Rabu, 15 November 2017

Sindrom Tiap Bulan

Assalamu'alaikum semua! Apa kabar? Sehat selalu yaa!

Secara nggak sadar, sekarang kita sudah memasuki musim penghujan. Jangan lupa persiapkan jaket setiap kemana-mana. Biar nggak kedinginan. Kalau yang halal mah enak udah ada yang siap peluk, kalau yang belum halal.. jangan peluk-pelukan dulu yah. Belum enak dipandang! :p

Musim penghujan buat udara jadi dingin. Dan juga bikin mellow. Bikin ingatan tentang suatu memori terasa lebih gencar menari-nari dipikiran. Bikin sebal gak sih! Apalagi kalau lagi enak-enaknya dengar lagu di radio, tiba-tiba lagu yang diputar malah yang sedih-sedih terus. Jadi tiba-tiba galau gak jelas.
Sumber: Google "Hujan"
Setiap orang pasti pernah mengalaminya. Hujan dan lagu sendu. Pasangan sempurna! Yang tiba-tiba ceria, pas lagi sendirian bisa tiba-tiba galau sendiri. Padahal lagi gak ada masalah apapun, tapi bawaanya sedih aja. Itu yang aku rasakan setiap bulan.

Jadi selama minggu pertama sampai kedua itu adalah waktu dimana masa galauku kumat. Entah karena apa. Gak ada sebab yang jelas atas galaunya. Di minggu-minggu itu rasa senduku kumat parah. Kalau memang udah masa sendunya, aku bisa tiba-tiba gak mood. Pengennya buat tulisan sedih, dengar lagu sedih, nonton yang sedih-sedih. Mellow abis!

Aku baru sadar akhir-akhir ini setelah buka kembali buku harianku. Galaunya itu selalu diminggu yang sama. Dan pasti selalu terjadi. Rasanya kalau lagi begitu aku pengen peluk orang aja, ahaha (ingat belum ada calon halal).

Aku gak tau ini bakal jadi masalah atau ngga. Tapi benar-benar menyebalkan! Apalagi buat orang yang gak bisa cerita hal-hal pribadi kayak aku. Kadang galauku berfaedah sih. Tapi kadang-kadang aja. Lebih seringnya nggak :(

Kalau aku simpulkan, biasanya sindrom galau ini aku dapatkan h-seminggu sebelum haid. Yah mungkin hormon juga ya. Kalian ada yang sama kayak aku gak? Tiba-tiba galau, tapi nggak tahu penyebabnya, p
adahal sebelumnya habis ketawa-ketawa.
Continue reading Sindrom Tiap Bulan

Selasa, 14 November 2017

Smartphone not smart-person.

Assalamu'alaikum! Apa kabar? Semoga sehat-sehat aja yaa!

Akhir-akhir ini hujan makin sering mengguyur Jakarta. Udara di pagi hari jadi lebih sejuk, Jakarta rasa puncak kalau kata temanku. Tapi ternyata udara di media sosial masih aja gersang, panas. Ah, dunia maya kapan kalian tenang dan sejuk? Aku jadi rindu internet di era 2000-an yang belum se-booming sekarang.

Makin maju teknologi, sepertinya pikiran manusia akan semakin mundur. Entah itu karena sekarang semua hal lebih mudah atau karena kita yang tidak berkembang. Rasanya semua sudut dunia maya penuh dengan kalimat-kalimat kebencian. Lelahnya.
Sumber
Rasanya ingin berhenti sebentar dari kegaduhan massal ini. Mencoba selama tiga hari tanpa memegang smartphone terus menerus. Tapi gagal pada hari pertama. Setelah membalas chat seadanya, saya malah buka Instagram selama dua jam. Padahal di instagram saya hanya lihat ig story orang lain, dan menonton video masak dan kucing :( Kenapa waktu selalu terasa lebih cepat saat di dunia maya ya?

Hari kedua, saya sedikit berhasil untuk tidak terlalu sering memegang smartphone. Setelah membalas chat sedikit, handphone langsung saya taruh di kasur. Membaca sebuah novel terasa menyenangkan tanpa diganggu oleh chat. Leganya. Selama seharian penuh saya hanya memegang handphone selama lima jam! Itu suatu kemustahilan menurut saya.

Hari ketiga, saya benar-benar gagal! Karena termasuk hari kerja, saya jadi memegang smarphone terus-terusan. Padahal yang saya buka hanya instagram, facebook, youtube, chat, balik lagi ke awal. Bahkan saya lupa kalau sedang menantang diri saya sendiri untuk meminimalisir gadget. 


Saya jadi bingung, sebenarnya gadget yang menjadikan saya budaknya atau seminim itukah kegiatan saya hingga hanya melihat gadget saja? Gimana dengan kalian, apa seharian penuh hanya memandang handphone saja?


Cheers!
Continue reading Smartphone not smart-person.

Rabu, 25 Oktober 2017

Tentang Hobi.

Assalamu'alaikum! Apa kabar? Kayaknya sudah lama aku gak ngeblog dengan mengikutsertakan perasaan. Beberapa post di blog ini isinya hanya renungan dan empati terhadap orang lain aja. Sampai akhirnya aku sadar, sebenarnya hal apa yang benar-benar membuatku antusias? Karena selama ini aku rasa, aku cuma sekadar ikut arus tanpa punya pegangan sama sekali.

Dan pas banget waktunya, aku sedang bingung-bingungnya cari jurusan kuliah yang tepat. Yang sesuai dan selalu membuat aku ingin tahu lebih rinci. Dan sampai sekarang, aku gak tau apa passionku selama ini.

Kadang suka iri kalau lihat teman-teman yang dengan bangganya sudah tahu apa hobi mereka. Dan benar-benar fokus buat jalaninnya. Kayaknya asyik banget kalau tahu apa kesukaan kita. Ikut senang juga kalau lihat betapa bersemangatnya mereka melakukan hal itu. Aku senang, tapi yah sedikit iri.. Apa hobi aku sebenarnya?

Zaman sekolah dasar sewaktu ditanya apa hobiku, aku selalu jawab dengan menggambar, menulis, dan membaca. Umum dan pasaran banget. Tapi ya emang aku pikir itu hobiku. Aku senang saat melakukan hal yang berhubungan dengan 3 hal itu.

Tapi setelah lulus dan masuk sekolah menengah pertama, aku sadar kalau menggambar bukan hal yang aku suka. Jadi aku hapus dari daftar kesukaanku. Tersisa dua, menulis dan membaca. Masih sangat umum.

Hobi itu terus aku pakai sampai sekolah menengah atas. Sampai pertanyaan guru bahasa Indonesia-ku membuatku kembali bingung. Sebenarnya apa hobiku? Apa benar menulis dan membaca? Oke, kalaupun benar tulisan apa yang suka aku buat? Bacaan jenis apa yang sering aku selesaikan? Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang benar-benar mendetail. Aku jadi benar-benar bingung. Apa hobiku sebenarnya?

Iya, aku suka membaca. Tapi hanya sekadar novel, buku sejarah, biografi, majalah, dan beberapa artikel di koran. Aku benar-benar gak punya suatu hal yang benar-benar aku sukai. Aku juga suka menulis. Puisi, artikel, dan curahan hati pribadi aku tulis di beberapa media. Tapi aku belum tahu apa yang benar-benar aku suka.

Sampai hari ini aku masih banyak mengingat-ingat, hal apa yang benar-benar membuatku antusias untuk dipelajari. Yang membuat aku kelelahan tanpa mengeluh. Yang membuat aku bangga setelah menyelesaikan hal itu. Apa sih hobiku?


Continue reading Tentang Hobi.

Rabu, 18 Oktober 2017

Some Random Post.

After seeing Gita's blog, at suddenly i wanna post with my improved English. I don't know why, but i think she really have positive vibe for me. Thank's kak Git!

So i don't know what i wanna post about, but i just type random word. Actually I type this post with translate some i-dont-know what that word in English. And I know my grammar is not too good, but i try to show it. Did you know your blog is doesnt have any readers yet, Manzila? Why are you confidence about show that?

I just want to show to myself in the future. Told that "This is your English in ninteen years old. In your age now, are you have some another languange to learn? What about your Japanese languange? What about your Germany-trying accent? Do you still want to learn some new languange? Do you improve your English Languange, Manzila?"

Maybe in that future i just laughing and insulting myself when i read this, or just smile without improve my something English.

I dont know. But i dont wanna see that embrassing time happening. Really.

***

Dear myself, Just trying hard this moment.  It's not your time for giving up. Just trying, i promise you.
Continue reading Some Random Post.

Selasa, 17 Oktober 2017

Pardon.

First.

I'm sorry for being a forgetful. My head is full of some thinking and question when someone told something. And i can't stop it.

Second.

I'm sorry for being lazy person. My body just tired before i doing something. Yeah, my mind is keep telling everything for my today list. So i can't do itu together.

Three.

I'm sorry for my overthinking. My mind is really full of negative incident when i thinking unimportant thing. I can't handle it.
Continue reading Pardon.

Hey, October.

Hey, October.

Please be kind. I know this is your turn, but i think i can make deal with you.
And October, why are you don't take some holiday on your work-date? You're really serious and hardworker, doesn't you?

Please be wise. I know this your month, but do you think you're so selfish everyweek?
Uh! Don't just think about yourself, you need someone to live your month.
Like theirs who born in October? They really love you! Do you see that?

Ahh! Just bring me some holiday, October!
Continue reading Hey, October.

Kamis, 28 September 2017

Merdeka [Remake]

­

Hiduplah tanahku, hiduplah negeriku..Bangsaku, rakyatku, semuanya..Bangunlah jiwanya, bangunlah raganya..Untuk Indonesia raya..
Source: pinterest
Terdengar anak-anak sekolah dasar bernyanyi riang dari lapangan tengah, lebih tepatnta berteriak sambil bernyanyi. Entah senang karena ini dirgahayu tanah kelahirannya atau mereka bernyanyi untuk menghindari jeweran guru. Aku tidak begitu peduli, kupercepat langkahku untuk sampai ke pekarangan belakang sekolah. Lagipula aku tidak wajib untuk ikut upacara tujuh belasan ini, tugasku hanya membersihkan pekarangan dan toilet saja bukan untuk berdiri di la
pangan sana.

Dengan jalan yang sedikit aku percepat, akhirnya aku sampai pekarangan sekolah. Saatnya membersihkan tanah ini dari daun kering. Sebenarnya taman pekarangan belakang sekolah dasar ini sudah bersih, hanya ada daun-daun dan bunga kering yang nantinya akan kujadikan kompos. Teriakan lagu Indonesia raya sudah mereda sejak tadi, sepertinya sang kepsek sedang memberikan pidato.

Sambil bersenandung kecil, aku terus merobek daun-daun yang telah aku kumpulkan menjadi sepihan kecil. Sepertinya sudah cukup banyak yang aku buat kali ini.

“Astaghfirullah.” ujarku kaget saat melihat seorang anak yang bersandar di pagar. Aku menatap kakinya takut-takut, ngeri. Jangan-jangan dia.. Ah, bukan! Ternyata dia manusia. Gara-gara mitos yang disebarkan anak bocah, kenapa aku malah ketakutan begini?

“Hehe, maaf bang Adhen, aku bikin abang kaget ya?” katanya sambil terkekeh. “Habisnya abang kayaknya asyik banget nyanyinya, aku jadi gak enak mau panggil.” tambahnya.

Aku menunjukkan muka masam. “Loh kamu toh, Riq. Abang kira jin penunggu pohon mangga ini.” kataku sedikit ketus. Dikerjai aku sama anak kecil!

“Mana ada jin pakai baju merah-putih, bang?” cengirnya. “eh bang Adhen, upacaranya sudah mulai ya?”

“Sudah daritadi. Harusnya kamu datang jam tujuh biar bisa ikut.” jawabku sambil mengaduk daun yang akan kujadikan kompos.

“Yaaah, padahal aku sudah buru-buru ke sini. Tetap aja telat sih.” jawabnya sambil menendang-nendang pagar. “Eh, gak apa sih aku juga gak datang. Seragamku dipinjam juga sama Azad.” lanjutnya.

Aku menolehkan wajah. Oh iya, dia tidak memakai seragam putih-merah seperti yang diminta sekolah. Tapi hanya memakai kaus putih dengan celana sekolah merahnya. “Ya sudah, bagus dong kamu kan bisa tidur di rumah kalau gak masuk.” jawabku asal. “memangnya kenapa si Azad kok pakai seragammu?” tanyaku lagi.

“Gak enak di rumah aja mah. Enakan di sekolah, ketemu teman-teman jadi bisa main kan, bang.” jawabnya. “Sekarang jatahnya Azid buat ikut upacara kemerdekaan, bang. Tahun lalu kan aku sudah ikut.”

Gerakan tanganku terhenti sekejap. Tidak ingin terlihat mengasihaninya, aku berusaha bersikap santai dengan ucapannya itu. Aku baru ingat kalau Ariq adalah salah satu siswa penerima bantuan di sekolah ini. Tapi kenapa juga dia masih harus bergantian memakai baju seragam seperti itu? Jangan-jangan orangtuanya- “Aduh!” ujarku setelah memukul kepalaku sendiri dengan tangan.

“Kenapa, bang?” tanya Ariq dengan wajah terkejut.

Aku gelagapan, “eh, nggak, Riq. Tadi kepala abang gatal.” jawabku asal.

Dia mengangguk, lalu menatap ke arah lapangan. Sepertinya dia sangat menikmati pidato kepala sekolah yang sampai saat ini belum selesai juga. “Dulu waktu pahlawan kita masih sekolah, mereka pakai seragam juga nggak ya, Bang?” tanyanya sambil menolehkan wajah kepadaku. Matanya memancarkan keingintahuan, memadamkan keinginanku menjawabnya dengan ketidaktahuan.

“Dulu bahkan untuk sekadar beli baju aja susah, Riq. Gimana mau beli seragam?” jawabku. “Eh, tapi kayaknya dulu sekolah hanya untuk anak-anak orang kaya saja. Para anak petani dan buruh tidak diizinkan untuk belajar.”

“Kok begitu, bang? Kan belajar itu disuruh sama Nabi. Kenapa gak boleh?”

“Hmm, itu karena..” aku bingung mau menjawab apa. Aduh bagaimana menjelaskannya ya.

“Eh, ayo berdiri, bang. Kita mau nyanyi lagu Nasional nih.” Ujarnya sambil berdiri, Melupakan pertanyaan yang membuatku gagap. “Wah lagu sorak-sorak bergembira. Kesukaanku nih! Ayo berdiri bang!” serunya lagi dengan semangat.

Sorak sorak bergembira, bergembira semua..Sudah bebas negeri kita, Indonesia merdeka..

Selesai bernyanyi dia kembali ke tempatnya semula. “Ternyata benar, bang. Lebih enak di sini. Aku bisa duduk waktu upacara, gak perlu capek berdiri!" ujarnya sambil tertawa. Aku balas tersenyum. Kau telah menyesatkan satu anak kecil Adhen! Jahatnya kau!

“Bang Adhen.”

“Hmm..” jawabku sambil tetap mengurus komposku. Sepertinya aku harus meminta ember yang cukup besar untuk kompos selanjutnya, karena daun-daun ini semakin lama semakin banyak yang berguguran.

“Apa aku bukan bagian dari kemerdekaan Indonesia ya, bang? Atau aku yang belum merdeka?" tanyanya.

Lagi-lagi gerakan tanganku berhenti. Kenapa dia bertanya seperti itu sih di saat aku sedang mengurus komposku. Harusnya nanti saja saat aku sedang dalam keadaan yang mampu berpikir kritis. Akhirnya aku memilih diam. Bingung harus merespon seperti apa.

“Kata abang kan dulu waktu para pahlawan kita masih kecil, mereka mungkin gak dibolehin sekolah. Tapi itu kan dulu kita masih dijajah. Sekarang kan kita sudah merdeka. Tapi kenapa aku masih belum bisa datang ke sekolah karena seragam ya, Bang? Kalau kita gak perlu pakai seragam kan enak, suruh aja anak-anak pakai baju bagus. Batik misalnya. Kan waktu upacara jadi warna-warni tuh, bagus dilihatnya beda-beda begitu.” Tuturnya panjang.

Skak mat dua kali. Mati aku. Bagaimana aku harus menjawabnya? Aku bahkan tidak memikirkan hal itu. Bisa lanjut kuliah saja aku sudah sangat bersyukur. Ayo putar otak, jawab yang benar. Jangan sampai menyesatkan anak orang lagi, Adhen!

“Menurut Ariq kalau pakai bajunya bebas itu bagus?” tanyaku meyakinkan.

Ia mengagguk penuh semangat. Rambutnya yang berwarna kemerahan bergerak mengikuti anggukannya. “Iya dong, bang! Kan jadi banyak warna!”

Aku tersenyum kecil hendak mengacak rambutnya. Tapi gerakanku terhenti, aku lupa tanganku kotor karena kompos yang sedang aku buat. Tidak jadi, cukup tanganku saja yang bau. “Kalau misalnya pakai baju bebas, gimana dong orang yang punya baju batik tapi bajunya sudah jelek? Dia gak mau beli yang baru karena baju batik itu baju kesayangannya dia?” tanyaku.

“Bagus dong, bang Adhen! Aku juga punya baju kesayangan. Baju Persija yang biasa aku pakai main bola di lapangan!” jawabnya antusias.

“Kalau bajunya sudah lama banget, emangnya masih bagus? Kan warnanya jadi luntur tuh. Terus bentuknya sudah gak enak lagi di lihat.” aku diam sejenak, memilih kata yang tepat. “Kalau nanti teman-temannya anak itu malah kata-katain baju yang dipakai anak itu gimana?”

Kali ini Ariq yang diam. Sepertinya dia mengerti apa maksudku. Yah, tidak perlu diragukan lagi. Dia dianugerahi kecerdasan sosial. Jadi sepertinya hal itu dapat langsung dimengerti oleh otaknya.

“Ariq! Kok tadi gak ikut upacara sih? Besok kena marah bu Prasti loh!” ujar seorang teman Ariq. Sepertinya upacara penaikan bendera sudah selesai dilakukan.

“Alin! Sudah selesai ya upacaranya?” tanya Ariq sambil berlari ke arah temannya. “Bang Adhen, aku pulang duluan ya! Terima kasih sudah nemenin aku tadi! Daaaah!” teriaknya sambil melambaikan tangan ke arahku.

Aku tersenyum lagi sambil mengucapkan sama-sama dengan bahasa isyarat. Dia tertawa sebentar, lalu menjauh. Dengungan obrolan anak-anak makin terdengar pelan. Sepertinya mereka telah kembali ke rumah masing-masing. Aku masih memikirkan pertanyaan yang dilontarkan Ariq tadi. Sebenarnya apa yang dipelajari anak-anak sekolah dasar saat ini, mengapa pertanyaan-pertanyaan mereka terdengar sangat kritis? Atau aku saja yang tak pernah memikirkan pertanyaan itu?

Ah, aku pusing memikirkannya. Lebih baik aku mengurus komposku yang saat ini sedang aku olah. Oh tidak, komposku terlalu banyak air!



***

Remake dari tulisanku sebelumnya #dirgahayuindonesia69th
Continue reading Merdeka [Remake]