Tampilkan postingan dengan label Personal. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Personal. Tampilkan semua postingan

Jumat, 09 Agustus 2024

Persamaan

Seperti Kayu yang mencintai Api, walaupun api tak mengetahui kesakitan Kayu sampai ia rela menjadi abu.

Seperti Langit yang mencintai Hujan, meskipun langit harus menangis terlebih dahulu saat datangnya hujan yang memberi kebahagiaan.

Seperti Ali yang mencintai Fathimah dengan sangat rahasia, sehingga Setan pun tak tahu perasaan Ali terhadap Fathimah.

Seperti aku yang mencintaimu tanpa diketahui teman-temanku, soalnya kalo mereka tau nanti aku dicie-ciein. Huh.


---



Continue reading Persamaan

Selasa, 06 Agustus 2024

Menjauhi Ekspektasi

Sejujurnya aku nggak bakal melarangmu bertemu temen sampai larut malam. Tidak juga melarangmu main game sampai lupa waktu. Juga tidak marah waktu kamu lupa mengabariku berjam-jam karena kesibukanmu.

Kamu sudah dewasa dan tau batasan diri.

Mungkin dulu aku pernah kesal, tapi sekarang.. sudahlah. Aku nggak mau marah, aku cukup lelah.

Lelah karena diekspektasiku, kamu akan mengabari walaupun menghilang lagi.
Lelah karena saat aku memikirkan kesehatanmu, tapi kamu lebih memilih bertemu temanmu.

Aku tidak lagi berekpektasi apapun. Hanya berharap kamu bisa diberi yang terbaik. Tidak juga berpikiran negatif tentangmu. Sama sekali.


Namun aku butuh jaga diriku dari rasa kecewa.

Aku tau hubungan personal memiliki beragam macam emosi. Tapi tidak apa, aku harus membentengi diri.

Aku tidak mau terlalu banyak berharap, karena sejujurnya aku masih takut kecewa.
Aku tidak mau terlalu banyak memaksa, karena sejujurnya aku juga benci dipaksa.
Aku tidak mau terlalu banyak tuntutan, karena aku pun masih harus banyak berubah.

Aku akan menjauhi berekspektasi.
Continue reading Menjauhi Ekspektasi

Selasa, 14 Februari 2023

,

Kita Usahakan Rumah Itu

 Haiiii!

Teman-teman, ada yang tahu lagunya mas Sal Priadi, Kita usahakan rumah itu, gak sih?

Kita usahakan rumah itu

Saat pertama kali mendengarkan lagu ini, rasanya.. terharu. Seperti itulah hubungan suami-istri yang selalu ada dalam bayanganku saat kecil. Makanya selalu ada permainan "rumah-rumahan" kalau aku main.

Seperti judulnya, lagu ini bercerita tentang pasutri baru menikah yang sedang mengusahakan sebuah rumah untuk mereka. Sebuah rumah sederhana yang nyaman dan penuh dengan tempat untuk quality time berdua. Seperti itu juga rumah dalam bayanganku.

Saat ini, kami menyewa rumah yang membuat jatuh cinta saat pertama kali kami kunjungi. Setelah setuju, kami menempatinya dan mengisi rumah dengan barang-barang, cinta, dan harapan, agar semoga bisa selalu semesra ini.

Banyak barang yang belum kami beli, jadi bisa dibilang rumah kami masih setengah kosong. Namun ini membuatku merasa takjub dan agak sedikit.. bisa dibilang, bangga. Kami bisa membeli barang-barang yang kami inginkan satu per satu. Suatu hal, tidak, banyak yang kami syukuri.

Saat melihat kasur yang luas, kulkas, dan mesin cuci, aku merasa sangat bersyukur. Karena dulu membeli hal tersebut adalah waktu yang panjang, aku butuh waktu bertahun-tahun untuk menabung. Rasanya tidak percaya, walau pun bekas, tapi kami mendapatkan barang yang masih bagus dan bersih.

Seperti lagu "Kita Usahakan Rumah Itu" yang selalu kuputar setiap hari. Kami berusaha mengusahakan tempat ternyaman untuk pulang dan beristirahat. Karena sejauh apa pun kami pergi, rumah yang kami tinggali adalah tempat terbaik untuk melepaskan topeng yang terpasang lama.

Semoga teman-teman yang juga sedang mengusahakan rumah tinggal bersama pasangan, bisa mewujudkannya bersama ya!

Aamiin!

Continue reading Kita Usahakan Rumah Itu

Sabtu, 11 Februari 2023

,

Hi, I'm Finally Married!

 Halo!

aaaaaa, sudah ganti tahun, dan aku baru sempat tulis blog-ku lagi. Apa kabar teman-teman? Aku rindu kalian!

Aku mau mengabarkan kalau di bulan Desember lalu, aku menikah!

Kaget gak sih? Karena aku lebih kaget! Aku nggak pernah menyangka akan ada di posisi menjadi seorang istri dan tinggal berdua dengan suami. Rasanya kemarin aku masih galau di tulisanku, dan sekarang aku udah membangun rumah tangga bersamanya (aih, malu ngetiknya).

I'm serious, guys!

Jadi, aku menikah di bulan Desember di salah satu taman Jakarta, Taman Langsat! Senangnya dream wedding-ku diwujudkan oleh suamiku.


Menikah di taman Jakarta di bulan Desember sebenarnya seperti mengorbankan diri di kandang buaya, teman-teman. Karena di bulan itu, prakiraan cuaca selama seminggu sebelum hari H-ku hujan. Aku dan calon suami (waktu itu) hanya bisa pasrah dan berdoa. Orang tuaku menyarankan untuk shalat hajat h-7 hari sebelum acara, agar semuanya berjalan lancar.

Walau sempat mendung dan dikagetkan dengan suara petir, alhamdulillah pernikahanku berjalan lancar dan tidak hujan. Walau suasana agak dingin dan gelap.


My wedding dream!

Eh, iya, kalian tau gak sih kalau taman di Jakarta bisa dipakai menjadi lokasi pernikahan? Ini membantu banget buat aku-dan mungkin teman-teman lain- menekan budget pernikahan. Karena kita cukup bayar biaya retribusi aja.

Sebanding sih dengan proses mengurusnya yang agak sulit dan lama. Karena covid, kami harus mengurus ke satgas dan polsek untuk izin keramaian. Kedua hal itu selesai di h-1 acara. Makasih sekali buat suamiku yang h-1 masih urus sana-sini. huhu super lov.

Foto di jembatan taman, hihi

Tapi emang pernikahan kami terkesan rushing time sih. Karena semuanya baru disiapkan H-1 bulan sebelum menentukan tanggal. Hahaha. Ini semua gara-gara salah satu sahabat suamiku menikah di tanggal yang sama, kami harus memajukan tanggal, ke KUA dan buru-buru mengontak semua vendor untuk dealing.

Semua persiapan kami urus sendiri, termasuk dokumen pernikahan dan perizinan, tes food, desain dekorasi, souvenir, dan EO memakai teman dekatku. Super lov sama kalian pokoknya!

Here's the team!

Hehe, terakhir. Ternyata kegalauanku di blog ini terbayarkan. Seperti yang aku bilang di tulisanku pada tahun 2019, entah kenapa saat bertemu dengan dia, aku yakin kalau aku harus mendekatinya.

Anyways, selamat bulan Februari, teman-teman!

Continue reading Hi, I'm Finally Married!

Selasa, 26 April 2022

,

Tentang Merasa Cukup

Hai! Apa kabar!

Akhir-akhir aku ini sedang tidak merasa baik-baik saja. Padahal ini bulan kelahiranku, tapi rasanya seperti ada sesuatu yang kurang.

Ekspektasi untuk diberi ucapan oleh orang-orang terdekat malah membuatku murung. Aku kecewa saat dilupakan, karena menurutku hari ulang tahun adalah momen penting. Satu kali seumur hidup, hal yang harus disyukuri dan dirayakan.

Setelah dipikir-pikir, siapa yang seharusnya bersyukur? Bukankah harusnya aku sebagai orang yang dilahirkan, harus lebih banyak memuji penciptaku dan meminta maaf atas kealpaanku dalam beribadah kepadanya?

Aku banyak sadar saat melakukan kesalahan, dan kadang memaklumi hal itu atas dasar kesenangan diri dan merasa "Allah-ku mengerti kok". Sombong ya?

Hingga aku menemukan suatu lirik lagu yang terdengar sangat mewah. Sebuah lagu dari Tulus dengan judul "Diri". Pasti semua orang sudah pernah mendengarnya. Bait di lagu

"Suarakan, bilang padanya jangan paksakan apa pun. 
Suarakan, ingatkan aku makna cukup."

Rasanya semua emosiku hari itu reda karena sebuah lirik lagu. Ingatkan aku makna cukup. Satu kalimat yang meluluhkan api kemarahan atas tidak adanya ucapan ulang tahun dari beberapa orang terdekat. Padahal jika diingat kembali, ada lebih banyak orang yang mengingat dengan senang hati dan memberikan doa baik. Aku lupa pada mereka yang benar-benar peduli, saking fokusnya dengan orang yang bahkan sudah melepas jabatan tangan.

Yang aku sadari saat ini, perasaan cukup adalah sesuatu yang sangat mewah. Cukup atas nikmat, cukup atas kehadiran manusia, cukup atas rezeki, dan kecukupan lainnya.

Untuk itu, doa tahun ini adalah, "Menjadi bahagia, merasa cukup atas diri serta hal-hal di sekitar, dan dikelilingi orang baik yang mau menuntunku."


Selamat bulan kelahiranmu, diriku.

Continue reading Tentang Merasa Cukup

Selasa, 15 Juni 2021

It's.... relieve

 hey, it's been a while.. after my business, denial to everything, keeping it by myself.

udah lama banget dari terakhir kali aku tulis sesuatu di blog ini, sejak terakhir kali membagikan perasaan. kalian apa kabar?

aku sedang menata kembali, kepingan-kepingan perasaan, kenangan, waktu yang kayak aku sia-siakan sebelumnya. rasanya aku terlalu banyak ketinggalan dan meninggalkan segala hal karena kesibukan atas diriku sendiri. terlalu banyak yang dikorbankan atas hal tersebut, keluarga, teman, momen, dan lainnya.

perasaan lega yang akhirnya aku temukan setelah bercerita dan didengarkan. perasaan masih harus banyak belajar setelah dimarahi dan ditolak mentah-mentah penjelasannya. perasaan ternyata tetap butuh seseorang, sejauh apa pun melangkah sendiri.

ternyata yang aku cari selama ini bukan sesuatu di depan sana, bukan pencapaian. aku cuma butuh duduk, memandang kehidupan, dan didengarkan. aku rindu bercerita tanpa harus merasa terbebani.

it's a gift to having an old friend.. it's blessing when you having time with them..

aku yang disibukkan dengan semua mimpi, target, dan tekanan atas diri sendiri ternyata butuh untuk ditahan. agar nggak meninggalkan perasaan dan hanya membawa ego, akibat ketakutan.

dan rasanya hari ini benar-benar lega.

sampai aku bisa menerima perasaan "gak semua harus sesuai keinginan, gak semua harus dipaksa sesuai."

karena enggak semua harus dikejar. nggak semua hal perlu dengan keharusan.



thank u for being someone who always be there.

Continue reading It's.... relieve

Sabtu, 25 April 2020

,

Aku Mau

Aku mau jadi peluruh luka-lukamu. Merawatnya agar bisa kembali utuh. Lalu akan kujadikan diriku penawar rasa, agar tidak lagi kamu merasa sakit seperti dulu kala.

Aku mau jadi bagian dari tatapmu. Melihat dari cara pandangmu, melebur bersama mimpimu. Mendampingi rencana-rencana yang kau kejar di masa depan.

Aku mau jadi telinga keduamu. Mendengarkan cerita yang kau ulang karena lupa. Tak akan kujadikan diriku hakim atas sebuah perkara, agar tak terbebani hatimu saat melepaskannya.

Aku mau jadi satu-satunya yang mengisi dadamu. Memenuhinya dengan degup cinta dan cemburu. Mengisi kosong yang kau cari-cari, agar tak lagi punyai alasan bersedih.

Aku mau jadi salah satu alasan senyummu saat membaca. Yang mengirimkanmu kalimat semanis glukosa. Akan kuramu ia sedemikian rupa, sebuah mantra supaya kamu selalu melewati hari dengan istimewa.

Aku mau jadi orang yang tak putus mendoakanmu. Berbincang dengan Yang Maha Mendengarkan sepanjang malam. Merayu-Nya agar kau selalu bisa menemukan alasan bahagia, sekecewa apapun kau pada suatu masa.


Aku mau kamu.
Continue reading Aku Mau

Minggu, 19 April 2020

Eh, bisa?

Aneh sih, kalo akhirnya aku capek juga buat mempertahankan. Capek buat mengajak. Capek buat memenuhi janji. Capek buat berinisiatif. Eh, tapi emang selalu aku ya? hahaha.

Seingatku aku adalah orang yang mati-matian mempertahankan bahkan saat suatu hal nggak bisa digenggam lagi, nggak bisa untuk dirasakan. Yang berusaha selalu bisa, yang berusaha untuk tetap ada, yang berusaha menahan kepergian walau terlihat nggak terlalu peduli. Aku benci kehilangan, dan semua orang juga benci kehilangan 'kan?


Bukan karena telah menemukan yang baru, apalagi karena ada pengganti. Setiap orang punya tempatnya sendiri, tidak tergantikan. Namun, mungkin semua orang punya batas lelahnya masing-masing? Ahaha, iya, aku lagi mencari dukungan untuk tidak melanjutkan. Aku capek. Serius.

Biarin aja, gapapa. Sadar diri atuh kalo nggak semua hal bisa kamu pertahanin. Nggak semua hal bisa kamu jadikan pegangan, kecuali diri kamu sendiri.

Eh, bahkan apa kamu bisa percaya dengan diri kamu sendiri? :)
Continue reading Eh, bisa?

Jumat, 17 April 2020

Kau yang Salah

Kau yang salah.
Sudah tau akan marah, tapi masih dilakukan saja.
Uji nyali, kau bilang.

Haha, alasan!

Kau hanya terlalu ingin tau.
Padahal kau tau, itu hal yang tidak perlu.

Kau yang salah.
Sudah tau akan sedih, tapi malah diteruskan.
Silakan bermain-main dengan emosimu sendiri.

Lagi pula, untuk apa?

Kau tau akan terasa menyakitkan.
Malahan memaksa untuk terlihat baik-baik saja.

Kau yang salah.
Yang lalu, ya sudah.
Hiduplah saat ini.

Jangan lagi coba-coba.
Continue reading Kau yang Salah

Rabu, 15 April 2020

Surat Pengingat

Halo, aku.

Aneh sih rasanya menyapa diri sendiri kayak gini, tapi lanjutin aja yuk? Udah lama kan nggak buat surat untuk diri sendiri?

Apa kabar?
Ah, iya maaf atas basa-basinya. Kamu terlihat bahagia dan cukup. Aku ikut senang melihatnya. Ngomong-ngomong, selamat menua. Semoga semakin bijaksana. Kamu akhirnya memasuki umur kembar untuk yang kedua kalinya ya? Hahaha

Melihat kamu yang bisa tertawa lepas rasanya menyenangkan sekali, apalagi melihat kamu marah, menangis, dan berbagai ekspresi lain yang akhirnya dapat kamu tunjukkan kepada orang lain. Kamu mengolah emosimu dengan baik, jangan berhenti ya!

Kamu dikelilingi orang-orang yang menyayangimu lho! Jangan segan-segan untuk berbagi cerita. Bahkan ketika kamu malu untuk bercerita, kamu punya aku untuk bertanya. Katakan saja, ceritakan semuanya, ya?

Semoga segala cita-citamu diberikan jalan yang terbaik. Terus berusaha ya? Aku selalu mendukung semua yang ingin kamu lakukan, jadi buatlah dengan niat dan semaksimal mungkin. Tidak apa-apa untuk takut, aku juga kadang takut. Namun kamu harus tetap melangkah jika sudah masuk, jadi jangan menyerah.

Istirahat? Boleh. Luruskan kakimu, dengarkan lagu favoritmu, pejamkan matamu. Tarik nafas dan buang perlahan. Jeda sangat perlu, kau tau 'kan? Jangan memaksakan kaki jika sudah tidak kuat berlari. Memaksa adalah kegiatan yang tidak akan memaksimalkan hasil.

Sekali lagi, selamat mendewasa. Semoga kamu semakin bijaksana, diriku.


:)
Continue reading Surat Pengingat

Kamis, 27 Februari 2020

Let's Pretend to be Fine

Let's pretend to be fine.
Faked smile, happy face, neutral mood. After all we through. Just pretend that we're fine. Eventho' I can't hide my feeling, eventho' that's all really hurt. Maybe you're the one the most hurt in this one.

Like nothing happened, as it should be. Just pretend that we're forget everything. Even ourselves too and our past conversation.

I can't pretend, honestly.
But I think, we're standing on our limit, aren't we?

Too tired to continue this line, too painful to finish the bound.

Is this what we want to be? Pretend that we're fine. Pretend until we're forget everything.

Before becoming stranger, we did strange things.
Before pretend, we've been honest.

But, at the end.

We choose to pretend that everything fine.
Continue reading Let's Pretend to be Fine

Minggu, 16 Februari 2020

Changed

Kata orang, perubahan itu perlu. Untuk bertumbuh, untuk menjadi lebih baik, untuk berkembang. Kata orang juga, perubahan itu memang melelahkan, tidak terbiasa, kerja keras.

Aku setuju. Sangat setuju bahkan.

Menyakitkan rasanya melihat perubahan dan merasakan perubahan itu sendiri. Apalagi jika yang berubah adalah kebiasaan, entah sifat ataupun perbuatan, atau orang-orang. Dari sering menjadi jarang, dari dekat menjadi renggang, dari akrab menjadi asing. Menyedihkan ya?

Sebenarnya siapa yang berubah? Atau apa yang berubah? Kenapa bisa berubah?

Apa waktu bisa mengubah orang? Atau kecewa yang mengubahnya? Hmm, atau juga perubahan itu terjadi karena pendewasaan?

Saat sesuatu berubah, apa yang harus kita lakukan? Apa harus ikut berubah mengikuti arus? Apa tetap bertahan untuk tidak mengubah suatu hal apapun?

Manusia makhluk fleksibel, katanya. Bisa mengikuti arus sambil tetap berpegang pada prinsipnya, apakah itu berarti munafik? Berubah sesuai lingkungan, maksudku beradaptasi. Ah, bukankah adaptasi termasuk perubahan yang baik? Menyesuaikan diri agar bisa bertahan.

Perubahan memang tak selalu baik, tapi hidup salah satunya adalah tentang berubah, kan? Entah menuju hal baru atau ke arah yang sama dengan cara yang baru.

Semoga aku dan kamu juga ikut berubah, menjadi lebih baik. Terutama untuk kita sendiri.
Continue reading Changed

Kamis, 23 Januari 2020

2020, Chapter 1

Hallo!

Memasuki tengah bulan Januari 2020 dan aku baru menulis kontempelasi tentang 2019, wow! Nggak apa-apa, keseharian dan kerjaan aku terlalu menyita pikiran. Jadi mau nulis pun, moodnya nggak sampai buat mengumpulkan apa aja yang udah aku capai di tahun lalu. Iya, aku mau tulis pencapaianku. Bukan buat sombong, cuma mau mengingatkan diriku kalau, "aku bisa lho melewati tahun 2019! Ayo apresiasi apa aja yang udah didapat selama 2019 lalu!" Mungkin ini akan aku update terus, karena aku benar-benar mau melist semua pencapaianku! Hehe

Jadi apa sih yang udah aku capai di 2019 lalu?

Pertama dan yang utama, aku pindah kantor! Yeay! Alhamdulillah! Hashtag becandaku di twitter, #2019GantiKantor terwujud! Pindah ke kantor ini rasanya mengabulkan sekian banyak dari keinginan randomku waktu bergumam: pengin kantor yang nggak di daerah Sudirman, yang bisa bikin aku terus belajar, yang banyak orang dengan berbagai macam latar belakang, aku mau belajar nulis script, mau dong belajar iklan, dll. Banyak banget pokoknya hehehe.

Kedua, ketemu orang-orang baru. Aku baru sadar kalo aku nggak setakut itu kok buat kenalan. Nggak sepasif itu kok buat berinteraksi. Bahkan dari hal-hal nggak penting pun aku bisa panjangin obrolan kok. It's fine!

Ketiga, kenapa harus takut jalan sendirian? Tahun lalu, aku berhasil memecahkan rekor kemalasanku untuk jalan sendiri. Akhirnya! Ternyata seru lho jalan sendirian! Nggak perlu nungguin teman buat nentuin waktu, nggak perlu nggak enak karena mau jalan-jalan terus, nggak perlu ngerasa takut orang lain bete. Seharian jalan sampai lupa makan siang karena terlalu excited dengan jajanan sekitar. Hehe.

Keempat, belajar buat mengatur emosi sendiri. Susah lho. Banget malah. Aku termasuk orang yang marah-marah mulu, semuanya harus sesuai keinginanku. Pokoknya nggak boleh salah, walaupun ada orang lain yang ikut terlibat dalam projek itu. Aku orang yang gampang kesal sih, asli deh. 2019 ngajarin aku buat nggak selalu marah-marah, lebih sabar. Pasti akan ada hal-hal yang di luar kendali, itu bukan salah kamu. Jadi nggak perlu kesal. Oke?

Kelima, aku sadar kalo nggak semua orang sekuat aku buat melewati masalah. Nggak semua cerita butuh solusi. Nggak semua air mata butuh senyum. Kadang dengan ditemani pun udah cukup, didengarkan tanpa berbicara apa pun sudah melegakan. Aku harus lebih banyak mendengar daripada berbicara. Iya, masih belajar.

Hmm, sepertinya baru itu yang bisa aku tuliskan. Lima hal pertama yang jadi pengingat bahwa doaku dikabulkan satu per satu, diberi yang terbaik. Nanti aku akan perbarui pencapaian ini. Pasti.

See u! Cheer up!
Continue reading 2020, Chapter 1

Senin, 13 Januari 2020

Exhausted

Halo!

Pernah nggak sih capek banget setelah melalui hari dengan aktifitas yang padat. Apalagi kalo aktifitas itu mengharuskan kamu ketemu orang-orang atau menyita pikiran banget.

Aku pernah.

Image result for exhausted
exhausted
Rasanya semua energi aku habis terkuras, nggak ada lagi kekuatan buat jadi orang yang ceria. Cuma pengin sendirian, nggak ketemu teman apalagi buat berinteraksi, bahkan sekadar chat.

Mungkin buat orang-orang bakal aneh sih baca atau dengar cerita kayak gini, tapi aku serius, Dua bulan ini rasanya melelahkan banget. Banyak ketemu orang baru, interaksi dengan mereka. Belum ketemu temen-temen, dengar cerita mereka. Giving an advice or just hearing their story, I feel so exhausted. Kayaknya ini batas energi aku buat terlihat ceria gitu. Hahaha.

Nggak, bukan berarti aku nggak suka dicurhatin. Bukan banget. Sebagai introvert, aku bisa kehabisan energi kalo terlalu banyak ketemu banyak orang. Aku nggak tau kenapa, tapi emang begitu. Capek banget, kayak abis ngerjain projek gede dan nggak tidur seminggu buat ngerjainnya hahaha.

Kalo udah kayak kehabisan energi gitu, mood langsung turun parah. Bad mood, entah maunya marah-marah atau nangis. Marah-marah pun nggak yang ngomelin orang, tapi semua yang orang lakukan disekitar aku rasanya salah aja, ngeselin semua. Akhirnya berujung nangis. Ya gitu.

Aku bukan tipe yang nangis di depan orang lain, nggak bisa banget. Nggak mau bikin orang khawatir, karena sekali nangis susah berhentinya, makanya paling maksimal kalo ngerasa sedih matanya berkaca-kaca aja, nggak sampe nangis yang ngucek-ngucek mata gitu. Eh, tapi kalo kamu pernah lihat aku nangis berarti aku percaya banget sama kamu dan emang udah nggak bisa dibendung lagi itu air mata. hehehe.

Kalian gimana? Pernah nggak sih ngerasa capek yang kayak udah nggak sanggup lagi ketemu orang lain dulu. Cuma mau tidur seharian tanpa interaksi sama sekali. Mau charging baterai yang ada di badan, udah low battery parah.
Continue reading Exhausted

Minggu, 05 Januari 2020

Hahaha

I think that I'm mature enough to having a romantic relationship. after reading all those article, hearing my friend's story, and planning to control myself- I mean, my heart. actually, that's not enough, sis.

fallin' love can ruin your plan. all of it. you can turn into different person. Sigh, sometimes I feel shame, but I love to. See, sounds weird right? Hahaha

I've always said that i'll never jealous with his friend, but in the reality I'm still a bit jealous. I've always said that i'll never angry about his activities, but in the reality I'm little annoyed. I've always said that i'll always giving a reason for my anger, my sadness and my every emotion. In the fact, I'm too proud to say that I just want his attention, that I'm jealous with his activities, that i need him for a whole day.

hahaha, it's not easy like i thought before.

I thought that I will using my brain to this, but sometimes I just using full of my heart. I plan to not easy mad about anything, but sometimes I can be attacked by feeling bad mood about him.

Please, this make me feel stupid.

So, after all of this narration, I realize that I am still selfish person. I just thinking about me in the relationship. just me, without him. my ego has its pride.

i. don't. wanna. feeling. like. dumb. anymore. please?
Continue reading Hahaha

Kamis, 26 Desember 2019

Pemuja(an) Rahasia

Hey, hey. Apa kabar?
Akhirnya aku menemukanmu setelah mencari tanpa ada jawaban. Kamu masih ingat aku? Pasti tidak kan? Aku adalah sebatas pernah, yang bahkan hampir.

Tidak, kamu tidak perlu tau aku yang mana. Yang perlu kamu tau, aku adalah tinta hitam di antara kalimat yang kamu tuliskan. Ah, iya maaf. Aku baru ingat kalau kamu sangat jarang menulis, begitu pula menghubungiku. Ya, kurang lebih seperti itulah aku.

Masih penasaran?
Rasa penasaran itu membunuh lho, kau tau? Seperti aku yang dulu mengejarmu di suatu jalan. Lari dan berniat menghampiri, tapi malah menemukanmu tersenyum malu karena sapamu dijawab senyum oleh orang itu. Jangan penasaran, tidak bagus untuk kesehatan.

Kamu pasti tidak akan ingat, karena aku tidak pernah mencoba mengingatkan. Hanya ingin menyapa tanpa nama. Agak menyeramkan ya? Maafkan aku yang terlalu malu untuk menunjukkan muka di depanmu. Yang bahkan aku tidak tau apakah kamu mengenaliku.

Menyeramkan ya?
Makanya aku tidak akan memunculkan diri di depanmu. Cukup surat ini kuberikan sebagai tanda bahwa aku ada. Tidak perlu takut, aku akan pergi setelahnya. Tujuanku bukan untuk berjabat tangan, hanya ingin dikenang. Kau tau? Kenangan buruk akan selalu diingat sampai kapanpun juga, aku ingin dikenang lebih lama olehmu.

Sudah ya. Cukuplah aku rasa memberikan kata-kata. Kau mungkin tidak akan mengerti, dan aku tidak akan menjelaskannya kembali. Intinya, selamat berbahagia. Semoga nanti kita tidak akan bertemu kembali.
Continue reading Pemuja(an) Rahasia

Selasa, 19 November 2019

Berisik

Halo.

Pusing ya dengan apa yang ada di kepala? Rasanya ramai, tapi sendirian. Banyak pertanyaan, tapi sedikit yang bisa didapat jawabannya. Boleh istirahat sebentar kok, sandarin kepala sambil pejamkan mata. Tidur juga boleh kalau rasanya udah capek.

Berisik banget ya pikirannya? Mau diurai satu-satu nggak? Ceritain. Jangan cuma diam dan memandang orang-orang dengan tatapan penuh harap buat dimengerti. Kepala mereka sendiri udah ribut, jangan kasih tanda yang nggak jelas begitu.

Tangan kamu gemetar lho itu. Takut banget ya? Emang sih susah banget ya buat bagi kepercayaan buat orang lain, apalagi untuk hal kayak gini. Kamu terlalu sensitif sih, sejak kapan deh? Rasanya dulu kamu nggak peduli sama orang lain.

Aku tau, soalnya jantung kamu debarannya kencang lho itu. Apa sih yang kamu khawatirkan? Dasar aneh. Bukannya hidup hanya sekali, ya jalani aja. Nggak perlu banyak pikiran begitu, coba hilangkan pelan-pelan deh,

Iya-iya. Bercanda. Maaf.

Kalau takut, ayo belajar buat lebih berani. Kalo khawatir, nanti kita belajar buat lebih tenang juga. Gimana? Jangan sembunyi terus. Di depan sana ada yang lebih menakutkan dan mengkhawarkan dari ini. Kamu tau kan?

Sini-sini kalo capek. Istirahat dulu ya? Nggak usah berusaha buat cari obrolan, duduk sini.
Continue reading Berisik

Senin, 09 September 2019

Unfinished Answer

Ada hal yang belum aku temukan jawabannya. Aku cari ke semua orang, setiap orang yang kutemui. Dari buku-buku yang kubaca. Menjadi pemerhati semesta yang bergerak, dengan harapan bisa menemukan jawaban. Berulang-ulang. Penuh ambisi.

Aku terlalu banyak memberi jawaban kepada orang lain hingga pertanyaan yang aku ajukan kepada diri sendiri, tidak aku temukan. Terlalu peduli pada orang lain, terlalu banyak mendengar, hingga terlalu sedikit dan sulit berbagi cerita. Padahal manusia butuh berbagi sisi.

Sering banget merasa ada yang hilang, ada yang kurang. Berkali-kali aku merasa takut dan ragu melangkah. Rasa takut tentang hal yang aku sendiri nggak tau seperti apa. Aku nggak paham diriku sendiri. Pula, ada hari-hari di mana rasanya aku lelah dengan hari. Capek. Aku mau nangis aja dan nggak mau ketemu siapapun. Tapi aku nggak bisa nangis. Aku nggak bisa diam di dalam kamar dan bikin orang khawatir.

Aku selalu bilang, aku nggak kenapa-kenapa. Aku nggak kenapa-kenapa. Aku cuma belum paham sama diri aku sendiri. Nggak marah sama orang, aku marah sama diri aku sendiri. Aku nggak ngerti apa yang kurang, apa yang aku cari. Aku nggak bisa menemukan jawaban.

Atau sebenarnya, aku nggak tau apa pertanyaan yang selama ini aku ingin tanya? Gimana bisa menemukan jawaban kalau aku sendiri nggak bisa menemukan pertanyaan yang tepat untuk dicari jawabannya?

Satu hal yang baru aku sadari baru-baru ini. Setelah kemarin bengong di pantai malam-malam. Mungkin ini salah satu pertanyaan yang selama ini aku ingin tanyakan, tapi aku nggak tau gimana caranya bertanya hal ini.
Ada hal yang belum aku selesaikan dari diriku sendiri, tapi aku cari pada orang lain. Ada hal yang aku takutkan dari diriku sendiri, tapi malah mendobraknya melalui orang lain. Ada hal yang belum aku terima, tapi berpura-pura rela melepas.
Aku takut akan ekspektasiku sendiri. Aku ragu pada diriku sendiri. Aku kecewa pada diriku sendiri. Aku lelah dengan diriku sendiri. Kenapa? Selama ini aku terlalu memaksa. Memaksa menjadi orang baik. Selalu berpikir dari sisi positif. Merasa semuanya aman.

Jadi capek sendiri, sesak sendiri, marah sendiri. Aku nggak bisa menolong diriku saat butuh. Patah hati waktu sadar diri, aku nggak sekuat itu. Tapi memang manusia nggak harus selalu terlihat kuat kan? Aku terlalu naif. Padahal aku tau warna memiliki macam, begitu juga hidup. Aku nggak harus selalu senyum waktu kecewa. Nggak harus ketawa waktu lagi butuh nangis. Nggak harus blank waktu butuh solusi. Rasa perlu dibagi.

Aku terlalu takut buat terlihat lemah, buat terlihat nggak baik-baik aja. Padahal rasanya kepalaku udah nggak kuat buat diangkat, tapi egoku malah teriak "ada orang lain yang masalahnya lebih berat daripada kamu!" Padahal kaki rasanya udah lemas buat melangkah maju, tapi begitu melihat sekitarku bergerak cepat, gengsiku berambisi untuk tidak istirahat. Aku yang kelelahan, bukannya berhenti malah menyeret kaki.

Selalu bilang, aku kangen seseorang yang bahkan entah siapa. Yang tubuhnya bisa dipeluk waktu kelelahan. Yang bahunya bisa menjadi sandaran sebentar. Yang telinganya rela mendengar keluhan. Tapi nggak bisa. Nggak boleh. Gimana aku mau bersandar saat aku tidak percaya pada apa yang aku ingin ceritakan? Gimana aku bisa memulai hubungan saat aku masih punya hal yang belum selesai dari diriku?

Padahal yang aku butuhkan cuma menerima. Membiarkan rasa berekspresi. Nangis ya nangis aja, nggak perlu sok kuat. Marah ya marah aja, nggak perlu sok nggak peduli. Nggak usah disangkal, nggak usah ditahan.

Tenang, aku juga berusaha menerima sekarang. Entah bagaimana caranya. Aku bakal tetap berusaha kok. Capek. Aku nggak mau lagi ketakutan. Aku nggak mau lagi memasang benteng pertahanan. Aku nggak mau lagi sok kuat mental.
Continue reading Unfinished Answer

Jumat, 30 Agustus 2019

Twitter

Assalamu'alaikum. Hai!

Semakin hari kayaknya semakin banyak orang-orang yang sign in ke sosial media ya. Seperti bertetangga, setiap hari ada saja hal-hal yang baru kita tau dari orang lain, atau yang pindah di sekitar sosial media kita. Entah rasamya sudah tidak ada rahasia lagi di antara manusia. Senang, mengabari di instastory. Sedih, beralih ke twitter. Marah, update di facebook. Sebenarnya kebebasan berekspresi ini diam-diam memanipulasi kita untuk terus membagikan update diri di muka orang banyak.

Image result for twitter

Salah satunya, aku. Sebagai orang yang lebih suka mengeluh di twitter, aku agak "bingung" saat orang-orang terdekatku kembali ke twitter. Bukan apa-apa, selama ini aku menulis keluh-kesahku ya di sosial media itu. Alasannya karena dulu tidak ada orang terdekat yang bisa mendeteksi keberadaanku di sana. Aku merasa bebas berekspresi; mengeluh, merayakan euforia atau membagikan kekesalan dengan satu paragraf. Rasanya, ruang gerakku kembali dibatasi saat melihat mereka kembali ke dimensi cuitan itu.

Memang sebenarnya twitter adalah tempat umum. Semua orang bisa mendaftar dan kembali. Tapi rasanya, seperti melihat orang-orang yang dulu sempat meninggalkan rumah dan kembali saat rumah telah banyak dikunjungi. Mungkin dulu aku bisa berkali-kali "berkicau" di twitter. Tapi sekarang rasanya segan. Ingin berbagi keresahan, tanpa diketahui orang yang dikenal. Kalian pernah nggak sih sepeti itu?

Kalau ditanya, kenapa tidak menulis di blog aja? Ya, karena yang aku butuh bagikan dan luapkan itu adalah satu paragraf pendek. Tidak seperti blogging yang paling tidak harus memiliki satu artikel, di twitter, aku hanya menulis paling kalimat-kalimat pendek yang menggambarkan perasaan secara spontan. Tanpa harus memikirkan judul atau paragraf selanjutnya.

Twitter adalah juara sosial media, versiku. Sejujurnya di sana, aku hanya ingin membagikan perasaan tanpa orang terdekat tau. Hanya butuh meluapkan emosi dalam sebuah tulisan tidak penting.
Continue reading Twitter

Jumat, 16 Agustus 2019

Agustus

Halo, Agustus.
Terima kasih sudah mau datang berkunjung dan menetap sebentar. Selama bersama Juli kemarin, rasanya terlalu lelah untuk bertahan. Harinya terlalu lama untuk dijalani. Entah aku yang tidak terlalu menikmati atau Juli senang berlama-lama di sini.

Agustus,
walaupun jumlahmu sama dengan Juli, aku harap kamu memberi kebaikan lebih banyak ya. Menebar kebahagiaan lebih luas. Memberi warna lebih terang dibanding Juli. Dan bolehkah kamu meminta langit untuk sedikit bersedih? Tidak bagus untuk cerah terlalu lama, sama tidak bagusnya dengan sedih terlalu lama.

Kamu pasti merasakan juga, 'kan Agustus? Tahun ini rasanya hari bisa berjalan cepat atau terlalu lambat. Atau aku saja yang kadang tidak terlalu menikmati atau terlalu menikmati. Terlalu banyak hal aneh yang lewat di Juli, Yah, hanya lewat sih. Tapi tetap saja. Rasanya sangat aneh, bahkan untuk diingat kembali.

Yasudah. Semoga kamu bisa memberi bahagia kepada orang-orang ya, Agustus. Jangan lupa, tolong ingatkan langit untuk bersedih sebentar. Jika langit bilang dia tidak tau harus menangis karena apa, minta saja dia untuk melihat orang-orang yang merindukan melodi hujan di jalan. Atau bilang padanya, aku rindu suara tetes air matanya!
Continue reading Agustus