Kamis, 20 April 2017

Buram

Aku hanya percaya tanpa mengharapkan apapun. Aku hanya percaya, bahwa kamu adalah semu. Kamu memang semu, Tak tersentuh, tak tergenggam.

Hari yang terlewat selalu membawa dokumen-dokumen tentangmu. Senyummu, tawamu, harummu. Semua bagai berputar dan mendekapku erat. Sampai aku hampir kehabisan nafas, dan terengah-engah menghirupnya.

Jalan-jalan yang pernah kita lewati masih sama. Gedung-gedung bertingkat, anak-anak kecil melompat, aspal-aspal yang pekat. Melewatinya terasa dejavu. Menyebrangi memori yang perlahan tersapu.

Sampai kini aku masih percaya bahwa kau memang diciptakan jauh. Tak terjangkau. Seumpama jarak, kau adalah jeda panjang yang akupun kelu melanjutkan. Kaku. Canggung.

Selain semu, kata yang tepat untukmu adalah buram. Bahkan bayangmu terlalu buram untuk ku lihat. Padahal kata mereka, kau jelas sekali di depanku. Tepat lima jengkal dari diriku. Tapi mengapa kau terlihat abu-abu?

0 komentar:

Posting Komentar