Selasa, 13 Agustus 2024

Jakarta

Untuk segala sihir penjuru kota.

Salam untuk terik yang menyinari cerahnya pagi,

Untuk debu yang terbatuk dari mesin motor,

Untuk sirine dan klakson yang mengalun bermelodi.

Untuk bangunan menjulang yang tidak peduli bersih atau kotor.


Di jalannya, kebencian dan cinta terasa tak terdefinisi.

Lampu yang berkilauan dari jembatan penyebrangan,

Dengan pasangan yang bergandeng tangan di sudut taman.

Tentang anak-anak kecil berlarian diujung maghrib,

Disambut teriakan ancaman dari preman-preman diminta tertib.


Jakarta,

Antara hujat dan puji, dia tetap berlayar.

Antara hilang dan simpan, dia tetap berjalan.

Antara suka dan sedih, dia tetap melayan.


Inginnya ke pantai, tapi Ancol malah dijadikan sekadar air garam.

Inginnya ke kebun binatang, tapi ke Ragunan katanya tak juga memuaskan.

Inginnya ke taman luas, tapi terlalu pemalas.

Akhirnya ke pusat swalayan, lalu berkoar Jakarta tak ada taman hiburan.


Haah, Jakarta.

Rasa-rasanya di tengah sedu sedan, kamu yang selalu mendengarkan.

Bahkan perihal lupa dan ditinggalkan, agaknya kamu paling paham.

Walau akhirnya tetap saja, kamu adalah tapi saat banyaknya kelebihan yang diutarakan.

0 komentar:

Posting Komentar