Kamis, 11 Oktober 2018

,

Me and My Thought

Assalamu'alaikum!^^

Wah, nggak berasa sudah masuk bulan Oktober aja. Target nge-blogku masih banyaaaak yang belum selesai, huhuhu. Mood buat nulis hilang kalau ada perasaan pengin punya postingan bagus. Sadar diri kalau tulisanku masih jelek. Skill berceritaku belum berkembang.

Sambil menunggu keinginan menggebu-gebu untuk menulis review. Aku mau cerita uneg-uneg aja. Emang paling gampang tuh mengeluh deh.


Akhir-akhir ini aku ngerasa banyak banget pikiran. Tapi aku nggak tau apa yang aku pikirkan. Saking banyaknya yang aku pikirkan, jadi bingung mau selesain yang mana dulu. Siapa yang sama denganku kalau punya masalah? Nggak tau gimana mau cerita, jadinya nggak selesai-selesai ini pikiran.

Salah satu masalahnya berhubungan dengan pekerjaan sih. Ini kepikiran banget, sampai bikin aku ketakutan sendiri. Menurut prakiraan, masa kerjaku tahun ini selesai. Dalam keadaan belum siap, walaupun telah berencana buat pindah kerja. Dan aku baru sadar kalau ternyata aku nggak ada persiapan apa-apa. Ujung-ujungnya, aku jadi suka overthink. Aku sebel kalau punya banyak pikiran yang nggak jelas.

Salah satu alasannya, aku jadi membandingkan diri dengan orang lain. Itu bikin aku kesal.. dan pengin nangis. Karena yang aku bandingin adalah hal-hal yang nggak memotivasi, tapi iri. Sebel nggak sih kalau punya perasaan iri ke temen yang lagi senang? Rasanya nggak enak, karena harus pura-pura ikut senang atas pencapaiannya. Huss, pergi jauh dariku rasa iri!

Dan emang ya, hidup di bawah bayang-bayang pencapaian orang lain nggak enak. Aku jadi terus membandingkan hal yang belum aku dapatkan, dan yang bandingkan cuma masalah materi semata, iya uang! Aku ngeluh mulu, dan juga merasa selalu nggak cukup. Berandai-andai kalau misalnya aku lebih sabar, kalau misal begini, begitu. Haaah!

Efeknya, jam tidurku kacau. Aku nggak bisa tidur karena kepiikiran hal itu dan berandai-andai, nggak bisa konsentrasi sama pekerjaanku dan aku jadi malas berkegiatan, main handphone aja kerjaannya. Hidup tidak produktif memang menyenangkan, tapi nambah beban pikiran. Pengin nangis rasanya.

Sampai akhirnya aku capek, dan sadar sendiri. Kalau pencapaian setiap orang berbeda. Setiap orang punya waktu untuk bersinar. Juga kamu. Berkat kalimat itu, aku mulai mengurangi untuk membandingkan pencapaian dengan orang lain. Cukup. Daripada membandingkan, lebih baik cari pencapaian lain.

Caranya mengurangi buka sosial media, terutama instagram! Nggak, instagram nggak seracun itu kok. Kita pasti cuma mau membagikan cerita bahagia di sosial media, buat apa yang sedih dan marah diceritain. Ya, kan? Tapi untuk aku yang masih diliputi rasa iri atas pencapaian orang lain, itu sangat membantu. Sangat! Kalian-kalian yang sedang merasa kecil hati, tutup sosial media yang kamu punya. Cari teman untuk sekadar mengeluh, atau tuangkan dalam suatu tulisan.

Kalau pengin nangis, aku cari film yang sedih dan bikin aku nangis sampe sesenggukan. Lumayan bikin lega, soalnya aku termasuk orang yang nggak bisa mengekspresikan perasaan secara langsung. Harus dipancing dulu, hahaha. Atau dengar lagu-lagu sedih! Pasang headset dan naikkan volume senyamanmu. Mainkan deh musik yang sedih dan menggambarkan dirimu. Nggak apa-apa untuk sementara merasa kalau jadi orang yang paling sedih di dunia. Tapi ingat, cuma sementara!

Rencana terakhir, liburan! Aku cuma butuh mengistirahatkan otak dari pekerjaan. Aku butuh udara segar untuk merefresh pikiran. Ambil jatah libur, lalu pergi ke tempat yang membuatmu bahagia! Nggak usah jauh-jauh, tempat yang bikin aku senang cuma ke tempat yang rindang aja atau mall. Keliling mall bikin aku seneng kok, walaupun capek dan nggak beli apa-apa di sana. Hahaha.

Aku sadar, aku harus mencintai diriku sendri sebelum membuatnya bangga. Kalau ngga, akunggak akan pernah puas dan terus-terusan menyalahkan diri atas kesalahan lalu, tanpa melihat keberhasilan yang aku dapatkan. Jadi, berbahagia dan berliburlah!


Cheers!
Continue reading Me and My Thought

Kamis, 27 September 2018

Pelajari Saja

Kamu nggak perlu menjadi sama dengan orang lain untuk diterima. Cukup menjadi dirimu sendiri dan hormati saja preferensi orang lain. Tidak perlu menghakimi atau setuju. Cukup terima dan jikapun kamu tidak setuju, kamu bisa berpendapat dengan sopan.

Kamu nggak perlu bertengkar saat orang lain tidak menyetujui argumenmu. Berdiskusilah. Cari pendapat terbaik diantara argumen kalian. Setidaknya dengan begitu, keputusan terbaik akan ditemukan,

Kamu nggak perlu menyakiti hati orang lain saat kamu merasa ia tidak sesuai dengan norma-norma. Jika kamu ingin menasehati, mulailah dengan bahasa yang santun dan tetap tanpa kalimat menghakimi. Kamu tidak tahu apa yang pernah dia lalui hingga memutuskan menjadi seperti saat ini.

Kamu nggak perlu mencari kesalahan orang lain saat kamu ingin mengalahkannya. Menang dengan menjatuhkan orang lain tidak menimbulkan rasa bangga. Yang ada, kamu hanya terlihat sangat peduli dengannya sampai bisa menemukan hal yang mungkin dia sendiri tidak tahu.

Jangan menjadi orang lain untuk diterima. Bagaimana kamu mengekspresikan dirimu jika mereka tidak tahu kamu orang seperti apa?

Jangan mengingatkan orang lain di depan banyak orang. Kau sendiri tahu, kau tidak suka dipermalukan di depan umum.

Jadilah tegas. Kau bisa menerima semua pendapat orang lain, tapi tetaplah pada pendirianmu. Jangan goyah. Putuskan keinginanmu. Apa yang kau suka dan kau tidak suka.

Tidak perlu membandingkan dirimu dengan orang lain. Kamu istimewa dengan dirimu sekarang. Semua butuh waktu untuk belajar dari pengalaman. Aku harap kamu bisa lebih baik setiap hari.

Kamu tahu, ikhlas memang sulit. Tapi belajarlah. Pelan-pelan, seumur hidup. Kau akan tahu setelah benar-benar merasakannya.

Juga kau tahu, menjadi pemaaf itu sulit. Apalagi minta maaf. Bukan aku memintamu untuk tidak melakukan kesalahan, cukup kamu berani mengucapkan maaf saat melakukan kesalahan dan memberi maaf saat ada yang menyakitimu. Tapi bukan berarti aku menyuruhmu untuk terima saja maaf orang lain, kamu bisa mengajukan syarat apapun untuk memaafkannya.

Itu saja pengingatku. Semoga kamu mengingatnya. Sampai bertemu dilain waktu,


Diriku.
Continue reading Pelajari Saja

Rabu, 05 September 2018

Menjadi Abadi

Image result for goblinSeseorang bercerita padaku, bahwa ia ingin menjadi seorang immortal. Abadi dan tidak terpaut kematian. Umur hanya menjadi penanda, tahun tak bisa membatasi. Tak ingin mati.

Dia ingin melihat perkembangan zaman, pertumbuhan manusia. Katanya, ia suka menjadi bagian dari sejarah. Ia ingin berkeliling dunia dan menyaksikan langsung peradaban. Dia bilang, "Untuk apa mati ada? Jika yang kuinginkan adalah hidup selamanya!"
Waktu itu aku hanya diam menatapnya, tak mengerti jalan pikirannya. Jika kematian adalah jalan menuju abadi, kenapa dia meminta hidup yang abadi?

"Aku tidak suka melihat orang-orang menangis saat didatangi kematian!" Jawabnya. "Aku tidak suka melihat kematian memutuskan dua orang yang saling menyayangi."

"Bagaimana kau tahu kalau orang-orang menangis didatangi kematian? Bukankah kita tahu kematian ada di sekitar tubuhnya?"

Dia mengalihkan pandangnya dariku, lalu bergumam "aku yang menangis saat kematian datang kepada orang terdekatku. Aku benci menangis." Helaan nafasnya terdengar keras, akhirnya dia merebahkan tubuhnya di atas rumput hijau.

"Bagaimana jika kematian adalah hal yang paling mereka ingin temui?" Dia menatapku kembali dengan wajah meminta penjelasan lebih. "Yah, setelah semua hal yang melelahkan selama ini, mereka hanya ingin beristirahat dengan tenang. Tanpa diganggu siapapun dan apapun. Kau tahu, seperti tidur siang saat kita kelelahan dengan kuliah kita."

Dia tersenyum, "aku tidak pernah lelah untuk belajar."

"Itu kamu! Bagi orang sepertiku, belajar adalah hal yang paling sering menguras energiku. Haah!"

"Berarti, apakah kamu ingin berhenti kuliah?" tanyanya lagi.

Aku memutarkan bola mata, susah sekali berbicara dengan orang ini. "Tidak. Maksudku, setelah setengah hari belajar, aku hanya ingin istirahat agar energiku kembali pulih! Ah, sudahlah!" jawabku kesal.

Dia tersenyum kembali, "ya, aku mengerti maksudmu." Dia kembali menatap langit, membuatku mengalihkan pandangku darinya juga. Langit sore ini sepertinya akan cerah. Mungkin kami bisa melihat matahari tenggelam dari sini.

"Lalu, kenapa kamu ingin menjadi abadi?"

Dia menatapku, "aku tidak ingin kau bersedih atas kematianku. Lagipula aku ingin melihat bagaimana anak-anak kita nanti bertumbuh."

Wajahku memerah. Bagaimana mungkin dia bisa mengatakan itu dengan wajah datarnya?! Dasar menyebalkan!

"Aku tak ingin melihat mereka menangis saat aku mati nanti." lanjutnya lagi.

"Lalu bagaimana denganku?"

"Apanya?" dia menoleh.

"Jika kau bisa abadi, bagaimana denganku? Kau tetap seperti ini saat aku menua. Kau tetap tampan saat nanti aku tidak cantik lagi."

Dia tersenyum, "kau tetap cantik dan akan semakin cantik nanti."

"Tidak, kau tidak mengerti. Kau yang abadi tidak akan berubah walaupun umurku bertambah dan wajahku menua. Staminamu tetap terjaga saat nanti aku mungkin akan membutuhkan bantuan dan akan selalu merepotkanmu. Kamu akan tetap tampan dan diidolakan wanita-wanita itu." jawabku sambil menahan tangis.

"Kenapa kau berpikir begitu?"

"Kau tahu, sekarang saja wanita-wanita itu selalu mengikutimu. Bahkan saat mereka tau kau sedang dekat denganku. Bagaimana jika nanti aku menua dan kau tertarik dengan mereka yang lebih menarik dariku?" kali ini aku tidak bisa menahan tangisku. Membayangkannya dengan wanita lain membuat hatiku sakit.

Dia meletakan tangannya di kepalaku, lalu mengusapnya. "Aku tidak akan seperti itu, kau tahu. Bahkan jika aku benar-benar abadi, kau adalah satu-satunya."

Tangisku mereda mendengar jawabannya. "kenapa kau hanya memikirkan kesedihanku saja? Bagaimana jika aku yang mati? Kau tau, hanya kau yang abadi, sedangkan aku tidak."

"Kalau begitu, ayo abadi bersama!" ajaknya.

"Tidak, aku tidak mau abadi. Itu menyalahi takdir. Walaupun nanti bisa saja ada obat abadi, aku tidak akan membelinya." aku menggeleng. "Tapi jika kau mau jadi abadi, dan aku mati. Bagaimana denganmu? Maksudku, kau tahu rasanya ditinggalkan, kenapa kau tetap ingin abadi?"

"Aku sudah memberitahumu, aku tidak suka melihat orang menangisi kematianku."

"Dan kau boleh menangisi kepergian mereka? Kau tau, yang kuinginkan hanya menua bersamamu saja, dewasa bersama. Aku tidak ingin abadi di sini. Baru sebentar saja aku sudah kelelahan dengan tugas-tugasku sebagai manusia. Bagaimana jika nanti seratus tahun atau seribu tahun lagi aku masih hidup dan merindukan orang-orang yang aku kenal? Aku tidak sanggup, dan aku tidak ingin kau merasakannya." aku menatapnya. Itu percakapan terakhir kami sebelum dia meninggalkan kotaku untuk menunaikan tugasnya.

Setidaknya sekarang aku tahu, dia tidak akan berpikir untuk menjadi abadi lagi,karena kami memutuskan untuk menua bersama.
Continue reading Menjadi Abadi

Selasa, 04 September 2018

Lebih dari Suka

Pernah menyukai seseorang sampai nggak rela kalau dia dimiliki orang lain?

Atau sesaat setelah melihat senyum seseorang, segala keluh-kesah terasa hilang? Yang dengan suaranya saja, setengah beban terasa berkurang.

Kalau kamu pernah, atau bajhkan sedang merasakannya, mungkin kamu sedang jatuh hati. Rasanya senang, berbunga-bunga saat menyadari hal-hal yang ada hubungan dan mengingatkanmu padanya.

Related image
Source: Wikihow
Jantungmu berdebar kencang saat dia menatapmu. Otakmu seketika blank, entah harus bersekpresi seperti apa di hadapannya. Lalu hal-hal bodoh secara tidak sadar kamu lakukan, padahal yang kamu inginkan hanya terlihat menarik di matanya. Iya, kamu menarik perhatiannya dengan tingkahmu yang ternyata membuatnya tertawa.

Sekali lagi, dadamu berdebar dua kali lebih keras saat memandangnya tertawa. Bahkan, kau takut dia akan mendengar degupnya juga.

Ada suatu hari nanti, di mana kamu hanya ingin mendengarnya bercerita. Telingamu hanya tertuju pada suaranya. Matamu hanya fokus menatapnya. Kau ingin menjadi orang pertama yang mendengar semua keluhnya, dan menjadikannya yang pertama ditemui saat kau ingin bertanya.

Pula, ada suatu masa, di mana kamu hanya ingin memeluknya. Seerat mungkin. Tanpa berbicara sepatahpun. Yang dengan menghirup aromanya, kau merasa aman. Juga dengan ada di bahunya, air mata yang selama ini kau sembunyikan dari orang-orang tiba-tiba tumpah begitu saja. Sikap dewasa yang selama ini kau banggakan, luruh di depannya.

Saat itu terjadi, sadarlah. Dia bukan hanya sekadar orang yang kau suka.

Kau telah jatuh hati padanya.
Continue reading Lebih dari Suka

Kamis, 19 Juli 2018

Tentang Kematian

Entah kenapa beberapa malam terakhir aku memikirkan sesuatu yang sangat membuatku takut. Kematian. Memikirkannya membuatku benar-benar berdebar ketakutan. Aku takut menua dan mati.

Bukan, aku nggak takut wajahku keriput atau kemampuan fisikku menurun. Itu proses alamiah menurutku. Aku takut ketika tua nanti, apakah aku akan melupakan hal-hal yang telah terjadi dulu? Apa nanti aku bisa memandang dan dipandang sebagai orang yang sama?

Aku takut. Sungguh. Saat tiba-tiba teringat dan memikirkannya, jantungku berdebar kencang. Aku butuh di ruangan yang sama dengan orang lain agar bisa menenangkan diri, menyugestikan bahwa aku tidak sendirian.

Aku tahu, aku belum siap akan datangnya kematian. Padahal bisa terjadi kapan saja.

Tapi sekali lagi, aku takut membayangkan akan bagaimana di sana nanti?

Maksudku, jika di dunia ini aku makan, bermain, bekerja, berbicara dengan orang lain, dan kegiatan lainnya. Apakah setelah aku mati nanti aku akan melakukan hal yang sama dengan di dunia ini? Di sana aku sendirian, dan apakah saat sendirian itu aku akan mengingat kenangan semasa aku hidup?

Bahkan atas orang-orang terdekatku, aku takut membayangkan jika seandainya mereka benar-benar telah pergi. Aku benci lupa dan sendiri. Apalagi menua dan lupa, sendirian. Aku tidak suka membayangkannya, tapi aku merasa harus mengutarakannya.

Maaf, akan ketakutanku yang mungkin juga menakutkan dirimu.
Continue reading Tentang Kematian

Senin, 09 Juli 2018

Hidayah itu Mutlak Milik Tuhan

Image result for menatap matahari
Hidayah itu memang mutlak milik Tuhan.

Sejauh apapun berlari, sejauh apapun jarak dengan kebenaran,
Jika Tuhan berkehendak untuk menggerakan hatmu menuju-Nya pasti akan datang juga.

Beberapa orang menolak kebenaran setelah mengetahuinya. Kata-kata diutarakan, fakta-fakta dipaparkan, tapi hati tetap menolak percaya. Padahal pembuktian telah disaksikan di depan mata. Padahal akalnya telah berkata setuju.

Memang, jika Tuhan belum ingin memberikan hidayah-Nya sejelas apapun beritanya, sekuat apapun buktinya. Bisa apa?

Hidayah itu memang mutlak milik Tuhan.
Sedekta apapun tempat ibadah dengan rumah, sedekat apapun dengan kebenaran. Jika akal cerdasmu disentil sedikit oleh-Nya, ragumu akan kehendak Tuhan akan memenuhi pikiran kritismu.

Beberapa orang memilih pergi setelah percaya dan menyaksikannya. Padahal telah bertahun-tahun merasa.

Tapi, hidayah itu memang mutlak milik Tuhan.
Jika Tuhan telah memilih untuk mengenal-Nya, bahkan karena kejadian kecilpun kau akan tetap mencari tahu tentang-Nya. Alasan sepele menurut orang lain poun bisa menuntunmu segera pada-Nya.

Benarla kalau hidayah itu memang mutlak milik Tuhan. Maka aku hanya bisa terus memperbarui dan menjaganya. Semoga aku salah satu yang diberi-Nya hidayah dan terus bisa menjaganya.

Continue reading Hidayah itu Mutlak Milik Tuhan

Selasa, 03 Juli 2018

Untuk Kamu yang Namanya Sempat dalam Doaku


Untuk kamu yang namanya sempat dalam doaku,

Terima kasih telah sempat hadir menghiasi untaian ceritaku.
Denganmu,
Aku pernah merasa semanja adik dengan kakaknya.
Pernah merasa terlindungi saat berdampingan.

Untuk kamu yang namanya sempat dalam doaku,,
Terima kasih telah membuatku berbincang lebih lama dengan Tuhanku.
Mendoakanmu akan keselamatanmu.
Merayu Tuhan agar aku bisa sedikit tahu tentangmu.


Untuk kamu yang namanya sempat dalam doaku,
Terima kasih akan hadirmu.
Doaku akan selalu sama, tapi mungkin tak seintens dulu.
Bukan lupa, aku hanya membatasi diri.


Karena aku tahu, selain aku pasti ada seorang wanita yang jauh lenih baik dariku yang juga mendoakanmu.
Aku tak mau membuat dia dan doanya cemburu saat bertemu aku serta doaku.

Untuk kamu yang namanya sempat dalam doaku,,
Terima kasih banyak telah menjadi dirimu dan pernah bertemu denganku.


Continue reading Untuk Kamu yang Namanya Sempat dalam Doaku