Sabtu, 07 April 2018

,

Menghitung Hari

"Menghitung hari detik demi detik, menunggu itu kan menjemukan. 

Tapi ku sabar menanti jawabmu, jawab cintamu.


Jakarta, 17 Juni 2018.

Halo, apa kabar? Maafkan aku yang baru sekarang berani menulis surat untukmu. Dua tahun ini aku benar-benar sibuk! (dan menyibukkan diri :p) Aku tidak mau bercerita melalui surat ini, aku akan bercerita saat kau pulang saja. Ah iya, dan kau masih berhutang jawaban padaku!  Dan sekarang, kurasa inilah waktu yang tepat untuk menjawabnya.
Jangan kau beri harapan padaku, seperti ingin tapi tak ingin. 
Yang aku minta tulus hatimu, bukan pura pura.
Jangan menolak untuk menjawabnya! Kau telah menghilang dua tahun sejak aku menyatakan perasaanku. Aku bukan orang yang baik hati untuk menunggu lagi.  Walaupun aku agak terlambat menyadarinya, tapi setidaknya aku menyatakannya. Tidak sepertimu yang ambigu! Selalu disisiku, tapi ternyata lelah menungguku.

Jangan pergi dari cintaku, biar saja tetap denganku. 
Biar semua tahu adanya, dirimu memang punyaku.

Bisakah kau kembali dan menemuiku langsung untuk menjawabnya? Dan jangan pergi lagi. Di sini saja, tetap denganku. Ayo pergi ke cafe favoritmu dulu! Kita manggung lagi di sana, aku bernyanyi dan kau yang mengiringiku ya!

Maafkan aku selama ini tidak berani memandang dan menggandengmu di keramaian. Bukannya malu memilikimu, aku malu pada diriku sendiri. Bagaimana mungkin kau dan seluruh sifatmu cocok denganku yang serba kurang ini?

Setelah satu tahun pergimu, aku baru sadar betapa bodohnya ketakutanku selama ini. Ternyata jarak memang menciptakan ruangnya sendiri untukku menyadari. Terima kasih telah berani untuk tetap bertahan tanpa kejelasan.
Belum pernah aku jatuh cinta, sekeras ini seperti ini seperti padamu. 
Jangan sebut aku wanita, bila tak bisa dapatkan engkau."
Ah ya.. Ini pertama kalinya aku menyukai laki-laki begitu lama. Mungkin jika kau ingat, inilah rekor terlamaku menyukai dan tetap bertahan menghadapi laki-laki. Kamu pakai pelet ya biar aku tetap menunggumumu? :)

Jika kau bertanya, kenapa aku mengirim surat ke rumah orang tuamu. Jawabannya karena aku tidak diberi nomor handphonemu sama sekali oleh mereka. Bahkan sampai aku menangis di depan rumahmu hingga aku malu sendiri mengingatnya sekarang. Aku salut, mereka benar-benar menepati janji padamu. Tapi untungnya, ibumu memberitahuku kalau minggu ini kau akan kembali. Aku tidak sabar untuk mendengar ceritamu kali ini.

Kalau nanti kau sudah selesai membaca suratku, temui aku segera ya! Kau tahu pasti aku ada di mana.


Dariku,

Wanita bodohmu.


***



(Terinspirasi dari cover Fourtwnty - Menghitung Hari 2)
Continue reading Menghitung Hari