Senin, 11 Mei 2020

Self Quarantine

Hai!

Apa kabar? Gimana kabarnya selama karantina diri sendiri? Kalian udah mulai ngerasa bosan atau stress nggak? Aku hampir.

Terhitung tengah Maret hingga menuju Mei, udah mau dua bulan kita di rumah aja. Nggak boleh ke luar jauh-jauh, bahkan Mall dan tempat rekreasi pun ditutup. Transportasi publik pun dibatasi. Seenggaknya warung kelontong, pasar supermarket, minimarket masih dibuka. Dua bulan ini, belanja bulanan ke minimarket aja rasanya happy banget. Standar kebahagiaan aku jadi lumayan menurun. Yang tadinya refreshing harus minimal ke jalan naik Transjakarta sendirian, sekarang keliling gang besar rumah udah lumayan bikin mood membaik.

Ah, iya. Aku juga jadi sadar, bahwa semua orang suka menyendiri tapi benci kesepian. Karantina diri ini membuat beberapa orang makin merasa kesepian, padahal mereka nggak tinggal sendirian. Ada pikiran yang tidak bisa dibagi dengan orang yang ada di sana, atau cuma butuh di dengar dan mendengar aja. Juga bagi beberapa orang, ada yang merasa rumah bukan tempat yang nyaman untuk berdiam diri terlalu lama. Makin rumit urusannya.

Semenjak pandemi ini, rasanya standar bahagia orang-orang jadi terlihat receh dan mudah. Ketemu kurir paket, main sama kucing, beli nasi goreng di abang depan gang, atau ngeliatin awan dari depan rumah. Semua orang sibuk cari pengalih pikiran, dengan candaan atau keributan. Di twitter, hampir setiap hari ada gosip terhangat, konten receh yang bikin ngakak atau keributan baru akibat hal remeh-temeh, nggak difollback contohnya. Hahaha. Bener deh, selama 22 tahun hidup aku nggak pernah sengakak ini sama jokesnya tahilalats tentang perkawinan antara paprika dan jeruk. Kotak tertawaku sepertinya rusak.
Kalian udah menemukan hobi baru selama di rumah? Atau udah sampai di tahap bingung mau melakukan aktivitas apa lagi saking banyaknya yang udah dicoba? Kalo aku udah masuk ke tahap, lumayan bosan melakukan hobi dan kehabisan ide untuk melakukan hal baru. Apa lagi ya yang harus aku lakukan?

Huft, ini tulisan pertamaku tentang self quarantine ini. Aku hampir gak bisa fokus lagi buat nulis terlalu panjang. Ini aja aku tulis setelah aku jalan pagi, aku benar-benar butuh udara segar. Tenang, aku pakai masker, tidak memegang apapun, dan berjalan sendirian. Rasanya Jakarta sama saja.

Stay sane, teman-teman. Ah iya, aku pun juga.

Continue reading Self Quarantine

Sabtu, 25 April 2020

,

Aku Mau

Aku mau jadi peluruh luka-lukamu. Merawatnya agar bisa kembali utuh. Lalu akan kujadikan diriku penawar rasa, agar tidak lagi kamu merasa sakit seperti dulu kala.

Aku mau jadi bagian dari tatapmu. Melihat dari cara pandangmu, melebur bersama mimpimu. Mendampingi rencana-rencana yang kau kejar di masa depan.

Aku mau jadi telinga keduamu. Mendengarkan cerita yang kau ulang karena lupa. Tak akan kujadikan diriku hakim atas sebuah perkara, agar tak terbebani hatimu saat melepaskannya.

Aku mau jadi satu-satunya yang mengisi dadamu. Memenuhinya dengan degup cinta dan cemburu. Mengisi kosong yang kau cari-cari, agar tak lagi punyai alasan bersedih.

Aku mau jadi salah satu alasan senyummu saat membaca. Yang mengirimkanmu kalimat semanis glukosa. Akan kuramu ia sedemikian rupa, sebuah mantra supaya kamu selalu melewati hari dengan istimewa.

Aku mau jadi orang yang tak putus mendoakanmu. Berbincang dengan Yang Maha Mendengarkan sepanjang malam. Merayu-Nya agar kau selalu bisa menemukan alasan bahagia, sekecewa apapun kau pada suatu masa.


Aku mau kamu.
Continue reading Aku Mau

Minggu, 19 April 2020

Eh, bisa?

Aneh sih, kalo akhirnya aku capek juga buat mempertahankan. Capek buat mengajak. Capek buat memenuhi janji. Capek buat berinisiatif. Eh, tapi emang selalu aku ya? hahaha.

Seingatku aku adalah orang yang mati-matian mempertahankan bahkan saat suatu hal nggak bisa digenggam lagi, nggak bisa untuk dirasakan. Yang berusaha selalu bisa, yang berusaha untuk tetap ada, yang berusaha menahan kepergian walau terlihat nggak terlalu peduli. Aku benci kehilangan, dan semua orang juga benci kehilangan 'kan?


Bukan karena telah menemukan yang baru, apalagi karena ada pengganti. Setiap orang punya tempatnya sendiri, tidak tergantikan. Namun, mungkin semua orang punya batas lelahnya masing-masing? Ahaha, iya, aku lagi mencari dukungan untuk tidak melanjutkan. Aku capek. Serius.

Biarin aja, gapapa. Sadar diri atuh kalo nggak semua hal bisa kamu pertahanin. Nggak semua hal bisa kamu jadikan pegangan, kecuali diri kamu sendiri.

Eh, bahkan apa kamu bisa percaya dengan diri kamu sendiri? :)
Continue reading Eh, bisa?

Jumat, 17 April 2020

Kau yang Salah

Kau yang salah.
Sudah tau akan marah, tapi masih dilakukan saja.
Uji nyali, kau bilang.

Haha, alasan!

Kau hanya terlalu ingin tau.
Padahal kau tau, itu hal yang tidak perlu.

Kau yang salah.
Sudah tau akan sedih, tapi malah diteruskan.
Silakan bermain-main dengan emosimu sendiri.

Lagi pula, untuk apa?

Kau tau akan terasa menyakitkan.
Malahan memaksa untuk terlihat baik-baik saja.

Kau yang salah.
Yang lalu, ya sudah.
Hiduplah saat ini.

Jangan lagi coba-coba.
Continue reading Kau yang Salah

Rabu, 15 April 2020

Surat Pengingat

Halo, aku.

Aneh sih rasanya menyapa diri sendiri kayak gini, tapi lanjutin aja yuk? Udah lama kan nggak buat surat untuk diri sendiri?

Apa kabar?
Ah, iya maaf atas basa-basinya. Kamu terlihat bahagia dan cukup. Aku ikut senang melihatnya. Ngomong-ngomong, selamat menua. Semoga semakin bijaksana. Kamu akhirnya memasuki umur kembar untuk yang kedua kalinya ya? Hahaha

Melihat kamu yang bisa tertawa lepas rasanya menyenangkan sekali, apalagi melihat kamu marah, menangis, dan berbagai ekspresi lain yang akhirnya dapat kamu tunjukkan kepada orang lain. Kamu mengolah emosimu dengan baik, jangan berhenti ya!

Kamu dikelilingi orang-orang yang menyayangimu lho! Jangan segan-segan untuk berbagi cerita. Bahkan ketika kamu malu untuk bercerita, kamu punya aku untuk bertanya. Katakan saja, ceritakan semuanya, ya?

Semoga segala cita-citamu diberikan jalan yang terbaik. Terus berusaha ya? Aku selalu mendukung semua yang ingin kamu lakukan, jadi buatlah dengan niat dan semaksimal mungkin. Tidak apa-apa untuk takut, aku juga kadang takut. Namun kamu harus tetap melangkah jika sudah masuk, jadi jangan menyerah.

Istirahat? Boleh. Luruskan kakimu, dengarkan lagu favoritmu, pejamkan matamu. Tarik nafas dan buang perlahan. Jeda sangat perlu, kau tau 'kan? Jangan memaksakan kaki jika sudah tidak kuat berlari. Memaksa adalah kegiatan yang tidak akan memaksimalkan hasil.

Sekali lagi, selamat mendewasa. Semoga kamu semakin bijaksana, diriku.


:)
Continue reading Surat Pengingat

Sabtu, 29 Februari 2020

Perihal Meninggalkan dan Ditinggalkan

Perihal meninggalkan dan ditinggalkan tidak pernah mudah untuk diurai atau pun dituliskan. Tidak akan pernah. Apalagi jika alasan pergi adalah karena keadaan. Semesta tak lagi mengijinkan untuk mendekat. Sakit, tapi rasa sakitnya tidak bisa mengalahkan rasa kosong karena kebiasaan-kebiasaan yang dulu tidak bisa lagi dilakukan bersama.


Memutuskan pergi tidak akan pernah sederhana. Penuh air mata untuk mengurusnya, penuh drama untuk melepasnya. Dibuatnya dari seluruh kesedihan dan keputusan panjang, melelahkan. Ikhlas pun belum tentu mengekori pergi. Kadang dia memilih untuk tertinggal di belakang, atau memilih tidak ikut. Pergi berjalan sendiri dengan hati terluka dan tangisan yang tidak bisa dilepaskan.

Yang ditinggalkan pun tidak akan pernah mudah. Sabar saja tidak cukup. Ada kehilangan yang siap menyapa di depan mata. Penyesalan dan menyalahkan diri sendiri akan berkunjung bergantian, bahkan kadang bersama-sama datang bertanya kabar. Sedangkan ikhlas yang ditunggu tidak juga hadir untuk melihat keadaan sebentar. Sesak.

Entah bagaimana harusnya melewati kepergian. Apakah dengan tangisan atau dengan berpura-pura menjadi baik-baik saja? Membiarkan waktu yang katanya akan menyembuhkan. Mengijinkan lupa melakukan tugasnya. Menyuruh hati sadar akan kehilangan secara paksa.

Padahal sudah berhati-hati merawat dan mengasihi, tapi ternyata rasa ingin memiliki lebih menguasai.

Continue reading Perihal Meninggalkan dan Ditinggalkan

Kamis, 27 Februari 2020

Let's Pretend to be Fine

Let's pretend to be fine.
Faked smile, happy face, neutral mood. After all we through. Just pretend that we're fine. Eventho' I can't hide my feeling, eventho' that's all really hurt. Maybe you're the one the most hurt in this one.

Like nothing happened, as it should be. Just pretend that we're forget everything. Even ourselves too and our past conversation.

I can't pretend, honestly.
But I think, we're standing on our limit, aren't we?

Too tired to continue this line, too painful to finish the bound.

Is this what we want to be? Pretend that we're fine. Pretend until we're forget everything.

Before becoming stranger, we did strange things.
Before pretend, we've been honest.

But, at the end.

We choose to pretend that everything fine.
Continue reading Let's Pretend to be Fine