali deh.


Cheers!
Continue reading That Kind of Word, Terserah

Senin, 11 Mei 2020

Self Quarantine

Hai!

Apa kabar? Gimana kabarnya selama karantina diri sendiri? Kalian udah mulai ngerasa bosan atau stress nggak? Aku hampir.

Terhitung tengah Maret hingga menuju Mei, udah mau dua bulan kita di rumah aja. Nggak boleh ke luar jauh-jauh, bahkan Mall dan tempat rekreasi pun ditutup. Transportasi publik pun dibatasi. Seenggaknya warung kelontong, pasar supermarket, minimarket masih dibuka. Dua bulan ini, belanja bulanan ke minimarket aja rasanya happy banget. Standar kebahagiaan aku jadi lumayan menurun. Yang tadinya refreshing harus minimal ke jalan naik Transjakarta sendirian, sekarang keliling gang besar rumah udah lumayan bikin mood membaik.

Ah, iya. Aku juga jadi sadar, bahwa semua orang suka menyendiri tapi benci kesepian. Karantina diri ini membuat beberapa orang makin merasa kesepian, padahal mereka nggak tinggal sendirian. Ada pikiran yang tidak bisa dibagi dengan orang yang ada di sana, atau cuma butuh di dengar dan mendengar aja. Juga bagi beberapa orang, ada yang merasa rumah bukan tempat yang nyaman untuk berdiam diri terlalu lama. Makin rumit urusannya.

Semenjak pandemi ini, rasanya standar bahagia orang-orang jadi terlihat receh dan mudah. Ketemu kurir paket, main sama kucing, beli nasi goreng di abang depan gang, atau ngeliatin awan dari depan rumah. Semua orang sibuk cari pengalih pikiran, dengan candaan atau keributan. Di twitter, hampir setiap hari ada gosip terhangat, konten receh yang bikin ngakak atau keributan baru akibat hal remeh-temeh, nggak difollback contohnya. Hahaha. Bener deh, selama 22 tahun hidup aku nggak pernah sengakak ini sama jokesnya tahilalats tentang perkawinan antara paprika dan jeruk. Kotak tertawaku sepertinya rusak.
Kalian udah menemukan hobi baru selama di rumah? Atau udah sampai di tahap bingung mau melakukan aktivitas apa lagi saking banyaknya yang udah dicoba? Kalo aku udah masuk ke tahap, lumayan bosan melakukan hobi dan kehabisan ide untuk melakukan hal baru. Apa lagi ya yang harus aku lakukan?

Huft, ini tulisan pertamaku tentang self quarantine ini. Aku hampir gak bisa fokus lagi buat nulis terlalu panjang. Ini aja aku tulis setelah aku jalan pagi, aku benar-benar butuh udara segar. Tenang, aku pakai masker, tidak memegang apapun, dan berjalan sendirian. Rasanya Jakarta sama saja.

Stay sane, teman-teman. Ah iya, aku pun juga.

Continue reading Self Quarantine

Sabtu, 29 Februari 2020

Perihal Meninggalkan dan Ditinggalkan

Perihal meninggalkan dan ditinggalkan tidak pernah mudah untuk diurai atau pun dituliskan. Tidak akan pernah. Apalagi jika alasan pergi adalah karena keadaan. Semesta tak lagi mengijinkan untuk mendekat. Sakit, tapi rasa sakitnya tidak bisa mengalahkan rasa kosong karena kebiasaan-kebiasaan yang dulu tidak bisa lagi dilakukan bersama.


Memutuskan pergi tidak akan pernah sederhana. Penuh air mata untuk mengurusnya, penuh drama untuk melepasnya. Dibuatnya dari seluruh kesedihan dan keputusan panjang, melelahkan. Ikhlas pun belum tentu mengekori pergi. Kadang dia memilih untuk tertinggal di belakang, atau memilih tidak ikut. Pergi berjalan sendiri dengan hati terluka dan tangisan yang tidak bisa dilepaskan.

Yang ditinggalkan pun tidak akan pernah mudah. Sabar saja tidak cukup. Ada kehilangan yang siap menyapa di depan mata. Penyesalan dan menyalahkan diri sendiri akan berkunjung bergantian, bahkan kadang bersama-sama datang bertanya kabar. Sedangkan ikhlas yang ditunggu tidak juga hadir untuk melihat keadaan sebentar. Sesak.

Entah bagaimana harusnya melewati kepergian. Apakah dengan tangisan atau dengan berpura-pura menjadi baik-baik saja? Membiarkan waktu yang katanya akan menyembuhkan. Mengijinkan lupa melakukan tugasnya. Menyuruh hati sadar akan kehilangan secara paksa.

Padahal sudah berhati-hati merawat dan mengasihi, tapi ternyata rasa ingin memiliki lebih menguasai.

Continue reading Perihal Meninggalkan dan Ditinggalkan

Senin, 30 Desember 2019

Am I Good Enough?

Monday Night. Through the melody of pourin' rain. I wondering myself.

Am I good enough?

I don't good enough to accept the kindness. What have I ever done to receive this much kindness, eh? Did I ever save a person in my previous life?

This year feels like I receive so much kindness and blessing. Sometimes I think that my dream nearly reach out. Just one step closer, and when I want to up to the stairs the dream feels far away. Like utopia. No. It's not about reset to the beginning, but I feel afraid step up again. I need something to hold on.

Am I good enough to handle every problem that I had? This year feels so exhausting. I'm tired and have been crying to through it. Even now, I don't know how I still look fine after all. Hahaha. When overthinking strikes your impulsive-ness. Whoa, I feel lost at times.

After all this overwhelming year, I just wanna laying down on the grass and looking the blue sky. Contemplation. Am I doing better than last year? Am I good enough to having someone new? Can I be better day by day?

Sigh. With this wonderful year, I just wanna thankies myself. Thank you for being myself, for not giving up, for choose to happy, for everything. Thank you for this year. Let's growing up better more than year ago. I promise that I'll never give up on everything.
Continue reading Am I Good Enough?

Selasa, 24 Desember 2019

Aren't we?

Don't let me feel like I'm fighting by my own
We are partner, aren't we?
I need you too, like you needed me

Don't let me think that I'm too good for you
Then I can leave you whenever I want
We must learning things together, aren't we?
I want to be taught too, like we still do

Don't let me say that I'm the most
You know we are all only human, aren't we?
I like being advice by you

Please,
don't make me feel that I'm bleeding the most
that you're the lucky one
and any mean word that I don't wanna hear
and any evil thought that I don't wanna say

Related image


We're still trying to be better, aren't we?
Continue reading Aren't we?

Sabtu, 07 Desember 2019

I Don't Wander Anymore

"Match your step with me, so I don't wander anymore." said one o' my friend when I asking for instagram caption. That's a part of Heartbeat by BTS lyric. I've said to her, I gonna use that caption for next post, but I haven't used it yet.

Now, someone make me feel like those lyric. I don't wander anymore. Maybe it's sounds cringe but that's what I feel. This one person who doesn't make me wander anymore. Because meeting him is like I found my destination.

Someone who made me think "Aw, you're so cute. I can't stand this", "I love your thought." or "How sweet you are. Thank u." Really. Maybe I don't reaction too much when he do those things, but I am grateful at all the times. How can I taking this uwu moment? 

Maybe I wrote this in a state "Bucin Season" but I'll let it be. I just wanna share to feeling loved. Seriously, I never feel dramatic like this, but I love when he helped me out. Feeding me, rub my head, anything about him I loved.

Aaaaa, I can't stand those cute little things. Feeling afraid and melted seldom. How exaggerate me.

Really. thank u for your existence. For anything u do for me. For making me don't wander anymore. Wuf u! 
Continue reading I Don't Wander Anymore

Sabtu, 16 November 2019

Obrolan Satu Pagi

Assalamu'alaikum! Haiiiii! Akhirnya aku nulis lagi. Iya, setelah minggu-minggu stuck ide karena mood selalu bagus dan terlalu terang, aku jadi nggak bisa mengurai kegalauanku seperti dulu. Hahaha. Hal itu juga yang bikin aku mikir, kenapa yang senang dan bahagia juga nggak dibagikan? Biar ikutan jadi bagian cerita yang harus dipigura. Diabadikan dalam sebuah tulisan. Lets talk about it.

Obrolan satu pagi ini aku buat karena entah kenapa akhir-akhir ini aku selalu tidur larut malam. Pekerjaan dan obrolan satu pagi dengan orang-orang terdekat emang selalu bikin aku terjaga. Rasanya kalo ngobrol di jam satu ke atas, pembicaraan yang mengalir terasa lebih jujur dan dalam. Kalau aku bilang, Manzila mode malam itu bawel banget. Apa aja diceritain, kayak orang mabuk. Padahal mah karena emang lagi banyak pikiran aja, kebetulan ada teman yang mau dengar jadi nggak sengaja kebuka satu persatu lembaran bukunya. :))

Di jam ini, rasanya waktu lagi baik hati untuk kosongin pikiran. Apalagi kalo ada teman yang mau diajak ngobrol. Udah, kelar. Rasanya seluruh emosi yang aku tutupin ke semua orang bisa ketauan di jam ini; ketakutan, overthinking, harapan, mimpi, marah, sedih. Semuanya. Obrolan satu pagi ini bener-bener ya. Hanya aja. nggak dengan semua orang aku bisa ngobrol pukul satu pagi. Aku lebih sering malas balas chat kalo udah di atas jam dua belas. Hahaha.

Pertama kali ngobrol sama Mama, sekitar tengah malam, beberapa tahun lalu. Waktu semua orang udah pada tidur, aku malah ngajak Mama cerita. Merasa bersalah karena ambil jam tidurnya, tapi berkat obrolan itu juga aku jadi lebih terbuka untuk berbagi cerita. Awalnya tentang kegiatan harian aja, terus akhirnya kelepasan  ngomongin apa yang selama ini aku mau ceritain. Sejak itu juga aku bisa ngobrol banyak sama Mama. Lega banget rasanya. Sekarang jadi terbiasa cerita banyak hal :)

Terus pertama kali bisa terbuka sama salah satu orang terdekatku sekarang, karena obrolan random satu pagi. Nggak nyangka. Hahaha. Malu karena akhirnya dia tau aku yang sebenernya gimana, tapi rasanya seneng bisa saling bagi cerita. Akhirnya jadi kebiasaan, obrolan satu pagi selalu jadi favorit!

Kali ini juga, untuk pertama kalinya aku berani. Nggak lagi ragu, nggak lagi abu-abu. Boleh aku kasih kepercayaanku yang masih ada? Tapi masalahnya kalau aku udah percaya, aku jadi ketergantungan. Boleh nggak aku minta waktu untuk mau direpotin nanti?

Tuh, kan. Obrolan satu pagi ini emang bahaya. Udah, ah. Tulisannya aku selesaikan di sini. :)


Cheers!
Continue reading Obrolan Satu Pagi

Minggu, 28 Juli 2019

Perihal Mematahkan Hati Seseorang

Sesuatu yang retak sebelumnya, pasti tidak bisa kembali merekat, ya? Walaupun diberi lem sekuat apapun. Hal tercanggih pun tidak akan membuatnya sama seperti dulu lagi.

Aku tau itu. Karena aku pernah merasakan dipatahkan.

Dan sekarang, entah kenapa giliran aku yang mematahkan seseorang. Perasaannya. Harapannya. Bahkan tanpa aku sadari. Kebodohan seperti ini kenapa bisa terjadi saat aku sudah pernah merasakan sedihnya dipatahkan?

Kebodohan lainnya, aku tanpa sadar menghancurkannya berkali-kali. Tanpa sadar. Entah aku terlalu bodoh untuk menyadari kebesaran hati seseorang, atau menjadi terlalu terbiasa diterima. Aku yakin sejak saat itu perasaan tidak akan seperti dulu lagi.

Aku sadar saat sepertinya semua telah terlambat. Terlalu terlambat untuk bisa membantunya mencari kepingan perasaan yang sudah berceceran itu. Seseorang itu telah membuat bentengnya sendiri.

Aku terlalu telat untuk sadar dan memperbaiki.

Seperti penjahat pada film-film pahlawan yang akan selalu kalah. Aku hanya menatap seseorang yang merapikan kenangan dan berusaha memperbaiki harapannya kembali dari jauh. Tanpa bisa mengulurkan tangan untuk membantu, seperti dulu.

Menjadi tidak peka sangat melelahkan, padahal sebelumnya hal itu sangat aku inginkan. Sepertinya lebih baik kembali mengasah rasa, lebih baik aku yang terluka. Aku tidak rela melihat orang-orang di dekatku patah karena aku.

Mungkin maaf dan terima kasih tidak lagi ada harga jika aku yang berbicara. Tapi aku tidak memiliki kata yang lebih ingin ku katakan selain itu. Maaf telah mematahkan kepercayaanmu, dan terima kasih masih menerimaku walau aku yakin semua tidak akan seperti dulu lagi.
Continue reading Perihal Mematahkan Hati Seseorang

Jumat, 26 Juli 2019

Kepada Yang Ragu Melangkah

Kamu tau bahwa kamu belum siap. Bahwa kamu masih ragu. Bahwa kamu ketakutan. Tapi kamu malah mendobraknya. Menerobos batas yang kamu buat sendiri.

Hingga akhirnya bertemu dengan jalan-jalan yang membuatmu kebingungan. Sebagai orang yang tak memiliki pengalaman, kamu pasati tersesat di seluruh arah. Semua tidak terasa familiar, buta arah sepertinya adalah nama tengahmu ya.

Kulihat jalanmu melambat. Nafas pendekmu, kaki yang gemetar dan kamu terus berjalan. Tapi apa kamu tau yang kamu tuju? Mungkin bukan apa, tapi, Siapa yang kamu tuju?

Keraguan selalu menguasai langkahmu, kan? Kamu tersesat oleh imajinasimu sendiri. Bagaimana mungkin kamu bisa lanjut melangkah, bahkan saat sayap yang kamu gunakan patah? Bahkan saat pijakanmu itu goyah?

Tujuan itu tidak berubah. Tapi hatimu yang ketakutan dan kadang menyerah.
Tujuan itu tidak semu. Tapi langkahmu yang ragu-ragu.

Kamu butuh navigator. Atau setidaknya membaca semesta. Juga, asahlah rasa. Peka.

Aku tau, kamu hanya mulai berusaha. Dan akhirnya mau mencoba. Tapi aku harap, kamu tidak lagi meragu. Tidak selalu membiru.

Kasihan sesuatu yang kamu tuju itu. Dari yang terbaca jelas, hingga akhirnya ikut abu-abu.
Continue reading Kepada Yang Ragu Melangkah

Sabtu, 13 Juli 2019

, ,

Istirahat

Hallo.

Maaf, akhir-akhir ini rasanya aku kehilangan mood untuk melakukan apapun. Rasanya cuma ingin tidur seharian atau duduk di taman tanpa melakukan apapun. Perasaanku benar-benar berantakan. Emosi macam apa ini? Rasanya patah hati banget. Sedih. Nggak dipedulikan. Overthinking. Mau nangis. Males ngomong. Iri terhadap apapun. Kenapa sih?

Aku pengin cerita ke seseorang. Tapi aku nggak tau harus cerita apa dan gimana? Dan juga apa ceritaku nanti buat orang itu juga ikut ngerasa sedih? Jadi merasa bersalah? Gimana kalo nanti malah menyebarkan masalah?

Rasanya pengin menyandarkan kepala sebentar di bahu seseorang sambil disayang. Diberi tau kalau semuanya bakal baik-baik aja. Ada waktu di mana kamu emang harus nangis tanpa sebab. Atau cuma butuh seseorang untuk dipeluk tanpa banyak bertanya. Rasanya pusing sekali mendengarkan isi kepala yang tidak selesai.

Atau diajak jalan ke tempat yang menenangkan, mendengarkan suara air mengalir atau burung-burung berkicau. Suara daun yang tertabrak angin. Atau suara anak-anak kecil tertawa dan saling berlari-larian.

Takut tapi nggak tau apa yang ditakutkan. Merepotkan diri sendiri dan bikin bingung orang lain. Aku nggak suka aku yang kayak gini. Aku nggak suka aku yang cengeng. Aku nggak suka aku yang nyakitin orang lain terus. Aku nggak suka aku yang nggak acuh sama orang lain.

Butuh me time, mungkin? Setelah selama ini lelah berinteraksi dengan orang-orang. Mendengarkan keluh kesah mereka ternyata sedikit berdampak juga kepadaku. Aku harus segera ke perpustakaan.
Continue reading Istirahat