Jumat, 18 Desember 2020

Lonely

Have you ever Feels so lonely because you pushed away people you wanna talk to?

Feels like you can’t talk to other, can’t describe what you think, but you don’t want to leave alone. You just need them to stay with you and doing nothing. So you just laying on your bed and crying alone all over night.

Everybody love to be alone, but hating the lonely part.

Just wanna heard. With no solution, no judging view, no interrupted.


Ah, that’s me.


I hate that lonely part of alone.



Continue reading Lonely

Selasa, 23 Juni 2020

That Kind of Word, Terserah

*Perhatian, artikel ini penuh dengan opini pribadi. Kalau kamu berbeda pendapat, aku hargai, tapi nggak tertarik buat berdebat. Mohon maaf. Hahaha

Halo!

Ada satu kata yang aku benci banget pemakaiannya. Benci, bukan nggak suka lagi. Kata "Terserah". Entah diucapkan siapapun, aku nggak suka kalo dapat jawaban terserah. Karena aku butuh jawaban, butuh ide lain, bukan jawaban klise dan nggak jelas.

Jawaban terserah adalah jawaban yang paling nggak punya rasa kepedulian menurutku. Kalo aku tanya, "mau makan apa?" lalu jawabannya "terserah" selalu berhasil bikin aku kesel sendiri. Nggak membantu sama sekali, yang ada bikin tambah mikir "ini orang bakal suka nggak ya?" karena sebagai omnivora, makanan apa aja aku bisa makan yang penting halal dan nggak ekstrem.

Apalagi pas berdebat dan dijawab terserah. Benci banget. Kalo udah di-terserah-in gitu, ya beneran terserah aku. Suka-suka aku mau ngapain setelahnya, lha wong diminta begitu kok.

Nggak, jawaban terserah bukan berarti pasrah. Menurutku terserah itu jawaban paling gampang buat ngejelasin level capek dan udah nggak mau peduli lagi. Dibanding, "aku nggak ngerti lagi mau bales apa." jawaban terserah cenderung ke arah mau menyerah aja.

Kalo jawabanku udah muncul kata ini, artinya aku benar-benar menyerahkannya ke kamu dan aku nggak peduli lagi. Terserah apa pun yang mau kamu lakukan, kamu udah nggak masuk di daftar orang yang nggak bakal aku terserah-in.

Sejauh ini, aku jarang banget kasih jawaban terserah. Waktu bingung mau makan apa, aku bilang "Belum tau, coba kasih ide tapi aku lagi nggak pengin makan A." atau kalo ada di dua pilihan "Z bagus, tapi blablabla. Nah si X blablabla, tapi dia keren. Aku lebih suka Z sih." Selalu aku kasih jawaban, karena aku tau rusuhnya otak waktu lagi bimbang.

Eh, tapi jangan kira aku nggak pernah kebingungan ya. Sering kok. Kalo lagi bingung gitu, biasanya aku pikirin lagi selama 30 menit. Misalnya bingung juga, aku nggak pilih dua-duanya. Mendingan cari yang lain, karena kalo kamu pengin banget, kamu nggak bakal bingung atas pilihanmu.

Kenapa tulisanku terasa ofensif banget ya? Hahaha. Gapapa, sesekali deh.


Cheers!
Continue reading That Kind of Word, Terserah

Kamis, 11 Juni 2020

Aku Harus Apa?

Aku mencari-cari kebohongan melalui matamu,
tapi yang kulihat hanya ketulusan yang menatapku lembut.
Aku harus apa?

Aku memancingmu dalam marahmu,
tapi yang kutemukan hanya helaan nafas panjang,
dan senyuman hangatmu.
Aku harus apa?

Aku menyembunyikan diri di antara air matamu,
tapi kamu selalu berhasil menemukanku,
bersama ketakutan yang kau tinggalkan di tembok tertinggi hatimu.
Aku harus apa?

Lalu aku bertanya,
Aku harus apa?

Aku yang terseret terlalu jauh atau kamu adalah arus itu?
Aku yang jatuh terlalu dalam atau kamu sang samudera itu?
Aku yang terbuai lembutnya angin atau kamulah rasa nyaman itu?

Aku tidak tahu harus seperti apa. Tolong bantu aku menemukan penjelasan.
Continue reading Aku Harus Apa?

Selasa, 09 Juni 2020

Kisah Wanita Berdress Kuning

Aku pernah mendengar cerita tentang seorang wanita yang hidup dengan senyum dan menyukai dress berwarna kuning. Setiap hari ia bertemu dengan orang dan menyapa keadaan mereka, lalu duduk sebentar untuk mendengarkan keluhan satu orang atau menumpahkan cerita. Sepertinya dia wanita yang dicintai semua orang.
Source

Setiap pertemuan dengannya adalah senyuman dan canda. Dia wanita yang dapat menghibur dengan jokesnya, memberi bantuan, atau mendengarkan tanpa menghakimi. Memandangnya yang serupa matahari, menyinari orang-orang dengan cahaya dan semangatnya, sepertinya dia adalah wanita terbahagia. Tanpa amarah atau pun kesedihan, tidak ada emosi selain bahagia dan semangat. Bersamanya, suasana selalu terasa berwarna kuning dan hangat. Menyenangkan.

Lalu di satu hari yang cerah, orang-orang tidak menemukannya. Malam datang, tapi ia tidak. Orang-orang kebingungan mencarinya. Dia tidak ditemukan di manapun, hingga mereka memutuskan untuk menunggu. Hari itu rasanya matahari lebih terik, dan malam terasa cukup kejam dengan dinginnya. 

Esoknya, matahari belum menyapa, tapi wanita itu sudah berkeliling desa. Lagi-lagi dengan senyum manis dan dress kuningnya. Semua orang bertanya ke mana dia pergi kemarin? Dia hanya tersenyum lalu satu per satu orang sibuk bercerita dan berkeluh kesah. Tatapannya fokus, sesekali ia mengelus tangan atau punggung orang-orang, memberi semangat. Pamitnya selalu meninggalkan perasaan tenang. Hari itu panasnya matahari tak lagi terasa menusuk kepala, sejuknya angin mengalahkan semua keluh yang telah ditumpahkan. Semua orang merasa lega. Entah atas kembalinya si wanita, atau bisa kembali bercerita. Setidaknya hari itu, mereka merasa pundak mereka lebih tegak untuk berdiri.

Hari terus berlalu dan wanita itu kembali menghilang. Kali ini lebih lama, satu minggu. Semua orang gempar mencari dan saling bertanya. Namun nihil, seperti informasi yang mereka ketahui tentang wanita itu, Naima. Tidak ada seorang pun yang tau alamat, bahkan dari mana asal wanita itu. Yang mereka ingat, wanita itu bermata hitam dan sendu, dengan senyum serupa angin sore yang menenangkan serta rambut hitam pekat sebahu. Ah, dan dia suka memakai dress berwarna kuning.

Satu minggu berubah menjadi bulan, lalu berganti tahun. Keberadaan wanita itu masih menjadi misteri. Hingga kini, semua orang masih mencarinya. Bahkan beberapa ada yang berharap bisa bertemu hanya untuk memeluknya dan bertanya kabar. Mereka rindu didengarkan dan bercerita tanpa dihakimi. Mereka rindu dikuatkan dan membagi setengah beban.

Jangan tanya aku. Aku pun tidak tau keberadaan wanita itu di mana, tapi aku penasaran dan ingin bertanya padanya,

"Bagaimana harimu? Apa boleh jika aku memintamu menggunakan dress berwarna biru seperti langit atau putih seperti kapas?"
Continue reading Kisah Wanita Berdress Kuning

Minggu, 07 Juni 2020

Kehabisan Kata

Halo!

Pernah nggak sih merasa kehabisan kata? Kehabisan bahan obrolan dengan orang lain dan akhirnya saling diam. Hingga akhirnya sadar kalau selama ini obrolan itu cuma satu arah. Selalu kamu yang berusaha membangun suatu topik untuk tukar pikiran, tapi nggak pernah diajukan pertanyaan yang sama.

Nyesek ya?

Niatnya berusaha jadi orang yang menyenangkan dengan berbagai macam obrolan, tapi akhirnya sadar kalo cuma kamu yang berusaha. Orang yang kamu ajak bicara nggak peduli dengan pemikiranmu, dengan pendapat atas topik yang kamu tanyakan. Dia cuma peduli dengan dirinya sendiri, iya egois.

Dia tetap membalas kamu, tapi nggak bertanya apa mimpi dan pendapat kamu. Lelah ya? Padahal sebagai teman mengobrol, rasanya juga ingin ditanyakan hal yang sama. Nggak, masalahnya bukan di "langsung ngomong pendapatmu aja apa susahnya sih?" bukan itu. Berbicara adalah kegiatan bertanya dan mendengarkan. Kalau nggak ditanya, untuk apa berbicara? Bertanya kan juga berarti tertarik dengan jalan pikiran lawan bicara.

Jadi apa kesimpulannya?

yak mundur

Iya, kamu kehabisan kata karena lawan bicaramu nggak tertarik dengan pembicaraan kalian. Atau bahkan dengan kamu. Hahaha. Mundur saja. Jika dia tertarik, obrolan kalian tidak akan pernah berhenti bahkan atas pertanyaan basa-basi seperti "sudah makan?" akan terasa menyenangkan.

Mundur, gaes. Obrolan kalian udah nggak menyenangkan.
Continue reading Kehabisan Kata

Senin, 11 Mei 2020

Self Quarantine

Hai!

Apa kabar? Gimana kabarnya selama karantina diri sendiri? Kalian udah mulai ngerasa bosan atau stress nggak? Aku hampir.

Terhitung tengah Maret hingga menuju Mei, udah mau dua bulan kita di rumah aja. Nggak boleh ke luar jauh-jauh, bahkan Mall dan tempat rekreasi pun ditutup. Transportasi publik pun dibatasi. Seenggaknya warung kelontong, pasar supermarket, minimarket masih dibuka. Dua bulan ini, belanja bulanan ke minimarket aja rasanya happy banget. Standar kebahagiaan aku jadi lumayan menurun. Yang tadinya refreshing harus minimal ke jalan naik Transjakarta sendirian, sekarang keliling gang besar rumah udah lumayan bikin mood membaik.

Ah, iya. Aku juga jadi sadar, bahwa semua orang suka menyendiri tapi benci kesepian. Karantina diri ini membuat beberapa orang makin merasa kesepian, padahal mereka nggak tinggal sendirian. Ada pikiran yang tidak bisa dibagi dengan orang yang ada di sana, atau cuma butuh di dengar dan mendengar aja. Juga bagi beberapa orang, ada yang merasa rumah bukan tempat yang nyaman untuk berdiam diri terlalu lama. Makin rumit urusannya.

Semenjak pandemi ini, rasanya standar bahagia orang-orang jadi terlihat receh dan mudah. Ketemu kurir paket, main sama kucing, beli nasi goreng di abang depan gang, atau ngeliatin awan dari depan rumah. Semua orang sibuk cari pengalih pikiran, dengan candaan atau keributan. Di twitter, hampir setiap hari ada gosip terhangat, konten receh yang bikin ngakak atau keributan baru akibat hal remeh-temeh, nggak difollback contohnya. Hahaha. Bener deh, selama 22 tahun hidup aku nggak pernah sengakak ini sama jokesnya tahilalats tentang perkawinan antara paprika dan jeruk. Kotak tertawaku sepertinya rusak.
Kalian udah menemukan hobi baru selama di rumah? Atau udah sampai di tahap bingung mau melakukan aktivitas apa lagi saking banyaknya yang udah dicoba? Kalo aku udah masuk ke tahap, lumayan bosan melakukan hobi dan kehabisan ide untuk melakukan hal baru. Apa lagi ya yang harus aku lakukan?

Huft, ini tulisan pertamaku tentang self quarantine ini. Aku hampir gak bisa fokus lagi buat nulis terlalu panjang. Ini aja aku tulis setelah aku jalan pagi, aku benar-benar butuh udara segar. Tenang, aku pakai masker, tidak memegang apapun, dan berjalan sendirian. Rasanya Jakarta sama saja.

Stay sane, teman-teman. Ah iya, aku pun juga.

Continue reading Self Quarantine

Sabtu, 25 April 2020

,

Aku Mau

Aku mau jadi peluruh luka-lukamu. Merawatnya agar bisa kembali utuh. Lalu akan kujadikan diriku penawar rasa, agar tidak lagi kamu merasa sakit seperti dulu kala.

Aku mau jadi bagian dari tatapmu. Melihat dari cara pandangmu, melebur bersama mimpimu. Mendampingi rencana-rencana yang kau kejar di masa depan.

Aku mau jadi telinga keduamu. Mendengarkan cerita yang kau ulang karena lupa. Tak akan kujadikan diriku hakim atas sebuah perkara, agar tak terbebani hatimu saat melepaskannya.

Aku mau jadi satu-satunya yang mengisi dadamu. Memenuhinya dengan degup cinta dan cemburu. Mengisi kosong yang kau cari-cari, agar tak lagi punyai alasan bersedih.

Aku mau jadi salah satu alasan senyummu saat membaca. Yang mengirimkanmu kalimat semanis glukosa. Akan kuramu ia sedemikian rupa, sebuah mantra supaya kamu selalu melewati hari dengan istimewa.

Aku mau jadi orang yang tak putus mendoakanmu. Berbincang dengan Yang Maha Mendengarkan sepanjang malam. Merayu-Nya agar kau selalu bisa menemukan alasan bahagia, sekecewa apapun kau pada suatu masa.


Aku mau kamu.
Continue reading Aku Mau

Minggu, 19 April 2020

Eh, bisa?

Aneh sih, kalo akhirnya aku capek juga buat mempertahankan. Capek buat mengajak. Capek buat memenuhi janji. Capek buat berinisiatif. Eh, tapi emang selalu aku ya? hahaha.

Seingatku aku adalah orang yang mati-matian mempertahankan bahkan saat suatu hal nggak bisa digenggam lagi, nggak bisa untuk dirasakan. Yang berusaha selalu bisa, yang berusaha untuk tetap ada, yang berusaha menahan kepergian walau terlihat nggak terlalu peduli. Aku benci kehilangan, dan semua orang juga benci kehilangan 'kan?


Bukan karena telah menemukan yang baru, apalagi karena ada pengganti. Setiap orang punya tempatnya sendiri, tidak tergantikan. Namun, mungkin semua orang punya batas lelahnya masing-masing? Ahaha, iya, aku lagi mencari dukungan untuk tidak melanjutkan. Aku capek. Serius.

Biarin aja, gapapa. Sadar diri atuh kalo nggak semua hal bisa kamu pertahanin. Nggak semua hal bisa kamu jadikan pegangan, kecuali diri kamu sendiri.

Eh, bahkan apa kamu bisa percaya dengan diri kamu sendiri? :)
Continue reading Eh, bisa?

Jumat, 17 April 2020

Kau yang Salah

Kau yang salah.
Sudah tau akan marah, tapi masih dilakukan saja.
Uji nyali, kau bilang.

Haha, alasan!

Kau hanya terlalu ingin tau.
Padahal kau tau, itu hal yang tidak perlu.

Kau yang salah.
Sudah tau akan sedih, tapi malah diteruskan.
Silakan bermain-main dengan emosimu sendiri.

Lagi pula, untuk apa?

Kau tau akan terasa menyakitkan.
Malahan memaksa untuk terlihat baik-baik saja.

Kau yang salah.
Yang lalu, ya sudah.
Hiduplah saat ini.

Jangan lagi coba-coba.
Continue reading Kau yang Salah

Rabu, 15 April 2020

Surat Pengingat

Halo, aku.

Aneh sih rasanya menyapa diri sendiri kayak gini, tapi lanjutin aja yuk? Udah lama kan nggak buat surat untuk diri sendiri?

Apa kabar?
Ah, iya maaf atas basa-basinya. Kamu terlihat bahagia dan cukup. Aku ikut senang melihatnya. Ngomong-ngomong, selamat menua. Semoga semakin bijaksana. Kamu akhirnya memasuki umur kembar untuk yang kedua kalinya ya? Hahaha

Melihat kamu yang bisa tertawa lepas rasanya menyenangkan sekali, apalagi melihat kamu marah, menangis, dan berbagai ekspresi lain yang akhirnya dapat kamu tunjukkan kepada orang lain. Kamu mengolah emosimu dengan baik, jangan berhenti ya!

Kamu dikelilingi orang-orang yang menyayangimu lho! Jangan segan-segan untuk berbagi cerita. Bahkan ketika kamu malu untuk bercerita, kamu punya aku untuk bertanya. Katakan saja, ceritakan semuanya, ya?

Semoga segala cita-citamu diberikan jalan yang terbaik. Terus berusaha ya? Aku selalu mendukung semua yang ingin kamu lakukan, jadi buatlah dengan niat dan semaksimal mungkin. Tidak apa-apa untuk takut, aku juga kadang takut. Namun kamu harus tetap melangkah jika sudah masuk, jadi jangan menyerah.

Istirahat? Boleh. Luruskan kakimu, dengarkan lagu favoritmu, pejamkan matamu. Tarik nafas dan buang perlahan. Jeda sangat perlu, kau tau 'kan? Jangan memaksakan kaki jika sudah tidak kuat berlari. Memaksa adalah kegiatan yang tidak akan memaksimalkan hasil.

Sekali lagi, selamat mendewasa. Semoga kamu semakin bijaksana, diriku.


:)
Continue reading Surat Pengingat

Sabtu, 29 Februari 2020

Perihal Meninggalkan dan Ditinggalkan

Perihal meninggalkan dan ditinggalkan tidak pernah mudah untuk diurai atau pun dituliskan. Tidak akan pernah. Apalagi jika alasan pergi adalah karena keadaan. Semesta tak lagi mengijinkan untuk mendekat. Sakit, tapi rasa sakitnya tidak bisa mengalahkan rasa kosong karena kebiasaan-kebiasaan yang dulu tidak bisa lagi dilakukan bersama.


Memutuskan pergi tidak akan pernah sederhana. Penuh air mata untuk mengurusnya, penuh drama untuk melepasnya. Dibuatnya dari seluruh kesedihan dan keputusan panjang, melelahkan. Ikhlas pun belum tentu mengekori pergi. Kadang dia memilih untuk tertinggal di belakang, atau memilih tidak ikut. Pergi berjalan sendiri dengan hati terluka dan tangisan yang tidak bisa dilepaskan.

Yang ditinggalkan pun tidak akan pernah mudah. Sabar saja tidak cukup. Ada kehilangan yang siap menyapa di depan mata. Penyesalan dan menyalahkan diri sendiri akan berkunjung bergantian, bahkan kadang bersama-sama datang bertanya kabar. Sedangkan ikhlas yang ditunggu tidak juga hadir untuk melihat keadaan sebentar. Sesak.

Entah bagaimana harusnya melewati kepergian. Apakah dengan tangisan atau dengan berpura-pura menjadi baik-baik saja? Membiarkan waktu yang katanya akan menyembuhkan. Mengijinkan lupa melakukan tugasnya. Menyuruh hati sadar akan kehilangan secara paksa.

Padahal sudah berhati-hati merawat dan mengasihi, tapi ternyata rasa ingin memiliki lebih menguasai.

Continue reading Perihal Meninggalkan dan Ditinggalkan

Kamis, 27 Februari 2020

Let's Pretend to be Fine

Let's pretend to be fine.
Faked smile, happy face, neutral mood. After all we through. Just pretend that we're fine. Eventho' I can't hide my feeling, eventho' that's all really hurt. Maybe you're the one the most hurt in this one.

Like nothing happened, as it should be. Just pretend that we're forget everything. Even ourselves too and our past conversation.

I can't pretend, honestly.
But I think, we're standing on our limit, aren't we?

Too tired to continue this line, too painful to finish the bound.

Is this what we want to be? Pretend that we're fine. Pretend until we're forget everything.

Before becoming stranger, we did strange things.
Before pretend, we've been honest.

But, at the end.

We choose to pretend that everything fine.
Continue reading Let's Pretend to be Fine

Selasa, 25 Februari 2020

Wahai Tuan

Wahai tuan,
Jika lelah, kamu bisa pakai pundakku sebentar untuk bersandar, mungkin tidak terlalu nyaman tapi bisa untukmu beristirahat sebentar. 

Pikiranmu yang terlalu penuh itu juga bisa kamu bagi kepadaku. Telingaku selalu bersedia untuk mendengarkan ceritamu tentang hari ini.

Wahai tuan,
Pundakmu tidak perlu selalu berdiri tegak. Bersantailah. Mari bersandar di sofa ruangan favoritmu sambil minum secangkit cokelat hangat.

Wajahmu tak harus selalu seceria itu. Luapkan saja. Setelah harimu yang panjang, kamu tidak perlu selalu terlihat baik-baik saja untuk bertemu denganku.

Wahai tuan,
Jangan dulu menyerah. Jangan dulu patah.

Mereka hanya tidak tau langkahmu, mereka tidak mendengar ceritamu.

Wahai tuan,
Sebentar lagi. Kuatlah.
Continue reading Wahai Tuan

Minggu, 16 Februari 2020

Changed

Kata orang, perubahan itu perlu. Untuk bertumbuh, untuk menjadi lebih baik, untuk berkembang. Kata orang juga, perubahan itu memang melelahkan, tidak terbiasa, kerja keras.

Aku setuju. Sangat setuju bahkan.

Menyakitkan rasanya melihat perubahan dan merasakan perubahan itu sendiri. Apalagi jika yang berubah adalah kebiasaan, entah sifat ataupun perbuatan, atau orang-orang. Dari sering menjadi jarang, dari dekat menjadi renggang, dari akrab menjadi asing. Menyedihkan ya?

Sebenarnya siapa yang berubah? Atau apa yang berubah? Kenapa bisa berubah?

Apa waktu bisa mengubah orang? Atau kecewa yang mengubahnya? Hmm, atau juga perubahan itu terjadi karena pendewasaan?

Saat sesuatu berubah, apa yang harus kita lakukan? Apa harus ikut berubah mengikuti arus? Apa tetap bertahan untuk tidak mengubah suatu hal apapun?

Manusia makhluk fleksibel, katanya. Bisa mengikuti arus sambil tetap berpegang pada prinsipnya, apakah itu berarti munafik? Berubah sesuai lingkungan, maksudku beradaptasi. Ah, bukankah adaptasi termasuk perubahan yang baik? Menyesuaikan diri agar bisa bertahan.

Perubahan memang tak selalu baik, tapi hidup salah satunya adalah tentang berubah, kan? Entah menuju hal baru atau ke arah yang sama dengan cara yang baru.

Semoga aku dan kamu juga ikut berubah, menjadi lebih baik. Terutama untuk kita sendiri.
Continue reading Changed

Kamis, 23 Januari 2020

2020, Chapter 1

Hallo!

Memasuki tengah bulan Januari 2020 dan aku baru menulis kontempelasi tentang 2019, wow! Nggak apa-apa, keseharian dan kerjaan aku terlalu menyita pikiran. Jadi mau nulis pun, moodnya nggak sampai buat mengumpulkan apa aja yang udah aku capai di tahun lalu. Iya, aku mau tulis pencapaianku. Bukan buat sombong, cuma mau mengingatkan diriku kalau, "aku bisa lho melewati tahun 2019! Ayo apresiasi apa aja yang udah didapat selama 2019 lalu!" Mungkin ini akan aku update terus, karena aku benar-benar mau melist semua pencapaianku! Hehe

Jadi apa sih yang udah aku capai di 2019 lalu?

Pertama dan yang utama, aku pindah kantor! Yeay! Alhamdulillah! Hashtag becandaku di twitter, #2019GantiKantor terwujud! Pindah ke kantor ini rasanya mengabulkan sekian banyak dari keinginan randomku waktu bergumam: pengin kantor yang nggak di daerah Sudirman, yang bisa bikin aku terus belajar, yang banyak orang dengan berbagai macam latar belakang, aku mau belajar nulis script, mau dong belajar iklan, dll. Banyak banget pokoknya hehehe.

Kedua, ketemu orang-orang baru. Aku baru sadar kalo aku nggak setakut itu kok buat kenalan. Nggak sepasif itu kok buat berinteraksi. Bahkan dari hal-hal nggak penting pun aku bisa panjangin obrolan kok. It's fine!

Ketiga, kenapa harus takut jalan sendirian? Tahun lalu, aku berhasil memecahkan rekor kemalasanku untuk jalan sendiri. Akhirnya! Ternyata seru lho jalan sendirian! Nggak perlu nungguin teman buat nentuin waktu, nggak perlu nggak enak karena mau jalan-jalan terus, nggak perlu ngerasa takut orang lain bete. Seharian jalan sampai lupa makan siang karena terlalu excited dengan jajanan sekitar. Hehe.

Keempat, belajar buat mengatur emosi sendiri. Susah lho. Banget malah. Aku termasuk orang yang marah-marah mulu, semuanya harus sesuai keinginanku. Pokoknya nggak boleh salah, walaupun ada orang lain yang ikut terlibat dalam projek itu. Aku orang yang gampang kesal sih, asli deh. 2019 ngajarin aku buat nggak selalu marah-marah, lebih sabar. Pasti akan ada hal-hal yang di luar kendali, itu bukan salah kamu. Jadi nggak perlu kesal. Oke?

Kelima, aku sadar kalo nggak semua orang sekuat aku buat melewati masalah. Nggak semua cerita butuh solusi. Nggak semua air mata butuh senyum. Kadang dengan ditemani pun udah cukup, didengarkan tanpa berbicara apa pun sudah melegakan. Aku harus lebih banyak mendengar daripada berbicara. Iya, masih belajar.

Hmm, sepertinya baru itu yang bisa aku tuliskan. Lima hal pertama yang jadi pengingat bahwa doaku dikabulkan satu per satu, diberi yang terbaik. Nanti aku akan perbarui pencapaian ini. Pasti.

See u! Cheer up!
Continue reading 2020, Chapter 1

Senin, 13 Januari 2020

Exhausted

Halo!

Pernah nggak sih capek banget setelah melalui hari dengan aktifitas yang padat. Apalagi kalo aktifitas itu mengharuskan kamu ketemu orang-orang atau menyita pikiran banget.

Aku pernah.

Image result for exhausted
exhausted
Rasanya semua energi aku habis terkuras, nggak ada lagi kekuatan buat jadi orang yang ceria. Cuma pengin sendirian, nggak ketemu teman apalagi buat berinteraksi, bahkan sekadar chat.

Mungkin buat orang-orang bakal aneh sih baca atau dengar cerita kayak gini, tapi aku serius, Dua bulan ini rasanya melelahkan banget. Banyak ketemu orang baru, interaksi dengan mereka. Belum ketemu temen-temen, dengar cerita mereka. Giving an advice or just hearing their story, I feel so exhausted. Kayaknya ini batas energi aku buat terlihat ceria gitu. Hahaha.

Nggak, bukan berarti aku nggak suka dicurhatin. Bukan banget. Sebagai introvert, aku bisa kehabisan energi kalo terlalu banyak ketemu banyak orang. Aku nggak tau kenapa, tapi emang begitu. Capek banget, kayak abis ngerjain projek gede dan nggak tidur seminggu buat ngerjainnya hahaha.

Kalo udah kayak kehabisan energi gitu, mood langsung turun parah. Bad mood, entah maunya marah-marah atau nangis. Marah-marah pun nggak yang ngomelin orang, tapi semua yang orang lakukan disekitar aku rasanya salah aja, ngeselin semua. Akhirnya berujung nangis. Ya gitu.

Aku bukan tipe yang nangis di depan orang lain, nggak bisa banget. Nggak mau bikin orang khawatir, karena sekali nangis susah berhentinya, makanya paling maksimal kalo ngerasa sedih matanya berkaca-kaca aja, nggak sampe nangis yang ngucek-ngucek mata gitu. Eh, tapi kalo kamu pernah lihat aku nangis berarti aku percaya banget sama kamu dan emang udah nggak bisa dibendung lagi itu air mata. hehehe.

Kalian gimana? Pernah nggak sih ngerasa capek yang kayak udah nggak sanggup lagi ketemu orang lain dulu. Cuma mau tidur seharian tanpa interaksi sama sekali. Mau charging baterai yang ada di badan, udah low battery parah.
Continue reading Exhausted

Minggu, 05 Januari 2020

Hahaha

I think that I'm mature enough to having a romantic relationship. after reading all those article, hearing my friend's story, and planning to control myself- I mean, my heart. actually, that's not enough, sis.

fallin' love can ruin your plan. all of it. you can turn into different person. Sigh, sometimes I feel shame, but I love to. See, sounds weird right? Hahaha

I've always said that i'll never jealous with his friend, but in the reality I'm still a bit jealous. I've always said that i'll never angry about his activities, but in the reality I'm little annoyed. I've always said that i'll always giving a reason for my anger, my sadness and my every emotion. In the fact, I'm too proud to say that I just want his attention, that I'm jealous with his activities, that i need him for a whole day.

hahaha, it's not easy like i thought before.

I thought that I will using my brain to this, but sometimes I just using full of my heart. I plan to not easy mad about anything, but sometimes I can be attacked by feeling bad mood about him.

Please, this make me feel stupid.

So, after all of this narration, I realize that I am still selfish person. I just thinking about me in the relationship. just me, without him. my ego has its pride.

i. don't. wanna. feeling. like. dumb. anymore. please?
Continue reading Hahaha