Minggu, 19 April 2020

Eh, bisa?

Aneh sih, kalo akhirnya aku capek juga buat mempertahankan. Capek buat mengajak. Capek buat memenuhi janji. Capek buat berinisiatif. Eh, tapi emang selalu aku ya? hahaha.

Seingatku aku adalah orang yang mati-matian mempertahankan bahkan saat suatu hal nggak bisa digenggam lagi, nggak bisa untuk dirasakan. Yang berusaha selalu bisa, yang berusaha untuk tetap ada, yang berusaha menahan kepergian walau terlihat nggak terlalu peduli. Aku benci kehilangan, dan semua orang juga benci kehilangan 'kan?


Bukan karena telah menemukan yang baru, apalagi karena ada pengganti. Setiap orang punya tempatnya sendiri, tidak tergantikan. Namun, mungkin semua orang punya batas lelahnya masing-masing? Ahaha, iya, aku lagi mencari dukungan untuk tidak melanjutkan. Aku capek. Serius.

Biarin aja, gapapa. Sadar diri atuh kalo nggak semua hal bisa kamu pertahanin. Nggak semua hal bisa kamu jadikan pegangan, kecuali diri kamu sendiri.

Eh, bahkan apa kamu bisa percaya dengan diri kamu sendiri? :)
Continue reading Eh, bisa?

Jumat, 17 April 2020

Kau yang Salah

Kau yang salah.
Sudah tau akan marah, tapi masih dilakukan saja.
Uji nyali, kau bilang.

Haha, alasan!

Kau hanya terlalu ingin tau.
Padahal kau tau, itu hal yang tidak perlu.

Kau yang salah.
Sudah tau akan sedih, tapi malah diteruskan.
Silakan bermain-main dengan emosimu sendiri.

Lagi pula, untuk apa?

Kau tau akan terasa menyakitkan.
Malahan memaksa untuk terlihat baik-baik saja.

Kau yang salah.
Yang lalu, ya sudah.
Hiduplah saat ini.

Jangan lagi coba-coba.
Continue reading Kau yang Salah

Rabu, 15 April 2020

Surat Pengingat

Halo, aku.

Aneh sih rasanya menyapa diri sendiri kayak gini, tapi lanjutin aja yuk? Udah lama kan nggak buat surat untuk diri sendiri?

Apa kabar?
Ah, iya maaf atas basa-basinya. Kamu terlihat bahagia dan cukup. Aku ikut senang melihatnya. Ngomong-ngomong, selamat menua. Semoga semakin bijaksana. Kamu akhirnya memasuki umur kembar untuk yang kedua kalinya ya? Hahaha

Melihat kamu yang bisa tertawa lepas rasanya menyenangkan sekali, apalagi melihat kamu marah, menangis, dan berbagai ekspresi lain yang akhirnya dapat kamu tunjukkan kepada orang lain. Kamu mengolah emosimu dengan baik, jangan berhenti ya!

Kamu dikelilingi orang-orang yang menyayangimu lho! Jangan segan-segan untuk berbagi cerita. Bahkan ketika kamu malu untuk bercerita, kamu punya aku untuk bertanya. Katakan saja, ceritakan semuanya, ya?

Semoga segala cita-citamu diberikan jalan yang terbaik. Terus berusaha ya? Aku selalu mendukung semua yang ingin kamu lakukan, jadi buatlah dengan niat dan semaksimal mungkin. Tidak apa-apa untuk takut, aku juga kadang takut. Namun kamu harus tetap melangkah jika sudah masuk, jadi jangan menyerah.

Istirahat? Boleh. Luruskan kakimu, dengarkan lagu favoritmu, pejamkan matamu. Tarik nafas dan buang perlahan. Jeda sangat perlu, kau tau 'kan? Jangan memaksakan kaki jika sudah tidak kuat berlari. Memaksa adalah kegiatan yang tidak akan memaksimalkan hasil.

Sekali lagi, selamat mendewasa. Semoga kamu semakin bijaksana, diriku.


:)
Continue reading Surat Pengingat

Sabtu, 29 Februari 2020

Perihal Meninggalkan dan Ditinggalkan

Perihal meninggalkan dan ditinggalkan tidak pernah mudah untuk diurai atau pun dituliskan. Tidak akan pernah. Apalagi jika alasan pergi adalah karena keadaan. Semesta tak lagi mengijinkan untuk mendekat. Sakit, tapi rasa sakitnya tidak bisa mengalahkan rasa kosong karena kebiasaan-kebiasaan yang dulu tidak bisa lagi dilakukan bersama.


Memutuskan pergi tidak akan pernah sederhana. Penuh air mata untuk mengurusnya, penuh drama untuk melepasnya. Dibuatnya dari seluruh kesedihan dan keputusan panjang, melelahkan. Ikhlas pun belum tentu mengekori pergi. Kadang dia memilih untuk tertinggal di belakang, atau memilih tidak ikut. Pergi berjalan sendiri dengan hati terluka dan tangisan yang tidak bisa dilepaskan.

Yang ditinggalkan pun tidak akan pernah mudah. Sabar saja tidak cukup. Ada kehilangan yang siap menyapa di depan mata. Penyesalan dan menyalahkan diri sendiri akan berkunjung bergantian, bahkan kadang bersama-sama datang bertanya kabar. Sedangkan ikhlas yang ditunggu tidak juga hadir untuk melihat keadaan sebentar. Sesak.

Entah bagaimana harusnya melewati kepergian. Apakah dengan tangisan atau dengan berpura-pura menjadi baik-baik saja? Membiarkan waktu yang katanya akan menyembuhkan. Mengijinkan lupa melakukan tugasnya. Menyuruh hati sadar akan kehilangan secara paksa.

Padahal sudah berhati-hati merawat dan mengasihi, tapi ternyata rasa ingin memiliki lebih menguasai.

Continue reading Perihal Meninggalkan dan Ditinggalkan

Kamis, 27 Februari 2020

Let's Pretend to be Fine

Let's pretend to be fine.
Faked smile, happy face, neutral mood. After all we through. Just pretend that we're fine. Eventho' I can't hide my feeling, eventho' that's all really hurt. Maybe you're the one the most hurt in this one.

Like nothing happened, as it should be. Just pretend that we're forget everything. Even ourselves too and our past conversation.

I can't pretend, honestly.
But I think, we're standing on our limit, aren't we?

Too tired to continue this line, too painful to finish the bound.

Is this what we want to be? Pretend that we're fine. Pretend until we're forget everything.

Before becoming stranger, we did strange things.
Before pretend, we've been honest.

But, at the end.

We choose to pretend that everything fine.
Continue reading Let's Pretend to be Fine

Selasa, 25 Februari 2020

Wahai Tuan

Wahai tuan,
Jika lelah, kamu bisa pakai pundakku sebentar untuk bersandar, mungkin tidak terlalu nyaman tapi bisa untukmu beristirahat sebentar. 

Pikiranmu yang terlalu penuh itu juga bisa kamu bagi kepadaku. Telingaku selalu bersedia untuk mendengarkan ceritamu tentang hari ini.

Wahai tuan,
Pundakmu tidak perlu selalu berdiri tegak. Bersantailah. Mari bersandar di sofa ruangan favoritmu sambil minum secangkit cokelat hangat.

Wajahmu tak harus selalu seceria itu. Luapkan saja. Setelah harimu yang panjang, kamu tidak perlu selalu terlihat baik-baik saja untuk bertemu denganku.

Wahai tuan,
Jangan dulu menyerah. Jangan dulu patah.

Mereka hanya tidak tau langkahmu, mereka tidak mendengar ceritamu.

Wahai tuan,
Sebentar lagi. Kuatlah.
Continue reading Wahai Tuan

Minggu, 16 Februari 2020

Changed

Kata orang, perubahan itu perlu. Untuk bertumbuh, untuk menjadi lebih baik, untuk berkembang. Kata orang juga, perubahan itu memang melelahkan, tidak terbiasa, kerja keras.

Aku setuju. Sangat setuju bahkan.

Menyakitkan rasanya melihat perubahan dan merasakan perubahan itu sendiri. Apalagi jika yang berubah adalah kebiasaan, entah sifat ataupun perbuatan, atau orang-orang. Dari sering menjadi jarang, dari dekat menjadi renggang, dari akrab menjadi asing. Menyedihkan ya?

Sebenarnya siapa yang berubah? Atau apa yang berubah? Kenapa bisa berubah?

Apa waktu bisa mengubah orang? Atau kecewa yang mengubahnya? Hmm, atau juga perubahan itu terjadi karena pendewasaan?

Saat sesuatu berubah, apa yang harus kita lakukan? Apa harus ikut berubah mengikuti arus? Apa tetap bertahan untuk tidak mengubah suatu hal apapun?

Manusia makhluk fleksibel, katanya. Bisa mengikuti arus sambil tetap berpegang pada prinsipnya, apakah itu berarti munafik? Berubah sesuai lingkungan, maksudku beradaptasi. Ah, bukankah adaptasi termasuk perubahan yang baik? Menyesuaikan diri agar bisa bertahan.

Perubahan memang tak selalu baik, tapi hidup salah satunya adalah tentang berubah, kan? Entah menuju hal baru atau ke arah yang sama dengan cara yang baru.

Semoga aku dan kamu juga ikut berubah, menjadi lebih baik. Terutama untuk kita sendiri.
Continue reading Changed