Selasa, 15 Juni 2021

It's.... relieve

 hey, it's been a while.. after my business, denial to everything, keeping it by myself.

udah lama banget dari terakhir kali aku tulis sesuatu di blog ini, sejak terakhir kali membagikan perasaan. kalian apa kabar?

aku sedang menata kembali, kepingan-kepingan perasaan, kenangan, waktu yang kayak aku sia-siakan sebelumnya. rasanya aku terlalu banyak ketinggalan dan meninggalkan segala hal karena kesibukan atas diriku sendiri. terlalu banyak yang dikorbankan atas hal tersebut, keluarga, teman, momen, dan lainnya.

perasaan lega yang akhirnya aku temukan setelah bercerita dan didengarkan. perasaan masih harus banyak belajar setelah dimarahi dan ditolak mentah-mentah penjelasannya. perasaan ternyata tetap butuh seseorang, sejauh apa pun melangkah sendiri.

ternyata yang aku cari selama ini bukan sesuatu di depan sana, bukan pencapaian. aku cuma butuh duduk, memandang kehidupan, dan didengarkan. aku rindu bercerita tanpa harus merasa terbebani.

it's a gift to having an old friend.. it's blessing when you having time with them..

aku yang disibukkan dengan semua mimpi, target, dan tekanan atas diri sendiri ternyata butuh untuk ditahan. agar nggak meninggalkan perasaan dan hanya membawa ego, akibat ketakutan.

dan rasanya hari ini benar-benar lega.

sampai aku bisa menerima perasaan "gak semua harus sesuai keinginan, gak semua harus dipaksa sesuai."

karena enggak semua harus dikejar. nggak semua hal perlu dengan keharusan.



thank u for being someone who always be there.

Continue reading It's.... relieve

Minggu, 16 Mei 2021

Untuk Seseorang Istimewa di Hari Istimewa

Terima kasih masih merayakan Idulfitri bersamaku. Walau pun doamu belum sempat terwujudkan di tahun kedua ini, semoga ia tetap mengisi aamiin-mu di setiap sujud.

Aku yang pada dasarnya penakut dan bertopeng ini akhirnya luluh saat dihadapkan pada uluran tanganmu. Yang meyakinkan kalau semua akan baik-baik saja, yang meyakinkan bahwa genggam itu tak akan dilepaskan.

Saat akhirnya kutanggalkan topeng yang sekian lama kukenakan, ditatap dengan tajam. Aku yang ketakutan, buru-buru memasangnya kembali. Namun tanganmu menahan dan menyembunyikan topeng itu di sakumu. Aku yang kebingungan malah menangis, untuk pertama kalinya di hadapan orang lain.

Terima kasih untuk tetap menggenggam, bahkan saat jalan yang dilalui licin dan tak seimbang.

Si yang tidak pernah terbiasa menerima kebaikan orang lain itu akhirnya mulai terbuka. Bercerita sepanjang jalan, mengeluhkan apa yang dikesahkan, membincangkan perasaan. Ya, dia itu adalah aku.

Terima kasih sudah mau menuruti keinginan jalan-jalan, menemani saat dimintai bantuan, ditenangkan saat butuh sebuah pelukan.

Selalu menanyakan keinginan lalu mengusahakan adalah bentuk tak kasat mata dari rasa sayang.

Terima kasih telah menjalani sejauh ini. Semoga di depan sana, kita masih memiliki kendaraan dan jalan yang sama untuk dilalui, tanpa berhenti.
Continue reading Untuk Seseorang Istimewa di Hari Istimewa

Senin, 12 April 2021

Satu Hari di Bulan April

 Ada satu hari di bulan April, di mana aku hanya ingin bersembunyi.

Satu hari di mana aku tidak ingin bertemu siapa pun. Hanya ingin menyembunyikan keberadaanku dari orang lain. Sendirian.

Padahal sebelumnya, hari itulah yang selalu aku tunggu setiap tahun. Terjaga semalaman suntuk hanya untuk mengecek perhatian orang sekitar. Tersenyum saat diberi doa-doa baik.

Ada satu hari di bulan April, saat aku hanya ingin bersama diriku sendiri.

Menengok perjalananku sudah sejauh mana, melihat pencapaianku sudah sebanyak apa, bercerita bagaimana luka dan bahagia yang telah aku dapatkan membuatku terus berjalan.

Hari itu rasanya hanya ingin menangis seharian.

Membuka ketakutan dan lelah yang selama ini aku tinggalkan jauh di ujung jalan. Menjadi lemah untuk sebentar. Bersedih sekaligus menertawakan kehidupan.


Ada satu hari di bulan April, di mana aku hanya ingin bersembunyi.

Namun rasanya terlalu jahat, karena pada hari itu orang-orang sekitarku membawakan senyuman dan doa kebahagiaan.

Continue reading Satu Hari di Bulan April

Kamis, 11 Maret 2021

Sore




Begini rasanya jatuh yang benar-benar jatuh ya?

Rindu yang tidak selesai hanya dengan jumpa. Senang dan sedih yang teraduk dalam satu waktu yang sama. Khawatir dan cemburu sudah jadi satu hal yang mengiringi hari.

Aneh sekali.

Apalagi untukku yang tidak pernah percaya pada orang lain. Tidak pernah mau untuk bergantung kepada siapa pun. Tidak pernah peduli pada apa yang orang lakukan. Duniaku terasa dimasuki seorang asing yang dengan senang hati aku persilakan hadir.

Aku yang tidak suka diatur, takluk pada kata-kata tidak darinya. Dibantu mengerti dan mengurai apa yang selalu aku rasakan, tentang segala hal. Diajarkan bagaimana menyukai dan sayang pada diri sendiri. Wanita yang selalu ikut berdebat setelah diberitahu kesalahannya ini, malah tersenyum senang saat ditegur dan diingatkan.

Aku menyukai perasaan ini. Juga menyukai dia yang membuatku merasakan hal ini.

Jadi, inilah jatuh cinta?
Ah, memangnya aku tau apa itu cinta?



Continue reading Sore

Jumat, 18 Desember 2020

Lonely

Have you ever Feels so lonely because you pushed away people you wanna talk to?

Feels like you can’t talk to other, can’t describe what you think, but you don’t want to leave alone. You just need them to stay with you and doing nothing. So you just laying on your bed and crying alone all over night.

Everybody love to be alone, but hating the lonely part.

Just wanna heard. With no solution, no judging view, no interrupted.


Ah, that’s me.


I hate that lonely part of alone.



Continue reading Lonely

Selasa, 23 Juni 2020

That Kind of Word, Terserah

*Perhatian, artikel ini penuh dengan opini pribadi. Kalau kamu berbeda pendapat, aku hargai, tapi nggak tertarik buat berdebat. Mohon maaf. Hahaha

Halo!

Ada satu kata yang aku benci banget pemakaiannya. Benci, bukan nggak suka lagi. Kata "Terserah". Entah diucapkan siapapun, aku nggak suka kalo dapat jawaban terserah. Karena aku butuh jawaban, butuh ide lain, bukan jawaban klise dan nggak jelas.

Jawaban terserah adalah jawaban yang paling nggak punya rasa kepedulian menurutku. Kalo aku tanya, "mau makan apa?" lalu jawabannya "terserah" selalu berhasil bikin aku kesel sendiri. Nggak membantu sama sekali, yang ada bikin tambah mikir "ini orang bakal suka nggak ya?" karena sebagai omnivora, makanan apa aja aku bisa makan yang penting halal dan nggak ekstrem.

Apalagi pas berdebat dan dijawab terserah. Benci banget. Kalo udah di-terserah-in gitu, ya beneran terserah aku. Suka-suka aku mau ngapain setelahnya, lha wong diminta begitu kok.

Nggak, jawaban terserah bukan berarti pasrah. Menurutku terserah itu jawaban paling gampang buat ngejelasin level capek dan udah nggak mau peduli lagi. Dibanding, "aku nggak ngerti lagi mau bales apa." jawaban terserah cenderung ke arah mau menyerah aja.

Kalo jawabanku udah muncul kata ini, artinya aku benar-benar menyerahkannya ke kamu dan aku nggak peduli lagi. Terserah apa pun yang mau kamu lakukan, kamu udah nggak masuk di daftar orang yang nggak bakal aku terserah-in.

Sejauh ini, aku jarang banget kasih jawaban terserah. Waktu bingung mau makan apa, aku bilang "Belum tau, coba kasih ide tapi aku lagi nggak pengin makan A." atau kalo ada di dua pilihan "Z bagus, tapi blablabla. Nah si X blablabla, tapi dia keren. Aku lebih suka Z sih." Selalu aku kasih jawaban, karena aku tau rusuhnya otak waktu lagi bimbang.

Eh, tapi jangan kira aku nggak pernah kebingungan ya. Sering kok. Kalo lagi bingung gitu, biasanya aku pikirin lagi selama 30 menit. Misalnya bingung juga, aku nggak pilih dua-duanya. Mendingan cari yang lain, karena kalo kamu pengin banget, kamu nggak bakal bingung atas pilihanmu.

Kenapa tulisanku terasa ofensif banget ya? Hahaha. Gapapa, sesekali deh.


Cheers!
Continue reading That Kind of Word, Terserah

Kamis, 11 Juni 2020

Aku Harus Apa?

Aku mencari-cari kebohongan melalui matamu,
tapi yang kulihat hanya ketulusan yang menatapku lembut.
Aku harus apa?

Aku memancingmu dalam marahmu,
tapi yang kutemukan hanya helaan nafas panjang,
dan senyuman hangatmu.
Aku harus apa?

Aku menyembunyikan diri di antara air matamu,
tapi kamu selalu berhasil menemukanku,
bersama ketakutan yang kau tinggalkan di tembok tertinggi hatimu.
Aku harus apa?

Lalu aku bertanya,
Aku harus apa?

Aku yang terseret terlalu jauh atau kamu adalah arus itu?
Aku yang jatuh terlalu dalam atau kamu sang samudera itu?
Aku yang terbuai lembutnya angin atau kamulah rasa nyaman itu?

Aku tidak tahu harus seperti apa. Tolong bantu aku menemukan penjelasan.
Continue reading Aku Harus Apa?