Jumat, 30 Agustus 2019

Twitter

Assalamu'alaikum. Hai!

Semakin hari kayaknya semakin banyak orang-orang yang sign in ke sosial media ya. Seperti bertetangga, setiap hari ada saja hal-hal yang baru kita tau dari orang lain, atau yang pindah di sekitar sosial media kita. Entah rasamya sudah tidak ada rahasia lagi di antara manusia. Senang, mengabari di instastory. Sedih, beralih ke twitter. Marah, update di facebook. Sebenarnya kebebasan berekspresi ini diam-diam memanipulasi kita untuk terus membagikan update diri di muka orang banyak.

Image result for twitter

Salah satunya, aku. Sebagai orang yang lebih suka mengeluh di twitter, aku agak "bingung" saat orang-orang terdekatku kembali ke twitter. Bukan apa-apa, selama ini aku menulis keluh-kesahku ya di sosial media itu. Alasannya karena dulu tidak ada orang terdekat yang bisa mendeteksi keberadaanku di sana. Aku merasa bebas berekspresi; mengeluh, merayakan euforia atau membagikan kekesalan dengan satu paragraf. Rasanya, ruang gerakku kembali dibatasi saat melihat mereka kembali ke dimensi cuitan itu.

Memang sebenarnya twitter adalah tempat umum. Semua orang bisa mendaftar dan kembali. Tapi rasanya, seperti melihat orang-orang yang dulu sempat meninggalkan rumah dan kembali saat rumah telah banyak dikunjungi. Mungkin dulu aku bisa berkali-kali "berkicau" di twitter. Tapi sekarang rasanya segan. Ingin berbagi keresahan, tanpa diketahui orang yang dikenal. Kalian pernah nggak sih sepeti itu?

Kalau ditanya, kenapa tidak menulis di blog aja? Ya, karena yang aku butuh bagikan dan luapkan itu adalah satu paragraf pendek. Tidak seperti blogging yang paling tidak harus memiliki satu artikel, di twitter, aku hanya menulis paling kalimat-kalimat pendek yang menggambarkan perasaan secara spontan. Tanpa harus memikirkan judul atau paragraf selanjutnya.

Twitter adalah juara sosial media, versiku. Sejujurnya di sana, aku hanya ingin membagikan perasaan tanpa orang terdekat tau. Hanya butuh meluapkan emosi dalam sebuah tulisan tidak penting.

0 komentar:

Posting Komentar